Semburat cahaya mentari berwarna keemasan dengan malu-malu membangunkan ku yang sedang asyik terlelap, lantas ku tengok benda berbentuk bulat yang tergantung pada dinding kamarku lengkap dengan dua buah jarum dan dikelilingi angka satu sampai duabelas, terlihat olehku jarum yang panjang menunjuk angka duabelas, sedangkan yang peendek menunjuk angka enam.
"Ah, masih jam enam"gumamku dalam hati,
" Hah apa jam enam!!! " teriakku tiba-tiba memekikkan gendang telinga seisi rumah,
Ibu yang sedari tadi asyik dengan jemurannya tak kuasa menahan riak gelombang suara dengan frekuansi super tinggi itu, sehingga ia terlonjak dan akhirnya mengeluarkan jurus pamungkasnya, ya menimbrungi ku dengan hujatan yang keluar dari bibirnya.
"Oalah Adel kamu baru bangun ?? sudah jam berapa sekarang, dasar pemalas !! cepat sholat subuh dulu,lalu mandi," omel perempuan yang paling ku hormati itu dengan kesal.
Ku ayunkan kaki dengan langkah sempoyongan karena memang mata ini terasa sungguh berat dan ingin tetap terpuaskan untuk memejam, tapi tak apalah ku korbankan tubuhku walau dengan beberapa kali menubruk perabotan rumah, demi mendapatkan kesadaran penuhku untuk mengawali hari menyeru kepada Sang Ilahi.
Setelah merampungkan sholat, mandi dan segala keperluan untuk bersekolah, Aku pun langsung menyambar tas yang sedari tadi tergeletak di atas meja belajar, dan berlari menghambur ke arah ibu.
" Ibu Adel pamit berangkat, Assalamu'alaikum" pintaku, sambil mencium tangan perempuan perkasa yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk memunculkan anak manusia ke dunia fana ini.
*****
Dari kejauhan terlihat olehku seorang bersafari gelap lengkap dengan sepatu rendah plus sebuah pentungan di tangan sebelah kiri sedang bersusah payah menutup pintu besi yang amat kokoh.
Tak kusadari langkah ku semakin mendekat dengan orang itu, dan akhirnya aku berada persis di depan jeruji besi yang tinggal sedikit lagi akan terkunci. Akupun menyelinap masuk setelah bernegosiasi cukup alot dengan pak Karyo, ya yang tak lain dan tak bukan dialah orang yang aku lihat tadi, yang sebenarnya seorang satpam SMP Tunas Bangsa.
Kontan saja ulah ku ini mendapat hadiah khusus dari Guru Bahasa inggris yang sekaligus menjabat sebagai pengurus kesiswaan SMP Tunas Bangsa, tak tanggung tanggung dua buah jeweran berhasil mendarat di auricular kanan dan kiriku, selain itu ganjaran lain yang berjejer menunggu untuk ku selesaikan yaitu Membersihkan WC yang berjumlah 6 ruang saat istirahat dan sehabis pulang, tambahannya lagi ceramahan panjang lebar yang menghujaniku.
" kau ini seorang terpelajar, sekolah kita tak memelihara murid yang kerjaannya bermalas malasan, hendak jadi apa kelak kau nanti nak ? yah, jangan lah harap kau jadi seorang pemimpin bangsa dikemudian hari,jikalau sekolah saja masih terlambat begini, pastiLah bangsa ini semakin tak karuan oleh generasi sepertimu. " jelas guru berjenggot ini dengan berapi-api, aku hanya menunduk, tak mampu menampik sepatah katapun ocehan beliau yang memang ku akui kesahihannya.
" Nak, pemimpin itu memang harus dapat memimpin, tetapi ingat lah kita ini manusia, seorang manusia, tetaplah manusia, dia juga harus dapat dipimpin, janganlah jadi pemimpin yang hanya mampu berkoar tetapi miskin suritauladan bagi jelatanya." betapa menohoknya kalimat itu, secara langsung dan taklangsung Bapak Guru yang terkenal tegas ini menyindirku, sebagai seorang ketua kelas.
" ya nak, kita dipimpin bukan hanya oleh manusia lain, tetapi aturan yang ada juga layak untuk menjadi pemimpin kita,kau tahu sendiri, dalam agama islam sepatutnya apa yang kita lakukan dan apa yang tidak kita lakukan harus berpedoman pada alqur'an dan al-hadist, itu menandakan bahwa aturan agama lah yang menjadi pemimpin perbuatan kita, begitupun di sekolah, kau harus dan wajib patuh pada peraturan sekolah yang berperan sebagai pemimpin tertinggi dan tak dapat diganggu gugat oleh warganya..." Ucapan beliau terpotong untuk sekedar mengambil nafas.
Aku yang sedari tadi sudah menunduk, semakin menciut dihadapan guru super bijak ini.
"aduhai, pak,, betapa bijaknya engkau!! Maafkan lah kelakuan muridmu yang satu ini, maafkan lah kekhilafanku pak,. Percyalah pak, hujatan mu tak lantas mengurangi rasa hormatku wahai pahlawan tanpa tanda jasa" Seruku membatin.
"pemimpin yang baik tahu cara menempatkan kapan saatnya ia harus memimpin dan kapan saatnya ia harus dipimpin,, jadi janganlah kau ulangai berbuatanmu lagi wahai anakku, taatilah peraturan selalu,!! kalau kau mengulanginya lagi dikemudian hari, tak tahulah apa hukuman yang bapak beri untukmu," lanjut nya.
Setelah setengah jam lamanya aku dipanggang oleh sang bhatara surya, lantas akupun diizinkan untuk meninggalkan lapangan tenis, yang bagiku lebih mirip tempat introgasi narapidana.
bersambung...
note :
arricular= nama ilmiah untuk daun telingan
-Nama tokoh, sekolah bukan nama asli
-Maaf kalau jalan ceritanya nggak jelas,
-Saya menunggu kritik dan sarannya
KAMU SEDANG MEMBACA
Windows's Heart
SpiritualitéJendela tak ubahnya sekedar benda tanpa makna. Jendela dapat dimetaforakan sebagai jalur akses lalu lintas eksternal dan internal. Jika rumah saja memiliki jendela yang berfungsi sebagai pertukaran udara pengap dari dalam dengan udara kaya oksigen...