*****Benteng Pertahanan Kanto, Jepang.
18 April 2091Suasana mencekam selalu menghantui kami. Saat Fajar telah tiba, kami kira hari ini akan cerah seperti biasanya. Tetapi dugaan kami salah, di depan mata kami telah terlihat darah-darah segar mengalir di sekitar kami.
" Apa yang terjadi?, kenapa kalian membiarkan rakyat sipil menjadi korban mereka, lalu apa yang sedang kalian pikiran?. Seharusnya kalian melindungi mereka, bukan menjadikan mereka sebagai umpan. Kalian mengerti apa yang aku katakan?" tanya seorang Sersan yang sedang marah kepada pasukannya karena merasa kecewa dengan apa yang mereka lakukan.
"Kami mengerti...!" Jawab mereka secara serentak lalu menunduk meminta maaf kepada sang Sersan.
"Cepat laksanakan tugas kalian sekarang juga...!" kata sang Sersan sambil menunjuk arah keberadaan musuh. Raut wajahnya menandakan kekecewaan dan kemarahan yang amat tidak biasa dilihat oleh pasukan batalyon miliknya.
"Ohh Tuhan... Dosa apa yang telah kami lakukan sehingga Engkau memberikan bencana kepada kami.... Sejujurnya kami tidak tau kesalahan yang kami perbuat sampai Engkau murka...." keluh Sang Sersan sambil memegang Rosario yang Ia kalungkan di lehernya.
2 Jam kemudian, kami sampai tujuan di sebelah barat Shibuya. Pertahanan sebelah barat telah mengalami serangan yang tidak kami duga. Akhirnya para Jendral memanggil kami untuk pergi ke arah barat dengan Batalyon yang beranggotakan 30 orang. Kami tidak tau apa yang akan terjadi setelah kami sampai di pertahanan sebelah barat.
Jam tangan menunjukkan pukul 19.00, berarti sekarang waktunya kita untuk istirahat dahulu sebelum sampai di pertahanan barat. Melihat para pasukan yang kelelahan karena perjalanan yang jauh ini, kami pun memutuskan untuk istirahat sebentar bersama mereka.
Sang Sersan mengelap keringat yang membasahi kepala dengan kain pemberian ayahnya ketika beliau meninggalkan dirinya saat "Perang Nuklir" terjadi di belahan Bumi Tengah. Dia akan terus menjaga benda ini sampai bertemu dengan ayahnya lagi. Dua pun tidak tau keberadaan ayahnya saat ini, entah beliau sudah gugur di medan perang maupun masih bisa bertahan di kerumunan musuh yang sedang melakukan beberapa Agresi ke wilayah kami.
1 jam telah berlalu, kini saatnya kami melanjutkan perjalanan ke pertahanan sebelah barat. Pasukan batalyon segera beranjak dari tempat lalu berjalan menuju arah barat.
"Waktu istirahat sudah habis, kini saatnya kita melanjutkan perjalanan kita tuan-tuan. Jangan lupa siapkan senjata kalian dalam keadaan amunisi terisi penuh" kata sang Sersan itu.
"Wakarimasu, Gunsou" jawab mereka secara serentak.
Suasana sepi di sekitar perjalanan sudah menjadi hal yang biasa kami alami saat perang mulai berkecamuk di wilayah Kanto. Situasi ini semakin membuat kami sedikit takut karena sewaktu-waktu musuh bisa menyerang kami dari arah bangunan-bangunan tua yang sudah usang ditinggalkan oleh pemiliknya ketika perang mulai terjadi.
Satu hal yang pernah aku ingat, aku dan batalyonku pernah diserang mendadak oleh musuh ketika kami melewati parit pertahanan yang mereka buat. Tidak beberapa lama kami merasakan suara jejak kaki secara cepat ada di arah jam 1. Mungkin ini adalah pertanda bahwa musuh telah datang untuk menyerang kami.
Setelah kami tunggu, ternyata suara jejak kaki itu hilang tanpa bekas. Kami pun kembali melanjutkan perjalanan.
"Gunsou, tadi suara apa?" tanya salah satu tentara batalyon.
"Aku juga tidak tau, mungkin itu hanya firasat kita. Sekarang kita fokus untuk misi selanjutnya. Lupakan semua hal yang sudah berlalu". Jawabku sampai memegang kepalaku yang agak pusing akhir-akhir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Of Saviour (Penyelamat Terakhir)
Ficção Científica" The Best Ranked 81 In Sci-Fi " Kisah manusia di masa depan yang mengalami kemunduran karena sebuah bencana perang nuklir dan sebuah serangan yang tidak mereka ketahui. Mereka harus bertahan hidup di zaman yang kejam itu sampai impian mereka semua...