"Makasih ya, Ji. Udah anterin aku sampai depan rumah gini." Ucap Farah sambil memberikan senyuman tanda terima kasih kepada Aji.
"Sama-sama, Far. Kalo ada acara sekolah sampai selarut ini, aku janji bakal selalu anterin kamu. Hmm, aku juga bersedia kok kalo misalkan kamu minta aku anterin pulang," Sambung Aji dengan senyum-senyum khasnya. Rasanya, sungguh menyenangkan mengantar gadis ini.
Melihat Aji yang selalu tulus memberikannya pertolongan, termasuk mengantarkannya pulang membuat Farah menjadi tidak enak jika Aji hanya sampai depan rumahnya, tanpa duduk sebentar sekedar untuk memberikan minuman kepada Aji. Farah ragu untuk mengajak Aji memasuki rumahnya. Ia malu jika dilihat rumahnya yang sungguh berantakan. Baik berantakan dalam artian denotatif maupun konotatif.
Namun, sedari dulu Farah selalu diajarkan sopan santun oleh Omanya. Dan Omanya pernah mengajarkan bahwa setiap kali ada orang yang ke rumahnya, haruslah disuguhkan minuman. Maka karena itu Oma Farah terkenal sekali dengan sopan santunnya. Di kampungnya, beliau selalu menghormati tamu-tamu yang datang ke rumahnya. Bahkan, tukang pos yang mengantar kiriman pun masih diajaknya masuk rumah dan memberikannya minuman.
Maka karena itu Farah memberanikan diri untuk mengajak Aji untuk masuk kedalam rumahnya.
"Ji, masuk dulu yuk. Aku nggak enak kalo kamu anter sampai depan rumah doank. Tapi, maaf ya kalo rumah aku berantakan." Ucap Farah dengan cengiran, Farah berusaha agar ucapannya terdengar seperti candaan biasa.
"Hmm, boleh deh. Aku sekalian mau salim ke mama kamu-" Balas Aji dengan wajah yang sumringah. Sebenarnya, Aji ingin sekali bertemu orang tua Farah.
Sebelum membuka pintu rumah. Farah berdo'a sejenak, semoga saja tidak ada suasana yang tidak mengenakkan dalam rumahnya. Sungguh malu dirinya, jika orang tuanya yang sedang adu mulut terlihat oleh Aji.
Do'a Farah pun terkabul, tidak ada tanda-tanda percekcokan dalam rumah ini. Suasana yang benar-benar sunyi hingga membuat Farah bingung sendiri. Farah tau jika papanya sudah enggan untuk berada di rumah. Namun, disini juga tidak ada tanda-tanda keberadaan mamanya. Perlahan ia coba untuk ke kamar mamanya. Ternyata kamar itu tak terkunci dan tak ada mamanya didalam. Hingga tiba-tiba Farah memanggil mamanya dengan suara kecil.
"Mama," Sahut Farah dengan suara kecil. Namun, tidak ada jawaban. Farah mencoba sekali lagi, namun tetap tak ada jawaban dari mamanya.
Hingga tiba-tiba Farah lupa jika Aji belum berada di ruang tamu. Dalam sudut pandang Aji, tidak sopan apabila ia masuk kedalam rumahnya tanpa ada persetujuan dari Farah sendiri bersama dengan mamanya. Maka sedari tadi, Aji menunggu mamanya Farah untuk mempersilahkannya masuk.
"Udah, Ji. Masuk aja, mama aku kayaknya lagi ke warung sebelah." Farah berhasil mencari alasan yang pas untuk kepergian mamanya yang ia tidak ketahui kemana.
"Kalo kayak gitu, aku langsung pergi aja ya, Far. Nggak enak kalo cuma berdua didalam rumah." Mendengar alasan Aji yang seperti itu membuat Farah menatapnya takjum. Ternyata, Aji termasuk jajaran cowok soleh di dunia remaja yang kian lama kian miris melihatnya. Yang kata orang tua sekarang pada ngikutin sinetron yang udah ngerusak moral anak-anak bangsa.
Namun, jika dipikir-pikir. Farah kasian melihat Aji yang sudah capek-capek mengantarnya pulang. Belum lagi jarak dari sekolah ke rumahnya tidak bisa dibilang dekat. Maka karena itu, Farah langsung mendapatkan akal. Farah meminta Aji untuk duduk di teras depan karena disana mereka juga tidak benar-benar berdua. Bahkan Farah pun ingin mengajak pak Bambang, sang satpam yang sedang lewat didepan rumahnya untuk mampir sebentar dan mengajaknya minum teh.
Setelah Aji dan Pak Bambang telah duduk manis di kursi teras depannya. Farah segera menyiapkan teh dan beberapa kue buatan mamanya untuk mereka. Selagi berkumpul seperti itu, tiba-tiba saja Pak Bambang membuka pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Spellbound
FanfictionEvery words had an accountability. Seorang gadis yang setiap hari hatinya selalu terluka melihat orang tuanya. Broken Home. Mungkin itu yang dapat ia rasakan. Seorang gadis yang tidak dapat merasakan harmonisnya sebuah keluarga. Hingga suatu ketika...