Ketika hatimu mengatakan iya, maka turutilah. Meskipun, pikiranmu mengatakan tidak. Cobalah berpikir dengan hatimu, jika kau berpikir menggunakan otakmu, maka kebencian akan mengambil alih dirimu.
.
.
.
Tamparan keras diberikan kepada gadis manis yang tengah menangis di sudut ruangan. Sang pemilik tangan kekar itu memandang tajam putri yang dibencinya. Tangan yang telah memberikan tamparan keras, kini beralih menarik helaian merah muda milik gadis yang tengah menangis itu. Dia masih belum puas membuat putrinya terluka.
"Akh!" gadis itu memekik saat surainya semakin erat ditarik, air matanya mengalir semakin deras. Pipi putihnya mulai membiru akibat tamparan yang diberikan oleh sang ayah. Sudut bibirnya yang berdarah ia tarik membentuk sebuah senyuman tulus. Entah apa yang dipikirkan olehnya sehingga ia melemparkan sebuah senyum disaat keadaan seperti ini. Senyumannya, bukanlah hal baru ketika penyiksaan itu berlangsung.
"Dasar bodoh! Kenapa kau selalu membuatnya terluka?!" Pria itu menarik tangannya kembali, kedua tangannya mengusap kasar wajahnya.
Haruno Sakura, gadis yang sebelumnya menunduk itu kini mengangkat kepala merah mudanya. Matanya yang berhiaskan serabut merah, kini memandang nanar sang ayah, senyuman yang melengkung di bibirnya masih dia tunjukkan kepada sang ayah. Bibirnya mulai bergerak menggumamkan kata 'maaf' dengan suara lirih, namun cukup didengar oleh pria itu.
Setelah memandang tajam wajah sayu itu, kini pria bernama Haruno Kizashi, melangkahkan kakinya meninggalkan Sakura dengan air mata yang diteteskan oleh manik hijau itu.
Gadis itu, kini mencoba berdiri dari posisi duduknya diatas lantai. Kepalanya tertunduk memandang lantai. Kaki telanjangnya mulai melangkah menuju kamarnya. Tangan putih yang terluka itu menjelajahi dinding yang ia gunakan sebagai alat bantunya, kakinya yang terasa sakit, ia seret paksa untuk bergerak menuju kamarnya.
Kakinya terhenti ketika emeraldnya menangkap kecemasan yang terjadi di dalam kamar Karin. Manik hijau itu, dengan teliti mengamati wajah-wajah orang yang disayanginya. Tatapannya beralih pada sosok Karin yang terbaring diatas ranjang. Emerald itu bergulir pada sosok Sasori, kakaknya yang tengah menatap sendu sosok Karin. Ia kembali melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan yang sukses membuat air matanya kembali menetes. 'Karin~'
Kaki jenjang itu mulai memasuki ruangan pribadinya. Tangannya yang terluka terulur untuk menutup pintu bercat putih itu dengan rapat. Tubuhnya mulai merosot setelah menutup pintu, kepalanya mendongak menatap langit-langit kamar, air matanya menggenang.
"hiks hiks.." Isakkan yang sebelumnya ia tahan keluar sudah. Kepala yang sebelumnya mendongkak itu ia gelamkan pada lipatan lututnya. Tubuhnya memang terasa sakit dan nyeri, tapi hatinya terasa jauh lebih nyeri dan sakit.
Sejak dulu, Karin selalu menjadi prioritas utama keluarganya. Ayahnya, ibunya, bahkan kakaknya lebih memperdulikan Karin daripada dia. Perbedaan antara dia dan Karin terlampau jauh. Jika Karin selalu mendapat Kasih sayang oleh orang disekitarnya, maka dirinya berbanding terbalik. Jangankan disayang, didekati oleh keluarganya saja tak pernah.
"Hiks.. Hiks" tangannya mencengkram kuat baju merahnya. Gigi putihnya menggigit bibir bawahnya, dia mencoba meredam semua rasa sakitnya. Tangannya menjambak kuat surai merah mudanya. "Aargh!!" ia menggeram disertai air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Tears
Fanfiction• SasuSaku Fanfiction • [Completed LaTe] Sakura tau, hidupnya yang sekarang penuh penderitaan dan air mata, tapi dia yakin suatu saat nanti, air mata yang ia keluarkan bukanlah air mata penderitaan seperti sekarang, melainkan air mata bahagia. Air...