Ketahuilah, meski duka menyelimutimu, kasih sayang yang lain berada disekitarmu. Maka, jangan menyimpulkan suatu hal dengan cepat sebelum kau benar-benar mengetahuinya.
.
.
.
“Sedang apa di sini Sasori?” kepala berhiaskan rambut merah itu menoleh kearah sumber suara. Hazelnya memandang wanita paruhbaya yang tengah berkacak pinggang, mata wanita itu menatap Sasori penuh selidik.
Sasori meneguk ludahnya dengan susah payah. Hazelnya melirik pintu kamar yang sudah tak mengeluarkan isak tangis lagi. Pemuda baby face itu menghela nafas panjang. “Hanya kebetulan lewat. Aku mendengar isak tangis dari kamar ini” bohong, pikirannya mengutuk dirinya yang telah berkata bohong, yeahh meskipun dia tak sepenuhnya berbohong, tapi sengaja memelesetkan kejadian sebenarnya bukankah sama saja berbohong?. Bukan kah dia berada di sini karena dirinya merasa cemas pada adik merah mudanya.
CEKLEK
Gadis bersurai merah muda pendek itu muncul dari balik pintu. Emeraldnya memandang sang kakak dan sang ibu dengan tatapan bingung. “Emm ada apa kalian berdiri di depan kamarku?”
Haruno Mebuki mengedikkan bahunya sebelum melangkah pergi dari kedua remaja berbeda gender itu. Rasanya dia begitu malas menatap wajah orang yang telah membuat putri kesayangannya terluka kemarin.
Hati putri Haruno itu terasa tercabik ketika ibunya mengacuhkan pertanyaannya. Tapi, bukankah hal itu sudah biasa untuknya? Menyakitkan bukan? Seorang ibu yang semestinya membahagiakan anaknya, justru mengacuhkannya.
Hazelnya masih memandang Sakura yang tengah menatap punggung Mebuki yang menjauh. Manik hijau redup itu berhasil membuatnya memandang lembut. ‘Tatapannya, menyiratkan kerapuhan’
Air matanya kembali menetes, tangannya tergerak untuk mencengkram kaos yang ia gunakan saat ini, jantungnya terasa diremas-remas, salah satu tangannya yang bebas terkepal erat, rasanya terlalu lemas menerima semua kenyataan ini. Dirinya hendak kembali kedalam kamarnya, namun emeraldnya menangkap sosok Sasori yang terdiam memandangnya.
Bibir tipisnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, tapi niat itu segera ia urungkan ketika ingatannya berputar saat Sasori memarahinya kemarin dan tak mau menganggapnya sebagai adik lagi. Lagi, bahkan hanya dengan ingatannya saja berhasil membuat hatinya kembali tercambik. Sakura memutuskan untuk memasuki kamarnya, menutup pintu dan menguncinya, meninggalkan Sasori yang menatap pintu itu dengan sayu.
Kau baru mengerti perasaannya eh Sasori?
-oOo-
“Sakura!” kepala merah muda itu menoleh kearah Sumber suara, sebelah alis merah mudanya terangkat, seakan bertanya melalui raut wajah cantik itu.
Pemuda pemilik suara berat itu tersenyum kecil menatap sahabat baiknya. Ia mendudukan diri di depan bangku gadis merah muda itu. “Kemana Naruto?” onyx tajam itu memandang lurus mata emerald di depannya.
“Kau tau kan? Jika dia itu sedang berkencan dengan gadis-gadis cantiknya” jawab Sasuke santai. Ia menghela nafas pelan. “Saku~” kedua pipi Uchiha itu mengeluarkan semburat merah tipis, pemuda itu terlihat gugup.
Merasa bingung dengan sikap pemuda tampan itu, Sakura menautkan kedua alisnya, bibirnya terbuka hendak berbicara. Namun, suara Sasuke berhasil menyelanya dan membuatnya terkejut. “Aku menyukaimu!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Tears
Fanfiction• SasuSaku Fanfiction • [Completed LaTe] Sakura tau, hidupnya yang sekarang penuh penderitaan dan air mata, tapi dia yakin suatu saat nanti, air mata yang ia keluarkan bukanlah air mata penderitaan seperti sekarang, melainkan air mata bahagia. Air...