Sesuai dengan request, maka saya akan menceritakan kronologis kejadian dari awal sampai akhirnya saya bisa masak... (yakalee kronologis, dikate pos kota kaliii??)
Langsung aja, btw, maaf kalau bahasanya udah nggak kaku lagi. Namanya dari hati ke hati ya serah gua lah ya mau kayak gimana? wakakakaka
- Ayano -
====
Awalnya aku belajar masak itu, bukan karena kebutuhan atau survivabilitas.
Nope!
Aku bisa bertahan hidup just fine dari gaya hidupku yang selalu makan di tempat yang menyediakan touch screen dalam menyediakan makanan, alias warung.
Hah? kalian nggak tau kalau semua warung itu punya touch screen?
Waah, payah nih kalian...
Coba deh ya buktikan sendiri, bener nggak kata-kataku kalau di warung itu hampir semuanya pakai touch screen.
Caranya gampang aja :
Pertama kamu datang ke warung, terus tinggal pencet kaca warungnya sambil bilang "Ini" "ini" dan "ini" untuk menu yang kamu makan. Niscaya nih, menu itu akan langsung tersedia di piring untuk kalian makan. Apa nggak touch screen itu?
Memang sih, ada beberapa warung yang lebih memilih voice recognition, misalnya kayak warung bakso. Itu lebih pakai sensor suara, seperti misalnya : "Pak, baksonya satu gerobak!" atau "Pak, baksonya satu, tambah mbaknya satu! buat dibungkus bawa pulang".
Misalnya loh...
Nahh, baru pada tau yaa? payaah... nggak tau kan, warung di Indonesia itu udah futuristis semua? makanya, makan lah di warung, supaya pas gue ke fitsa hats nggak rame sama kalian terus. Hehehehe.
Oke, back to the topic.
Jadi, apa sih yang membuatku jadi bisa memasak? atau setidaknya berniat untuk belajar memasak?
Yahh, alasan pertama kalinya sebenarnya bisa dikatakan jauh dari alasan yang dikatakan 'bersih'.
Alasannya?
Buat ngegaet cewek.
Itu sebenernya alasan intinya.
Meskipun kalau ditelusuri sih sebenernya banyak sebabnya. Salah satunya adalah karena aku termasuk cowok bokek dulu. Karena memang keadaan keluargaku tidak terlalu menunjang untuk kehidupan pleboi ku.
Malahan, kalo sampai emak gue tau nih, gue dulunya pleboi... wah.... bisa-bisa aku harus rela berpisah dengan 'my precious'.
Dan sepertinya Elisa sudah memiliki suatu ide jahat ketika membaca bagian ini....
God... please deliver me from bad things......
Right, jadi aku ini termasuk cowok yang kurang bermodal untuk jadi pleboi kelas kakap, boro-boro kelas kakap, mungkin kelas lele juga ngepas-ngepasan, karena yang jadi modal cuma 'my precious' doang...
Tidaklah mungkin menangkap ikan paus dengan modal cacing, tidaklah juga menangkap cewek high class dengan modal makan bakso di warung (meskipun warungnya udah pake voice recognition, tapi sayangnya ladies cuma membaca bagian 'bakso' saja sudah menolak masuk tuh).
Jadi, itulah awalnya aku memutar otak untuk mengatasi keterbatasan dana perang di dompet dan keinginan menaikkan level pleboi menjadi ikan yang lebih besar.
Awalnya, aku berpikir kalau mungkin 'my precious' saja sudah cukup untuk menggaet.
Tapi, setelah dipikir lagi, aku kan bukan pramuria.. apalagi pramuwaria... #amit-amit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart to Heart Short Story
RandomCerita kali ini, berisikan cerita-cerita pendek mengenai kami, Ayano dan Elisa, juga orang-orang di sekitar kami. Cerita kali ini juga, kami maksudkan untuk lebih berinteraktif dengan para pembaca kami. Jadi, tolong tinggalkan di komentar ya, cerita...