Tara berjalan menuju kelasnya dengan langkah yang tergopoh-gopoh. Dibelakangnya, Dini dan Alma menyusulnya sambil meneriaki namanya karena jarak mereka yang agak jauh. Tara merasa dia telah dilecehkan, dan dia tidak bisa tinggal diam atau hanya sekedar menontonnya. Rasanya, ia ingin meratakan kakak tingkatnya itu di tanah. Bersatu dengan yang namanya batu dan pasir yang selalu diinjak-injak dan tidak ada satupun yang akan menolongnya.
Tara memasuki kelasnya dan langsung duduk di bangkunya berada. Ia mengambil buku dari dalam tasnya asal, lalu menuliskan sumpah serapah yang ditujukan untuk lelaki itu. Kemudian, dirobeknya kertas itu dari bukunya, masih dengan emosi yang meletup-letup, Tara meremas kertas itu dengan sekuat tenaga sampai menjadi seperti bola. Lalu, dibuangnya kertas itu keluar jendela. Suatu kebiasaan Tara ketika sedang emosi; menuliskan apapun yang ada di dalam pikirannya dalam sebuah kertas, lalu meremasnya sampai membentuk bola, dan dilemparkannya bola kertas itu asal.
Tepat setelahnya, Dini dan Alma muncul di hadapan Tara, setelah melihat benda melayang keluar jendela.
"Udah, Ra. Lo tenang dulu, minum dulu deh," khawatir Alma sambil menyodorkan air mineral kepada Tara.
"Bagus banget, Ra. Itu yang gue mau. Lo nampar dia. Biar tau rasa tu cowok," sahut Dini dengan emosi yang masih sama.
"Hus! Gak boleh gitu, Din," ucap Alma memperingati Dini.
"Lagian, dia yang mulai kan? Gue juga bangga banget udah ngatain dia banci, apalagi bonus tamparan maut dari Tara," bela Dini sambil duduk di samping Tara. "Btw, tadi lo yang ngelempar kertas keluar jendela?"
Tara meminum sedikit air yang diberi oleh Alma. "Iya," jawabnya singkat.
"Kertas apaan tuh?" sahut Alma yang sudah duduk di kursi yang ada di depan Tara.
"Deskripsi tentang tuh cowok gila. Karena gue masih belum puas ngatain dia," jawab Tara sambil mengipas-ngipaskan wajahnya yang penuh dengan keringat dengan buku tulis yang digunakannya tadi.
"Apa?!" sahut Alma dan Dini bersamaan dengan kedua mata yang melebar.
"Apaan sih, biasa aja kali," ucap Tara kesal melihat respon teman-temannya yang terlalu berlebihan.
"Ra, kertasnya melayang jatoh sampe ke bawah loh," kata Alma dengan raut muka yang serius.
Tara yang mendengar perkataan Alma malah membuatnya makin kesal. "Semuanya juga kalo jatoh ya ke bawah, Ma. Mana ada yang ngegantung di udara."
"Bukan gitu, Ra. Ini jatohnya ke bawah. Ke lantai satu. Ke lantai dasar. Atau ke lapangan," jelas Dini dengan raut muka yang menunjukkan gejala-gejala panik.
Tara melebarkan kedua matanya kala mendengar perkataan Dini. Dengan cepat, Tara berlari keluar kelas. Berdiri di depan pinggir-pinggir pembatas yang ada di koridor depan kelasnya. Wajahnya dimajukan untuk mencari-cari kertas yang dibentuk bola itu di bawah sana. Matanya di gerakkan dengan cepat menulusuri tempat yang sekiranya benda itu mendarat di sana.
Alma dan Dini berdiri di samping kanan dan kiri Tara, membantu cewek itu menemukan bola kertas itu. Ketiganya, sama-sama menunjukkan muka panik sampai beberapa siswa yang melintas menoleh ke arahnya heran.
"Itu dia!" pekik Dini dengan semangat sambil menuding bola kertas yang letaknya di bawah tiang bendera, kala matanya menemukan bola itu.
Tak perlu membuang-buang waktu, Tara langsung berlari menuju ke arah tangga. Dengan kemampuan kaki yang dia miliki, Tara menuruni dua anak tangga sekaligus. Bukan apa-apa, tapi dirinya takut kalau bola kertas itu di ambil oleh guru dan diberi hukuman karena dikira membuang sampah sembarangan. Kalau itu sih masih mending, tapi kalau dibaca juga kan... bahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OZARA
Teen Fiction"Semua berawal dari adu mulut teman sebangkuku dengan laki-laki yang mengerjaiku sewaktu MOS. Ada perasaan aneh hinggap disana. Entah mengapa dia selalu muncul di setiap masalahku. Menyeretku ke dalam lingkaran kelabu. Tak ada kejelasan disana. Terk...