Tamara Haruka

98 25 17
                                    

Disinilah aku berada. Di depan sebuah gundukan tanah sambil menaburi bunga. Disini aku tidak menangis. Hanya saja, menahan diri untuk tidak menangis.

Enam tahun lamanya ditinggal oleh orang yang sudah terkubur di depanku. Selama itu juga aku lelah menangis. Ya.... dia adalah Mamaku. Wanita yang melahirkanku.

"Tara ayo pulang, udah sore," ucap wanita disampingku dengan lembut.

Kulihat jam disebelah kiri pergelangan tanganku. Sudah jam lima sore. Aku mengangguk seraya berdiri dan beranjak meninggalkan makam mama.

"Kamu udah siapin peralatan buat sekolah besok?" tanya wanita itu.

"Belum, nanti aja," balasku

"Hmm yaudah jangan sampai ada yang ketinggalan ya. Besok kan hari pertama kamu sekolah setelah MOS. Pasti lucu ya kalau kamu udah dihukum lari di lapangan dihari pertama sekolah," Ujar wanita itu seraya terkekeh membayangkan hal yang diucapkannya.

"Apasih bunda jangan gitu dong, kan akunya jadi ikutan ngeri," rengekku yang kusertai dengan candaan.

Ya. Aku memanggilnya bunda. Bunda Naya. Wanita yang sudah menjagaku dua tahun belakangan ini. Wanita yang memberiku kasih sayang layaknya seorang ibu yang sudah lama kurindukan.

Aku bersyukur papa menikahi wanita sepertinya. Baik hati dan pecinta tanaman. Aku tidak mengerti mengapa orang sebaik bunda bisa diceraikan oleh suaminya yang dulu. Ah sudahlah aku tidak mau ikut campur masalah orang dewasa hehe.

"Cie udah SMA cieee. Jangan lupa ya ceritain ke bunda hari pertama kamu sekolah besok. Siapa tau ada yang naksir kamu," godanya seraya terkekeh geli dengan jari telunjuk kanannya menekan-nekan pipi kiriku.

"Hahahaa nggak mungkin ada yang naksir aku. Adanya juga aku yang naksir cowok."

"Ih gitu ya sekarang udah ngerti masalah cowok. Udah bisa bedain mana yang cogan mana yang enggak. Kamu boleh aja pacaran tapi tetep inget sama yang namanya belajar." Tuturnya sambil menaiki mobil karena kita sudah sampai parkiran dan berlalu pulang ke rumah.

"Oke bunda siap." Balasku sambil tersenyum.

***

"Haai kak Vanya ih sumpah gue kangen banget sama lo setelah sekian lama lo nggak pulang ke Jakarta. Pokoknya lo kudu harus wajib pulang minggu ini nggak mau tau." Cerocosku saat mengetahui orang diseberang sana muncul didalam laptopku karena adanya aplikasi bernama skype.

"Ih apasih Tara lo berisik banget tau," keluh orang di seberang sana yang kupanggil kak Vanya

"Ya habisnya udah satu bulan dan lo nggak pulang buat nengokin adek lo yang cantik ini?" Balasku dengan menunjukkan wajah sok cantik khasku.

"Ogah sih gue nengokin lo. Secara lo itu ribet banget. Gue heran kenapa punya adek yang spesiesnya kayak lo. Untung aja sekarang gue lagi di Surabaya, jadi nggak kena deh itu virus lo." Katanya yang membuatku tidak bisa menahan tawaku untuk meledak.

"Hahahahaa sa ae lo. Ya seenggaknya jenguk nyokap lo gitu. Helloo anaknya bunda yang asli, maksudnya yang asli dikandung sama bunda, masa iya sih bunda cuma ngurusin gue doang. Kan gue jadi ngerasa nggak enak sama lo. Kayak, gimana yaa, nggak adil gitu. Pokoknya gitu lah intinya." Jelasku panjang lebar sambil duduk menyender dikepala kasur dan meletakkan laptopku diatas bantal bergambar wajah cameron dallas.

Dan benar saja. Orang yang kupanggil kak Vanya, atau yang memiliki nama lengkap Zevanya Emeralda, tak lain adalah kakak tiriku. Dia satu tahun lebih tua daripada aku. Saat ini dia tinggal di Surabaya karena permintaan neneknya yang sakit. Satu bulan sekali dia ke Jakarta. Tapi kita sudah sangat akrab layaknya saudara kandung yang tidak bisa terpisahkan.

Dia cantik, alisnya tebal alami, hidung mancung, dan bibir yang tipis, ditambah tubuhnya yang---anak jaman sekarang ngomongnya--- body goals, dan feminim alias cewek banget.

"Udah deh muka lo itu nggak cocok kalo ngomong serius. Kayak telor yang digoreng terus lengket. Abstrak. Oiya gimana kabar bunda sama papa?" Tanyanya yang sebelumnya mengataiku terlebih dahulu.

"Anjir lo bangsta. Mereka baik. Gue juga kabarnya baik kok walaupun lo nggak tanya tapi gue kasih tau. Baik kan gue kurang apa coba."

"Najis. Kurang waras. Bhay gue tutup." Ucapnya dengan cepat dan langsung mematikan acara video call ini secara sepihak.

"Lah dimatiin. Dasar ya emang upil kutu seenaknya aja. Belom tau siapa gue yang sebenarnya. Awas aja kalau pulang ke Jakarta nggak gue bukain pintu dan gue acak-acak kamarnya. Emang ya dasar bang toyib nggak pulang-pulang." Aku bermonolog ria sambil bersumpah serapah dan segera mengembalikan laptopku ketempat semula. Meja belajar.

Aku merebahkan diri di atas kasur sambil melihat langit-langit kamar. Aku berfikir. Membayangkan akan jadi seperti apa masa-masa SMA nanti.

Akankah seperti salma? Tidak-tidak, aku tidak sekaku itu. Shinta? Jadi pengagum rahasia yang hanya bisa melihat dari kejauhan? Milea? Adara? Bianca? Atau jangan-jangan Gatari? Si cewek hyperaktif yang pacarnya badboy akut tapi bikin gemay? Ah aku jadi pusing memikirkan tokoh fiksi itu yang nggak akan pernah muncul dihadapanku itu.

***

Hai ini adalah cerita pertama aku.
So, i hope you guys like this story.
Maaf kalau ada typo atau kesalahan tata penulisan.
Maklum masih pemula, hehe.
Jadi,
Jangan lupa vote+comment :)

3 Januari 2017, 21:33

Love, Winda.

OZARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang