Karena Hidup Tidak Fana

7.8K 1.5K 89
                                    

Sore itu, seorang pria bertopi gelap mendatangi sebuah toko bunga. “Aku ingin beli semua mawar. Ingin mengahamburkan uangku, karena aku tahu, hidup itu tidak fana.” Dia tersenyum percaya diri di hadapan seorang pegawai toko.

Pegawai toko bunga itu tersenyum masam. Di saat bersamaan, tangan cekatannya mulai merapikan tangkai-tangkai mawar. “Kau boleh bicara begitu, tapi mawarmu tidak.”

Pria itu melirik tidak suka. “Mawarku menebarkan cinta; cinta membawaku pada keabadian,” kalutnya lagi.

Masih sembari menyiapkan mawar-mawar untuk pria itu, pegawai toko tersebut kembali bertanya, “Akan kau apakan mawar-mawar ini setelah kau beli? Apa kau menyimpannya sendiri?”

“Tentu tidak. Aku memberikannya cuma-cuma pada orang-orang yang kukenal. Karena hidup tidak fana; aku menghamburkan mawarku,” katanya dengan penuh percaya diri—lagi.

Penjaga toko itu tersenyum tipis. “Pantas saja kau tidak percaya fana,” katanya pelan, pria itu melirik bingung.

Pegawai toko itu memberikan buket-buket mawar yang sudah dikemas sedemikian rupa. Sambil tersenyum tipis, ia menepuk bahu pria itu sambil berbisik: “Karena kau tidak akan pernah paham arti fana hingga menyaksikan kelopak-kelopak bunga berguguran di depan matamu.”

Manusia di Balik Kaca JendelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang