Teman-teman, kalian dimana? Apakah kalian juga ikut terjebak sepertiku di tempat ini?
----- -----
"Ayo! Kau ikuti aku," ajak kakek tua kepadaku."Mau kemana kek?" tanyaku sambil menarik-narik tali kekangnya momi.
"Kau akan ku ajak ke desa kami," jawab kakek tua sambil berjalan pergi.
Aku juga tidak mau terus berada di gubuk reyot dan bau ini. Aku ikuti kakek itu sambil membawa empat ekor momi.
"Desa? Dimana desanya? Orang disini hanya ada hutan," pikirku.
"Kita akan pergi ke desa yang berada di bawah pohon raksasa di depan itu," jelas kakek tua memberitahu.
"Wiiih ! Pohon yang di sana itu gede baget, tinggi... lagi," ucapku sambil melihat pohon raksasa yang menjulang tinggi ke langit.
Hari sudah mulai terang. Suasana hutan yang tadinya gelap dan menyeramkan, sekarang menjadi terlihat dengan jelas.
Semakin jauh aku berjalan, lama kelamaan pohon-pohon di sekitarku mulai berbeda warna daunnya. Bentuknya seperti pohon sakura, tapi daunnya ada yang merah muda, kuning, merah, dan ada juga yang ungu.
"Geblek nih dah! Sebenarnya gua itu ada di negeri dongeng atau kayangan sih?! Eh, tapi kalo di kayangan masa ada si tua bangka kayak kakek peot itu?" pikirku dalam hati.
"Kek, desanya masih jauh ya? Saya udah capek nih kek," keluhku sambil beristirahat sejenak.
"Wahai anak muda, bukannya kau seorang laki-laki? Baru berjalan beberapa langkah saja sudah terkapar seperti itu," ujar kakek tua sambil terus saja berjalan.
_____ SRLUUP ... SRLUUP ...
"Waaa!!!" Aku berteriak ketakutan ketika tiba-tiba momi itu menjilati pipiku.
"Dasar bedebah! Jijik banget ini aduh ... " ucapku sambil mengelap air liur momi yang lengket dan berwarna hijau pada pipiku.
Berhubung gak ada lap, aku pakai jaketku saja, dan aku buang saja jaketnya, hih.
Kakek tua itu bilang kalau perjalanan baru saja beberapa langkah, tapi rasa-rasanya seperti sudah berjalan berkilo-kilo jauhnya.
"Fiuh, untung saja di sini gak ada orang ya, kalau ada yang lihat bisa-bisa hancur reputasiku," batinku.
"Hahahaha ... Bangun anak muda, bangun. Mungkin momi itu suka padamu," ucap kakek tua itu terkekeh.
"Kek, saya benar-benar sudah lelah kek, ampun kek," rengekku kelelahan.
* seorang Ben Kim? memohon-mohon?
"Tenanglah wahai anak muda, kita sudah sampai di desa kami, Desa Mumucha. Lihat gerbang itu!" seru kakek tua sambil menunjuk gerbang besar dengan tongkatnya.
"Apa?! Desa Mumucha?! Wooow! Gede banget!" ucapku takjub ketika melihat pintu masuk desa itu. Bentuknya seperti akar pohon besar yang melingkar.
"Selamat datang di desa Mumucha," kata kakek tua.
"Pak Kepala Suku! Pak Kepala Suku ... !" teriak seorang laki-laki tiba-tiba datang menghampiri dari arah desa.
"Iya Jun! Ada apa?!" seru kakek tua.
"Ha? Pak Kepala Suku? Jadi ... kakek ini ... kepala sukunya desa ini?!" pikirku terkejut.
"Kepala Suku, kami mencemaskan anda. Dari mana saja anda sejak pagi tadi? Dan, siapa orang asing berpakaian aneh ini?" tanya laki-laki berambut gimbal itu sambil menunjukku dengan tangannya yang buntek.
"Kurang ajar! Aktor terkenal kayak gua dibilang aneh? Dasar orang-orang bodoh primitif!" batinku menahan kesal.
"Oh ya, tadi aku menemukannya terkulai lemah di kandang momi yang di tengah hutan," jelas kakek kepala desa.
"Sialan! untung aja gak ada fans-fansku di sini. Kalo ada, bisa jadi bahan bullyan nih!" batinku sambil mengepalkan tangan dengan kesal.
"Oh ya, aku lupa menanyakan namamu anak muda, siapa namamu?" tanya kakek kepala desa.
"Na, namaku Ben Kek," jawabku.
"Hey kau jangan lancang memanggil dengan sebutan Kakek ya!" bentak laki-laki dari desa.
"Ma ... maaf, saya tidak tau, saya harus panggil apa?" sahutku takut.
"Sial! Dia berani membentakku? Kalau aja ini dunia normal, udah gua masukkin ke penjara dia!" pikirku dengan emosi.
"Panggil Pak Kepala Suku! Ingat itu!" perintah laki-laki itu dengan menekan kata Pak Kepala Suku.
"I, iya. Baik!" sahutku turut.
"Baik Ben, kau boleh tinggal di desa kami. Di desa kami ada tempat penampungan untuk manula, tapi kau boleh tinggal di sana," jelas pak kepala desa.
"What?! Tempat penampungan manula?! Emang gua udah kakek-kakek apa?! Gak mungkin, gua bisa mati nanti!" pikirku dengan mata yang melotot.
"Kenapa matamu seperti itu? Kau tidak mau? tanya laki-laki desa.
"Eh, eh iya, saya mau kok," jawabku terpaksa. Aku benar-benar tak punya pilihan lain.
* padahal ogah banget
"Juno, kau antarkan Ben ke tempat penampungan," perintah pak kepala desa.
"Ooh, jadi namanya Juno. Dasar Juno bedebah! " ucapku dalam hati.
Aku pun mau tak mau ikut masuk ke desa, kulihat ada banyak orang berkerumun di dekat gerbang.

KAMU SEDANG MEMBACA
MATI SURI
FantasyKisah seorang laki-laki yang terjebak di dunia lain setelah ia tak sadarkan diri. Ia mengalami berbagai hal yang aneh dan menegangkan di dunia tersebut. Ia terus berjuang agar bisa kembali ke dunia nyata.