Aku berhasil berada di luar penjara. Pepohonan hijau di hadapan dan sungai di timurnya, benar-benar menyihirku. Aku berusaha menghirup udara sedalam-dalamnya. Arus sungai terlihat lebih deras, dan pepohonan terasa lebih lebat dan besar dari yang kukira, menutupi pemandangan hasil tenunan burung-burung dalam terbangnya di langit. Ya, ini adalah penjara eksklusif di tengah hutan yang dibuat oleh para kaumku. Tampak semak belukar dari atas, dan batu raksasa dari sisinya, strategis.
Aku masih terdiam, sementara dua pintu penjara itu sudah tertutup kembali di belakangku. Mata kubuka lebar-lebar, membiarkan pupil menerima yang namanya keindahan sejenak. Maklum sudah lama aku hanya melihat batu dan batu, gelap dan gelap.
"Mary Anka. Selamat kembali ke dunia." Suaranya halus, namun tak sehalus ucapannya yang menyindir diriku dengan tajam. Walau aku sedikit setuju atas pernyataannya tentang kembali kedunia. Anggukan kecil kuanggap sebagai balasan padanya. Dia adalah sepupuku yang datang menjemputku sendirian.
"Apakah kau mau segera pulang untuk mandi Mary Anka? Atau berkeliling hutan dulu?" Tawarannya lagi-lagi menyindirku tajam. Membuatku semakin enggan untuk menatapnya. Tapi akan dengan siapa aku pulang? Dengan kaku, cepat-cepat kusisir rambutku berulang kali. Terasa kasar dan kering, dan aku harus menyetujuinya, lagi.
"Sepertinya aku bosan berkeliling hutan, Jhon." Pahit sebenarnya untuk kukatakan. Dan Jhon hanya terkekeh dengan sebingkai senyumnya yang menyebalkan. Mempersilakan aku untuk menunggangi kuda di belakangnya.
Gerakan kudaku tak kalah cepat dibanding sepupuku. Melenggak-lenggok diantara pepohonan yang tumbuh. Seharusnya aku hapal jalan menuju rumah, tapi aku rasa pohon-pohon baru yang menjulang telah mengganti jalurnya, ditambah silau matahari yang muncul dari bilik-bilik pepohonan.
Suara burung elang makin terdengar keras kelaparan, ketika aku melihat seekor serigala putih sedang menatap mataku lekat, seperti mengawasiku di bawah bayang-bayangnya. "Jhon, ada serigala putih mengawasi kita dari barat. Mungkinkah ia seorang enlea?" Jhon cepat mengalihkan pandangannya. Berhenti sejenak. Namun, serigala putih itu sudah hilang dimakan angin.
"Lebih baik kita bergegas." Katanya singkat namun penuh arti. Ia mengibaskan tali pada kudanya, dan aku hanya mengikuti perintahnya.
Enlea adalah nama dari salah satu kelompok bangsawan yang akan mengambil peran dalam kisah ini. Mereka mampu merubah wujud mereka menjadi hewan tertentu. Dan hobi mereka terkenal dengan suka melanggar aturan, salah satunya memasuki batas secara diam-diam, menyelundup. Cukup berbahaya.
Aku mulai merasa letih mengikuti langkah Jhon yang semakin cepat. Apalagi aku harus menyeberangi sungai yang berkekuatan lebih besar dari kuda yang kutunggangi.
"Anka, kau rupanya bertambah lambat. Cepatlah!" Kata Jhon yang yang telah sampai di seberang sungai.
"Jhon, menyingkir dari situ!" Suaraku melengking cepat, namun rupanya terkaman seekor serigala menukik tepat dileher kuda yang Jhon tumpangi lebih cepat. Jhon dan kudanya terguling hingga kembali ke sungai. Namun ia dalam keadaan yang berbeda. Kudanya terlepas dari kendalinya. Tergerak-gerak meminta tolong, sedang si serigala ikut kepanikan di atas tubuh sang kuda yang terbawa arus deras. Dan itu adalah seekor serigala yang aku lihat tadi. Jhon bergegas meraih kudanya dalam sungai. Sedangkan aku bergegas menepikan kudaku dan berusaha mengejar pohon yang telah tumbang. Tak jauh untuk meraihnya, hanya berlari beberapa langkah aku mencapainya sebelum dua ekor hewan itu mendahuluiku.
Dengan sekuat tenaga kudorong pohon itu untuk menutupi jalurnya. Bukan takut karena setelahnya adalah air terjun, tapi banyak batu-batu tajam mengancam di sana. Dua ekor hewan itu semakin mendekat, tapi pohon yang kudorong masih saja lambat untuk total mencapai sungai, bahkan setengahnya saja belum.
"Cepatlah Anka!" Teriak Jhon yang semakin kewalahan.
"Jhon aku tak sanggup." Nafasku tersengal-sengal alih-alih masih mencoba mendorongnya. Berat. Malah rasanya semakin berat.Seperti sebuah keajaiban, tiba-tiba kuda dan serigala itu terlempar ke tepian sungai. Mereka selamat, namun Jhon yang tersisa di sungai kini menghilang. "Jhon!" Teriakku panik, namun tanpa kusadari rupanya ia juga telah disana, bersama dua hewan tadi. Jhon mengeluarkan kekuatannya. Itu sudah jelas. Karena kami adalah kaum Tin, si bayangan. Nama itu menjadi yang terpendek dibandingkan nama kaum bangsawan lainnya. Dan seperti yang Jhon lakukan. Kami mampu mengendalikan bayangan makhluk, dan bersembunyi dibaliknya.
Dengan kudaku, aku menyebarangi sungai dengan cepat dan cekatan. Menghampiri sepupuku. Wajahnya pucat lagi penuh air. Lunglai bersama dua hewan yang juga sama lunglainya.
"Jhon, apa terasa sakit?" Ia mengangguk perlahan.
"Santai Jhon, masih ada aku yang akan mengantarkanmu pada para penyembuh. Ingat?" Aku berusaha menampakkan kegunaanku. Mumpung keadaan dia sedang lemah, kugunakan kesempatan ini untuk membalas sindiran-sindirannya.
"Percuma."
"Maksudmu per--" Seperti kilat menyambar bumi, serigala putih itu lari dari kami. Aku berdiri saja belum, serigala itu seketika berhenti terpaku di atas bayangnya.
"Ada aku, ingatkan?" Aku hanya menghela napas panjang, melihatnya tersenyum meremehkanku. Sekarang aku mengerti maksud dari kata percumanya. Dan lagi-lagi aku seperti kutu tak berdaya di depannya. Tak berkuasa melakukan apa-apa.
Jhon mencengkram makin kuat. Serigala berbulu putih itu makin kesakitan. Nampaknya aku tak asing dengan pemandangan ini. Dengan mulutku yang hanya mampu menganga dan mata yang terpaku, aku melihat sendiri bagaimana bulu putih serigala itu meremang menjadi balutan kain merah kegelapan. Ekor menyusut, cakar-cakar menjelma jari-jari, dan wajah itu. Wajah seorang pria dengan anting perak melingkarnya. Seorang enlea.
🐺🐺🐺
Apa yang diinginkan Enlea disini?
😮😲😐😧
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK HEART
Fantasy"Semua yang kutatap bukanlah dia. Semua yang kutatap janganlah dia. Semua yang berkacamata bulat bukanlah dia, bukan!" - Itulah yang dikatakan Anka pada dirinya. Merasa bodoh atas kelakuannya pada malam perayaan setapak rembulan. Yang merubahnya m...