Aku berlari padanya, mangambil duduk cantik diatasnya. Membuat jelmaan serigala itu ambruk dengan bobot yang kupunya. Dan ia hanya bisa meronta-ronta keranjingan sekarang, seperti serangga yang tengah terjepit. Tapi ia memang sedang terjepit, terjepit olehku.
Ibarata anak yang masih polos aku bertanya padanya. "Hai, rupanya kau Enlea. Kenalkan, namaku Anka, siapa namamu?" Senyum tersimpul jelas. Namun tidak dengan John yang malah geram melihatku. "Diam! Kau tidak boleh berkenalan sembarang! Pegang dia erat-erat!" Oke, kali ini aku hanya menurut perkataannya, tapi lihat saja saat setelah malam setapak rembulan. Tak hanya perkataanku yang kau turuti, tapi setiap gerak-gerik yang kulakukan harus kau perhatikan, oke John.
"Siapa namamu enlea?" Suara tegas John lagi-lagi berkicau jelas ditelingaku, tapi bukan padaku.
Dalam posisinya yang terjepit ia masih saja angkuh menjawabnya. "Lepaskan!" Karena geram juga padanya, kutarik saja kupingnya. Dan ia hanya mengaduh kesakitan.
"Kaum kita tidak diatas permusuhan. Jawablah." Aku coba membantu John.
Tatapannya masih angkuh. Dan sejenak tanpa jawaban darinya membuatku lebih menarik kupingnya . Tapi, sekejap ia memutar badannya, menggulingkanku ke arah belakang. Dan ia melompat menapaki kepala John didepannya cepat dan penuh perhitungan. Membuat lelaki tegap berambut coklat itu ikut ambruk bersamaku.
Langkah pria enlea yang belum diketahui namanya itu kembali menjelma menjadi serigala putih. Berlari cepat di timur pohon-pohon, menghindari bayangan. John cepat menyusulnya, berteleportasi dari bayang pohon satu ke bayang pohon lainnya.
John tak menyerah, dirinya berhasil menyusul si serigala. Namun karena susah menangkap bayangannya, pedang ia hunuskan berkali-kali saat mendapati serigala tepat didekatnya. Tapi serigala rupanya bertambah pandai. Dirinya mudah mengelak dari setiap serangan.
John yang tiba-tiba muncul dari balik bayang pohon didepannya, menghunus cepat mengarah ke serigala. Tapi John kalah cepat. Serigala putih itu menukik cepat berbalik, dan ajaibnya ia telah menggiring Jhon pada perangkapnya. Seekor ular hijau yang sedikit kemerahan diekornya tepat menerkam lengan John. Gol yang final.
"Aaaa................"
Teriakan John menjulang ke sisi-sisi hutan. Membuat beribu burung terkaget dan terbang berhamburan. Tapi aku bukanlah burung-burung itu. Walau sedikit gemetar aku teguhkan posisiku, makin siaga dengan pedang yang telah kupegang. Bermata kanan dan kiri, dengan taburan batu zamrud kuning yang dihancurkan. Yang konon selalu mengincar tepat ke ulu hati lawannya.
Derap langkah terdengar cepat menghampiriku. Semoga saja ini kabar baik. Samar-samar terlihat makhluk berkaki empat, berekor lebat, dengan bulu yang cerah. Juga giginya bertaring tajam. Dan itu adalah, adalah, aduh agak sulit aku melihatnya, dan ia adalah... rubah?
*
John membanting, tambahkan pula mencekiknya. Mulut ular itu memperlihatkan rahangnya yang berhiaskan gigi-gigi runcing. Pedang terjatuh bebas ke tanah. Dan tak lama, tubuh ramping ular itu membesar. Sepasang kaki merubah ekor manjanya, juga rupa seorang wanita berambut hijau panjang yang terlihat aneh dalam cekikan John. Enlea lagi, Anka!
Tanpa perkenalan John membawanya berteleportasi, tak luput pedangnya. Pindah dari satu bayangan ke bayangan lainnya dengan tetap mencekiknya.
*
Rubah itu berlari cepat mengarah padaku. Ia datang, datang, dan tiba-tiba melompat di atasku. Aku siap memainkan pedang. Satu ayunan pedang melesat kearahnya. Entah mengenai atau tidak, kubalikkan tubuhku dengan harap ia telah terjatuh dengan simbahan darah dari ulu hatinya. Dan alhasil, aku gagal. Tak apa, aku bisa mencobanya dilain waktu. Tapi aku patut bersyukur, karena rubah itu rupanya berusaha menolongku.
Aku mundur beberapa langkah untuk kekagetanku. Melihat serigala putih yang sudah siap membunuhku tiba-tiba, tapi untungnya pahlawan datang menjemput terlebih dahulu. Peraduan yang ketat. Antara serigala dan rubah keduanya sama kuat. Satu ayunan cakaran rubah mengenai perut serigala, tapi cakaran lain dari serigala menghujam tepat di muka rubah. Saling mencakar, merobek hingga yang terdalam. Dalam kepulan debu yang mengepung, mereka masih belum usai. Pahlawanku, berjuanglah.
Masih bingung dalam terpaku, muncul suara lantang tiba-tiba. "Anka......." Badan tegapnya melompat lagi rambut yang melambai-lambai dari bawah bayang pohon didekatku. Pedangnya menusukkan langit dikiri dan mencekik seorang wanita dikanannya, John. Wajah lembutnya nampak dramatis dengan sisihan sinar mentari. Dan turun dengan gaya sok pahlawannya.
"John? Apa yang--"
"Jangan sampai dia lolos!" Seorang wanita kulihat melayang dari tangannya. Terhempas jatuh dengan kasar, dan pasti itu sakit. Dengan kewalahan wanita itu kududuki, dan tangannya terapit tubuhnya sendiri. Beda halnya dengan tadi, kali ini kujambak rambutnya, mumpung panjang.
John mengarah pada rubah dan serigala. Satu cengkraman tangannya cukup membekukan mereka, bayangan mereka terpegang oleh John. Gigitan serigala hampir menyentuh kaki belakang rubah, dan cakar rubah tengah menerkam serigala di atasnya. Bingo! Akhirnya aku bisa merasa kelegaan merayapi tubuhku. Melihat pahlawan dan pembunuhku berhenti, walau mungkin sejenak.
John memainkan mereka layaknya hanya sebuah boneka tangan. Memisah dan mulai meremas mereka. Dan hal itu terjadi lagi, sosok jelmaan hewan yang berubah menjadi manusia. Siapakah gerangan pahlawan itu dalam diri rubah? Mataku benar-benar tak henti melototinya. Desis darah memuncak deras keriangan, menyulam senyum penuh harap akan mengetahui sosok pahlawannya pagi ini. Dan kini dimulai perlahan-lahan, ekor lebatnya menghilang, kaki berkuku menggantikan cakarnya, seringai taring tajam berubah senyuman dari bibir tipisnya. Tapi, tunggu, tunggu, ia "Aaaaa.............."
Satu teriakan lepas dari mulut gadis berambut kotor ini. Membuat daun berjatuhan lebih cepat, dan beribu burung yang telah bertengger lagi-lagi terkaget dan terbang berhamburan.
🍃🍃🍃
Kenapa lagi dengan Anka?
😒😌😐😘
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK HEART
Fantasy"Semua yang kutatap bukanlah dia. Semua yang kutatap janganlah dia. Semua yang berkacamata bulat bukanlah dia, bukan!" - Itulah yang dikatakan Anka pada dirinya. Merasa bodoh atas kelakuannya pada malam perayaan setapak rembulan. Yang merubahnya m...