Chap 1

2.2K 30 3
                                    

Edited!

Itu pictnya Hunter

Ah, london memang sangat indah kalau sedang musim dingin.

Gadis itu sudah mencari tempat duduk di cafe yang nyaman itu ketika seoang pelayan mendatanginya, ia langsung mengatakan pesanan favoritnya, teh dan donat.

Suasana ini juga favoritnya.

Dimana ia bisa dengan senang memandangi keadaan sekitar saat sedang musim dingin. Semuanya jadi serba putih. Asap-asap yang menegepul dari semua cangkir, makanan hangat,

Ia tengah melamun ketika Hunter- adik angkatnya- menelponnya.

"ada apa ?" tanyanya santai

"kau dimana! aku akan segera menjemputmu!"

aneh, Hunter? adiknya akan menjemputnya? ini peristiwa langka

"aku di cafe biasa, ada apa Hunter? Tumben kau mau menjemputku" jawabnya.

"Mom and Dad, mereka kecelakaan Azizah!" teriak pria itu dari ujung telfon

Gadis itu tidak menjawab bentakkannya. Ponselnya telah sukses jatuh ke lantai. Tubuhnya lemas. Ia berusaha bangkit dan berjalan keluar.

Ayolah...

Ini tidak benar-benar terjadi bukan?

-------------------------------------

Mereka tiba ketika semuanya sudah terlambat.telah tiba di rumah sakit. Tapi semuanya sudah terlambat. Mom and Dad sudah meninggal.

Ia sudah tidak bisa bergerak lagi. Yang bisa ia lakukan hanya menangis, menangis, dan menangis di sepanjang pemakaman.

"Hei, ayo kita pulang" senggol Hunter.

Tapi tidak ada respon yang berarti dari Azizah. Ia malah memeluk pusara kedua orang yang sudah menyayanginya seperti seorang anak.

"Hei, ayolah..." Hunter masih berusaha membujuk Azizah. Nihil. Tetap tidak ada hasil.

Ck.

"Hei! Ayo pulang Azizah! Jangan malah makin menyedihkan begitu! kau harus segera bangkit azizah! kau tahu aku tidak mungkin mengangkatmu kan?"

ya, Azizah Yusuf adalah seorang muslim yang diadopsi oleh keluarga kristiani. Meskipun begitu, mereka tidak melarangnya untuk berjilbab dan beribadah. Ia benar-benar sangat sayang pada keluarga ini.

"Hunter, setelah ini, kita akan kemana?" tanyanya, masih memandangi nisan Suami-istri Smith.

"kita langsung ke rumah, pengacara Dad akan membacakan surat wasiat."

Akhirnya, ia menuruti Hunter, masuk ke mobil dengan tenang, tapi tetap lemas.

"Hunter," panggilnya

"apa?" jawabnya tanpa memalingkan wajah dari jalanan.

"Setelah ini aku akan tinggal dimana?"

ciiiittttt, Hunter mengerem mobil dengan tiba-tiba. Matanya menatap tajam Azizah

"Dari semua yang terjadi sejak kemarin, pertanyaan barusan adalah yang paling tidak masuk akal." katanya.

"Maksudmu?"

"Azizah, kau itu sudah ada di keluarga kami sejak aku belum lahir, Ayah dan Ibu bahkan lebih menyayangimu daripada aku." Ia sudah mulai melajukan mobilnya lagi.

"Jadi..."

"Please, ini bukan saat yang tepat untuk mengnonaktifkan otak lemotmu itu! Hidupkan mereka!"

"Aku bercanda Hunter! kau mau apa untuk makan malam nanti? Pancake? atau Spagetti?" tanyanya.

"memangnya kau bisa memasak?" jawabnya, aku menjitak kepalanya, Hunter tertawa keras, seperti tawanya Dad. Ia sangat mirip dengan Dad.

Ia mewarisi rambut coklatnya Dad, tapi, matanya, itu mata Mom... mata coklat yang menenangkan. oh, ia sangat merindukan mereka..

-------------------------------------

"Jepang?" tanyaku berbarengan dengan Hunter.

"ya, Jepang Mr. Smith. itu tertulis jelas di surat wasiat mereka. Bahwa nyonya Azizah harus segera pindah ke Jepang, dan tinggal bersama keluarga Razak di Tokyo." kata pengacara itu.

"Tapi," Hunter ingin memotong omongan pengacara itu.

" Ok" kataku lantang.

Hunter dan si pengacara yang sedang berdebat menoleh.

"aku akan pergi ke Jepang. Aku akan menuruti semua permintaan Mom, Hunter.. aku sudah berjanji..." bujuknya. Wajah Hunter kembali mengeras, alisnya bertaut kesal.

" masalahnya, bukan itu saja isi surat wasiatnya, nyonya azizah," lanjut si pengacara.

"kau, diharuskan menikah dengan putra Mr. Razak"

"yah, tentu saj- APA!" semburnya.

"aku menerima keputusan untuk pindah ke sana, tapi, menikah? oh, tidak-tidak... Demi Allah, aku baru 21 tahun!! Dan hanya allah yang boleh menentukan jodohku." jawabku seraya melihat Hunter, meminta batuannya.

"terserah" jawabnya sambil mengendikkan bahu.

Ia menunduk, aku tidak tahan melihat matanya. Mata yang selalu mengingatkanku pada Mom

AzizahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang