Yonaka menaiki tangga menuju pintu puncak dari kastil Mogeko dengan lunglai. Bagiamana tidak? Ia telah kehilangan seseorang yang telah membantunya menyusuri setiap tangga dalam kastil hingga kakinya berpijak di tangga ini sekarang. Defect Mogeko telah tiada. Ia disalib diatas salib merah dan dibakar dengan banyak luka ditubuhnya, bahkan satu tangannya hilang entah kemana dan hanya menyisakan darah yang menetes dilengannya yang telah putus. Tubuh hijau dengan darahnya terbakar dalam api yang menjilat tubuhnya dan menghanguskan setiap inci kulit dan dagingnya.
Hati Yonaka telah hancur dan tak berdaya. Ia merasa sudah membunuh Defect Mogeko, dengan penyesalan yang amat dalam. Senyum makhluk hijau yang terakhir itu lewat didalam pikirannya. Sambil mengadahkan tangannya yang berlumuran darah Defect Mogeko, Yonaka hanya bisa kepergiannya dengan hati yang perih. Air matanya bahkan sudah kering hanya untuk menangisi makhluk hijau itu.
Sampai di depan pintu besi besar, ia membukanya dan masuk ke dalamnya. Saat ia sadari, ia sudah berada dalam sebuah bus yang tengah berjalan. Yonaka mengucek matanya yang kering karena bangun tidur dan menoleh keluar jendela. "Ini bus yang biasa aku tumpangi menuju rumahku..."gumamnya. Ia merasa bermimpi aneh dan seolah sudah tidur lama sekali.
"Defect Mogeko..."gumamnya lagi.
Ia tak yakin kalau semua itu hanyalah mimpi. Namun, semuanya berubah saat ia melihat tangan kanannya terdapat bercak darah merah yang sudah mengering. Ia terkesikap. Ternyata itu bukan mimpi. Defect Mogeko sudah mati dan ia mulai menangisinya lagi. Namun, suara bus yang mengumumkan bahwa ia akan segera sampai di tempat tujuan pun menyadarkannya. Saat bus berhenti, Yonaka segera turun keluar.
"Ah, akhirnya sampai..."
Ia berjalan menyusuri jalan menuju rumahnya. Sampai dirumah, keadaan sangat gelap dan sangat sepi. Namun, ia bernafas lega karena sudah sampai. Ia buka pintu rumahnya dan masuk ke dalamnya. Ia bertanya-tanya, apakah kakaknya sudah di rumah? Ia melihat pintu dapur terbuka sedikit dan sabuah cahaya keluar dibaliknya. Artinya ada orang di rumah.
Dengan antusias, Yonaka berjalan menuju dapur dan membuka pintu. Ia masuk ke dalam dan......hal yang tak terduga pun ia lihat. Seluruh ruangan ditutupi oleh cipratan darah, baik lantai, perabotan, maupun dindingnya. Ada banyak organ dan anggota tubuh yang terpisah di beberapa pojok ruangan. Mata, tangan, lidah, usus, semua berceceran di mana-mana, sepertinya ada pembantaian saat Yonaka pergi.
Namun, yang lebih membuatnya takut adalah sosok kakaknya yang sedang berdiri dengan pisau berlumuran darah di depan matanya, Shinya. Shinya berbalik dengan wajahnya tertutup poni yang panjang. Senyumnya mengembang saat tahu adik tercintanya sudah pulang, tapi tentu saja itu bukan senyum yang biasa orang berikan pada saat selesai membunuh.
"Akhirnya kau pulang, Yonaka."
Yonaka tak bergeming saat ia mendapat sambutan 'hangat' dari sang kakak. Shinya berbalik dan menghadapkan wajahnya pada Yonaka. Mata merah menyala menatap Yonaka penuh arti.
"Kamu lama juga pulang. Tapi tak apa, aku jadi punya waktu lama untuk bermain dengan mereka. Aku potong lidah mereka karena mereka terlalu berisik saat aku bermain dan tentunya juga dengan memotong-motong tubuh keduanya. Aku senang saat melihat wajah mereka dalam waktu yang lama sampai kamu kembali."ujarnya.
Yonaka masih diam tak bergeming.
"Aku keluarkan organ mereka karena aku pikir pasti berat untuk membawanya setiap hari. Jadi aku juga merobek perut mereka dan mengeluarkan semua isinya. Dan...oh! aku juga memotong paru-paru mereka karena kulihat juga mereka tidak bisa bernafas. Lalu, jantung juga kupotong karena didalamnya terdapat banyak darah yang bisa kugunakan untuk melukis semua ruangan ini. Menyenangkan bukan?"tambah Shinya sambil mengelap pisaunya.
"Kakak...."
"Nah, berhubung kamu sudah disini, bagaimana kalau sekarang giliranmu? Aku janji akan membuatmu senang, Yonaka."pisaunya ia turunkan dan menatap lapar ke arah Yonaka.
Saat itu juga, sebuah setruman listrik menyengat bulu kuduk Yonaka dan mengubah pandangan pada kakaknya menjadi horror. Keringat dingin mengucur dari pelipis wajahnya menuju dagunya. Matanya tertuju ke arah pisau yang berlumuran darah dan sepertinya akan melayang ke wajahnya kapan saja.
"Ka....kak....?"
"Nah, Yonaka. Ayo bersenang-senang~"
Setelahnya, yang terdengar oleh Shinya adalah suara jeritan dari adiknya yang tertusuk pisau ditenggorokannya.
--Mogeko Castle--
KAMU SEDANG MEMBACA
Original Riddle
УжасыRiddle maupun Horror Riddle yang akan dipublish disini adalah asli dari imajinasiku semata. Hati-hati ada jebakannya yah