Sore itu, terlihat seorang gadis tengah berjalan sendiri menyusuri kota paris yang menyimpan berjuta kisah untuk setiap orangnya, menjadi saksi ratusan kisah-kisah romansa. gadis itu terlihat acuh tak acuh, dia memiliki tatapan dingin. dia terhenti disebuah jembatan yang membelah sungai seine yang terlihat indah saat sore hari.
Dalam senja yang terlukis menghias langit, membias diantara aliran air yang hanyut terlihat dua orang tengah bergelut dengan pemikirannya masing-masing tanpa ada pembicaraan, hanya suasana canggung yang berlalu dengan hembusan angin sore itu. namun keheningan tak berlangsung lama saat pria itu beranjak dan berkata pada sang gadis.
"maaf atas perlakuan ibuku padamu," lirihnya mendekati gadis disampingnya tengah memandang aliran sungai yang menghanyutkan, gadis itu sempat mengisi ruang yang tak pernah orang lain dapat meraihnya di hati pria tersebut.
"tidak apa-apa. Itu bukan salahnya. Hanya saja sudut pandang beliau berbeda dengan kita." Kilahnya dengan senyum sekilas tersungging pada bibir tipisnya.
"kau!" serunya dengan terkejut atas jawaban dari gadis itu.
"iya kenapa!"
"kenapa, kau menjawabnya seperti itu? dan aku ingin bertanya sesuatu."
"itu karena memag seperti itulah kenyataannya. Apa itu, katakan saja!" balasnya tanpa melirik sedetikpun pada pria itu, dia hanya memandang langit luas diatas jembatan sungai seine, pada senja yang menampakkan cahaya jingga.
"bi- bisakah kita memulainya lagi dari awal!" ujarnya dengan gugup. Mendapati pernyataan demikian gadis itu menoleh sebentar dan menatap tatapan pria yang menyesakkan itu.
"aku" gadis termenung mendengar ungkapan pria itu, sebelum akhirnya dia melemparkan kembali pandangan lurus mengikuti laju aliran air sungai. Hembusan angin menerpa kulit wajahnya, membelai rambut panjang yang tergerai. Matanya terpejam merasakan suasana musim semi yang terasa hangat dan indah. Namun tidak untuk suasana hatinya yang kalut akan masa lalunya dengan pria ini.
Tanpa ada argument apa pun pria itu hanya terdiam, menatap kearah yang sama dengan gadis disebelahnya. Menatap langit senja, merasakan hembusan angin pada musim semi, dan mendengar gemercik air sungai yang saling berlarian menuruni tempat yang lebih landai.
"sebelumnya aku tidak pernah merasa ada keraguan apapun dalam hati dan fikiranku. Semua yang kujalani saat itu terasa sangat mudah. Namun, ketika aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, bahwa dibawah sana ada banyak manusia yang tak seberuntung diriku," tuturnya.
"ada banyak hal yang ingin aku wujudkan," lanjutnya dengan suara lembut.
"kenapa kamu berfikir demikian, " sanggahnya dengan bingung.
"mungkin kamu bisa berfikir aku terlalu naïf untuk menjalani hal ini. Tapi, aku sangat bersungguh-sungguh, ada hal yang ingin aku wujudkan dalam hidupku. Bukan hanya untuk diriku seorang."
"itu lagi, sebenarnya apa yang ingin kamu wujudkan. Tidak bisakah kita bersama mewujudkan apa yang kau inginkan,"
"aku merasa itu takkan mungkin,"
"kenapa? Apa kamu tak percaya padaku,"
"bukan seperti itu. keinginanku mungkin terlalu egois dan terlalu tamak untuk seorang manusia. Dan aku juga yakin, sudut pandangmu akan menatapku demikian," lirihnya dengan senyum tipis dan sorot mata yang meneduh.
"ini adalah sebuah pilihan terbesar dalam hidupku." Lanjutnya tertunduk menahan tangis yang akan pecah, jika terus berbicara.
"memangnya apa yang kau inginkan? Dan pilihan apa yang ingin kau ambil dalam hidupmu? Apakah aku sama sekali tak berharga dimatamu!" balasnya dengan nada yang meninggi, membuat gadis itu semakin tertunduk dan merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Scientist
Science Fiction"bagaimana bisa kau mengatakan demikian," sanggahnya dengan penuh emosi yang berkilat kilat dalam hati dan fikirannya. "kenapa kau mempermasalahkannya!!" Serunya semakin membuat gadis itu tersulut. Semua mata hanya tertuju pada kedua orang yang ten...