Chapter 1

29 13 3
                                    

Jasmine's Pov•

Aku mengikat rambutku yang sedari tadi tergerai begitu saja.

Suhu diruangan terasa sangat panas walaupun sudah ada AC dipojok kelas. Mungkin ini karena tadi aku terburu-buru.

Pintu kelas terbuka, seisi ruangan berubah menjadi lebih tertib dari sebelumnya. Semua orang merapihkan pakaiannya agar terlihat lebih berwibawa. Tak berbeda dengan yang lain, aku merapihkan lagi rambutku agar terlihat lebih rapih.

“Today we are going to start the presentation about your product. So I would like to choose your group. And every group have 10 minutes to talk about the product. And i will choose the product” Ucap mr. Ben dengan senyuman.

Senyuman itu tidak pernah kuartikan sebagai senyum ramah, teman-teman sekelasku juga menganggap senyuman itu seperti toxic. Terlihat menyenangkan padahal berbeda arti dari apa yang terlihat.

Dosen yang always speak English itu sangatlah mengejutkan. Minggu sebelumnya setiap group harus membuat suatu poster product yang berbeda. Dan minggu ini setiap group harus mempresentasikan tugas poster itu. Tapi mempresentasikan poster product yang dibuat oleh group lain.

Gimana gak galau coba?
Gimana mau belajar tentang hal itu kalau setiap poster productnya baru dipilihin sama mr. Ben hari ini?
Ya mana ada yang tau groupnya bakal presentasi tentang product yang mana

Mr. Ben telah bersiap dengan secarik kertas yang telah digulung menjadi beberapa bagian, didalam kertas itu telah tertulis beberapa nomor urutan group dan group yang tertulis dalam kertas gulungan yang dipilih oleh mr. Ben lah yang akan melakukan presentasi terlebih dahulu.
“group 7”. Ucap Mr. Ben yang membuat kelompok 7 bergetar.

Berbeda denganku yang mengucap syukur karena bukan groupku yang pertama.

•••••••••••••••••

Aku merapihkan propertiku kedalam tottebag yang kubawa.

Akhirnya, hari yang sangat melelahkan usai. Presentasi dari groupku juga lumayan memuaskan untukku. Aku mengangkat sedikit tangan kiriku untuk melihat jam. Kini tepat pada pukul 17.30. hari ini lagi-lagi kelas harus selesai melebihi waktu yang tertulis di jadwal.

“Jas, nanti beli makan dulu ya sebelum ke asrama.” Ucap Naya kepadaku.

“Oke, gue juga lagi pengen nasi goreng gila yang didepan.” Jawabku sambil menghampiri Naya dan yang lainnya.

Kampus kita memang menyediakan asrama khusus untuk mahasiswa-mahasiswinya. Dan system asrama ini diwajibkan untuk mahasiswa-mahasiswi perantau yang baru menjalankan tahun pertamanya di Bandung University of Arts.

Aku, Naya, Alea, dan Nischa melangkahkan kaki menuruni anak tangga. Kami memilih untuk tidak menggunakan Lift karena Lift terlihat sangat ramai karena mahasiswa-mahasiswi yang kuliah malam. Kampus ini memang ada 3 shift perkuliahan yang berbeda. Ada pagi, siang, dan malam.

Seperti apa yang sudah aku dan Naya bicarakan sebelumnya, akhirnya aku membeli nasi goreng gila yang ada di depan kampus untuk dijadikan makan malam. Naya, Alea, dan Nischa juga akhirnya memilih mengikutiku. Seperti biasa, mereka selalu bingung tentang hal makanan.

“gue mau beli Juice nih disebrang.” Ucapku secara tiba-tiba yang disambut oleh Alea dengan semangat.

“gue juga mauuu! Udah gue aja deh yang beli, lukan gak bisa nyebrang Jas.” Jawabnya sambil tertawa.

Aku hanya tersenyum mendengar hal itu. Mereka bertiga memang mengenalku, padahal kami belum lama bersama-sama. Aku juga, aku berharap aku mengenal mereka lebih dalam dan menjadi sahabat mereka.

Setelah beberapa lama menunggu akhirnya aku dan teman-temanku sampai dikamar asramaku. Aku segera merapihkan barang-barang bawaanku dan meletakkannya di lemari yang ada di pojok ruangan. Begitu pula dengan yang lain.

“Makannya nanti ya tunggu gue.” Ucap Naya yang langsung mengambil pakaian gantinya dan masuk kedalam kamar mandi.

“Habis Naya gue yaa.” Sambut Nischa.
Aku langsung buru-buru mengangkat tanganku. “Terus gue yaa. Biasanya gue yang terakhir haha sekarang untung ada Alea haha”

Hari ini memang sedikit berbeda, kamar ini memang biasanya selalu ramai, karena aku, Naya, dan Nischa memang satu kamar asrama. Awalnya kami memiliki kamar yang berbeda namun saat kami merasa semakin dekat, kami memilih untuk pindah jadi satu kamar bersama.

Malam ini pasti akan lebih ramai karena adanya Alea. Alea memang tidak mengambil Asrama karena lokasi rumahnya yang tidak terlalu jauh dari kampus dan ini malam pertamanya menginap di asrama. Dan Alea memang sudah menunggu waktu-waktu seperti ini. Dia selalu ingin tinggal di Asrama namun Uminya tidak mengizinkannya. Dan soal menginap juga, hari ini ia menginap karena memang Umi dan Papanya sedang pergi Umroh jadi inilah kesempatan dia bisa menginap.

•••••••••••••••••
Aku mengambil buku bersampul merah dari dalam tasku.

Aku berjalan menuju rooftop asrama yang merupakan tempat favoriteku. Kebetulan kamarku berada di lantai 5 dan rooftop di lantai  6 jadi aku tak perlu menghabiskan banyak tenaga untuk menaiki tangga atau menunggu lift agar sampai di rooftop.

Naya dan Nischa sedang keluar, entah kemana. Naya bilang ada sesuatu yang harus ia beli jadi  Nischa mengantarnya. Sedangkan Alea sudah tidur. Mungkin karena sudah kenyang dan hari ini juga sangat melelahkan.

Jangan tanya kenapa rooftop menjadi tempat favoriteku. Aku hanya suka ketenangan, kadang aku suka bersenang-senang dengan teman, tapi saat aku sedih aku tak ingin mereka tau dan memilih untuk pergi.

Buku dan secangkir kopi inilah yang menjadi teman kesedihanku.

Aku duduk disalah satu kursi yang menghadap ke taman asrama. Taman asrama hari ini terlihat sangat sepi karena saat ini sudah jam 21:45. Jam segini biasanya orang-orang sudah masuk kekamarnya masing-masing dan beristirahat.

Aku membuka buku bersampul merah yang ada ditanganku. Aku melihat tulisan yang ada di lembar pertama buku itu dan teringat tentang sesuatu.

Hari ini adalah tanggal 8. Tanggal yang tak akan pernah kulupakan. Dan tanggal yang tak akan pernah menjadi tanggal favoriteku.

Aku membuka lembar berikutnya. Aku terdiam melihat tulisan yang kutulis sendiri.

Bisa-bisanya setelah 4 tahun, perasaan ini belum hilang.
Bisa-bisanya perasaanku dan tulisan ini masih sama persis.
Bisa-bisanya dia juga masih bahagia dengan gadis itu.” Gumamku dalam hati.

Aku selalu bertanya-tanya kapan rasa ini akan hilang, terutama rasa sakit ini. Dan kapan Main Cast dari buku ini akan berubah?.

Aku berhenti membaca setiap tulisan dalam buku itu.

Aku menoleh kesegala arah, mataku mencari arah dari suara yang terdengar ditelingaku. Kalau tidak salah ini suara petikan gitar.

Said you needed a little time from my mistakes
Its funny how you used that time to have me replaced
Did you think that I wouldnt see you out at the movies
What cha doin' to me?

Aku mendirikan badanku dan menengok ke segala arah. Dan mataku tertuju ke ayunan yang ada ditaman. Disanalah suara itu berasal.

Laki-laki berkulit cerah itu bermain gitar dan bernyanyi. Sendirian. Suaranya cukup bagus, mungkin dia jurusan seni musik. Yang membuatku kaget adalah lagu itu. Lagu itu selalu mengingatkanku tentang dia, Main Cast dalam setiap tulisan-tulisanku dalam buku ini.

Aku membalikkan badanku untuk kembali melanjutkan aktivitasku yang terhenti tadi. Beberapa detik kemudian aku membalikan badanku (lagi) dan melihat kearah suara yang tadi kudengar. Aku menatap laki-laki itu dengan seksama. Ada sesuatu yang harus kupastikan.

Aku rasa aku pernah melihatnya.
Ah iya! Dia itu yang tersenyum di Lift.
Bedanya sekarang ia memakai kacamata.

°°°°°°°°°°To Be Continued°°°°°°°°°°

The Girl Who Never Trust LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang