Part 5 #second

221 26 0
                                    

Jam 8 malam, setelah shalat isya, Nara datang kerumah nenek Aliani. Dia melihat Aliani masih tertidur. Dia hanya duduk sambil main game dengan gadgetnya. Tidak lama Lian terbangun. Matanya sembab, efek menangis langsung tidur. Aliani menatap aneh Nara yang sedang sibuk main game. Serta rumah nenek yang sangat sepi.

" nenek mana?" tanya Lian melirik sekitar ruangan. Namun Nara asyik main game.

" mas..." panggil Aliani menadah kepala yang terasa pusing, " mas nenek sama bibi pada kemana? Kok rumah sepi? Terus mas ngapain disini" tanya Lian asyik bertanya, tapi Nara tidak memperdulikannya sedikitpun.

" Mas Naraaa..." teriak Lian sambil melempar pulpen yang ada di meja.

" auw,,, apa sih?" sungutnya terkejut, " sakit tau".

" lagian mas tuh di tanya gak jawab – jawab" jelas Aliani padanya.

" tak usah lempar pulpen bisa kan?" cakapnya.

" gak,,, lagian mas itu cowok, harusnya bisa tangkis pulpen sekecil itu" ujar Aliani meledeknya.

" mana bisa tangkis lihat aja gak" sangkal Nara.

" kalau pendekar sejati itu, tanpa melihat juga bisa menangkis semua serangan lawannya" terang Aliani dengan tegas.

" terus maksud kamu apa bicara seperti itu?" Nara mendelikan matanya pada Aliani.

" kamu tuh gak lebih hebat dari Mas Ami" ujar Aliani meremehkan Nara.

" oh... Ami, masih juga ngebelain tuh orang" ujar Nara.

" iyalah, Mas Ami itu sempurna jauh lebih sempurna dari kamu" tutur Aliani tersenyum sendiri.

" terus aja, terus..." cakapnya terdengar kesel.

" dia itu sempurna, bagiku..." tuturnya terhenti.

" diem" gertak Nara menghentikan ocehan Aliani.

" mas payah,,, bilang aja kalau sirik" ujar Aliani tak dihiraukan Nara. Aliani terus meledek Nara. Nara yang merasa risih mencoba memberhentikan tingkah Lian, namun Lian malah naik ke kursi. Mereka bertingkah seperti anak kecil.

Lian asyik melompat – lompat dikursi, handpone nya berbunyi. Panggilan dari bibi. Bibi memberitahukan bahwa bibi akan menginap dirumah saudaranya yang ada di Saketi – Pandeglang. Itu berarti Lian harus tidur sendiri dirumah tua neneknya. Nara yang sudah tahu sengaja pamit pulang. Lian membiarkan Nara pulang begitu saja, padahal dia merasa takut jika harus tidur sendirian.

Menjelang malam, Lian menyalakan televisi dan music dari handphonenya. Lian mencoba untuk tidur, tiba – tiba semua lampu, dan televisi mati. Diluar pun terlihat sangat gelap. Sepertinya pemadaman listrik terjadi di kampung neneknya.

Jam menunjukan pukul 10.30 pm. Tidak ada orang yang masih beraktivitas di luar. Aliani hanya memegang handphonenya, bingung harus menghubungi siapa. Dia pun menghubungi salah satu nomor.

"Assalamu'alaikum.. Mas, ...(tut tut tut)" sapa Aliani menghubungi Nara namun signal nya kurang bagus.

Aliani sangat takut kegelapan, terlebih saat dirinya sendirian. Rasa takutnya berkecamuk dalam kepanikan. Tak ada satu orang pun yang bisa menolongnya malam ini.

🌲🌲🌲

Dari rumahnya, Nara langsung menghubungi nomor Aliani, tapi tidak bisa dihubungi. "nomor yang anda tuju didalat dihubungi, silahkan coba lagi" balas operator di ujung telepon.

Setelah menyalakan lampu senter dirumahnya, dia langsung berlari kerumah nenek. Hendak menghampiri Aliani. Entah rasa apa yang tiba tiba menghampirinya. Tak ingin suatu hal buruk terjadi pada Aliani. Nara sangat khawatir.

The Martial Art of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang