PART 7 #only

203 25 0
                                    

*(malam berbintang)*

Malam semakin larut, Nara membawa Lian pulang. Menggendong Lian di punggungnya. Memakaikan sabuk pengaman ditubuhnya. Perasaan itu
terus menghampiri. Yang tak pernah dimengerti olehnya. Seakan menjalar ke seluruh peredran darah dalam tubuh. Suhu tubuhnya tak menentu

Setiba dirumah, Nara tertidur di sofa kamar Aliani. Setelah meletakan Aliani di kasurnya. Nara yang sangat lelah mencoba beristirahat sejenak. Ternyata dia tertidur nyenyak hingga pagi hari. Wajahnya sejajar dengan wajah Aliani. Malam berbintang menjadi teman diantara mereka.

Mentari pagi menghangatkan tubuh mereka. Membangunkan sosok Aliani. Matanya terpanah langsung kearah Nara. Melihat sosoknya yang menenangkan. Aliani tersenyum menatapnya. Berpikir tentang kenyataan waktu libur akan memisahkan mereka. Aliani harus pulang kerumahnya 28 hari lagi.

Mereka bekerja seperti biasa. Nara pergi kekantor dan menyelsaikan beberapa urusan untuk beasiswa Aliani, tanpa Aliani tahu. Aliani pergi berlatih beladiri bersama anak - anak di lapangan, setalah Aliani menyelesaikan pekerjaan rumah. Kemudian dia menghabiskan waktunya dengan Ami atau pulang kerumah Nara lalu menonton televisi.

Hari demi hari terlewati dengan ceritanya. Aliani merasa sedikit aneh, ketika beberapa hari ini Ami jarang hadir ke lapangan untuk mengjar anak - anak. Aliani berfikir ada sesuatu yang buruk terjadi pada Mas Ami. Aliani merasa khawatir. Aliani juga tidak bisa menghubungi Mas Ami saat dia ingin menanyakan kabarnya. Terkadang panggilan tak terjawab, terkadang juga nomor yang di tuju tidak aktif.

Kekhawatiran menyelimuti hati Aliani. Sepi, bosan mulai Aliani rasakan. Saat Nara sibuk dengan pekerjaannya, tidak ada kawan untuk bertengkar. Mas Ami juga tak ada kabar. Sepintas Lian teringat ibunya, rindu menghampirinya. Sosok ayah yang sudah lama tak dijumpainya.

Firasat menghampirinya, entah pertanda baik atau buruk. Hatinya merasakan sesuatu hal yang aneh, entah apa, Lian merasa suatu hal akan terjadi. Seperti halnya ketika ibunya meninggal, namun perasaan ini masih bisa dikendalikan olehnya. Aliani mencoba mengendalikan pikirannya.

Sementara nenek dan bibi membantu keluarga Ami. Mempersiapkan keperluan untuk pernikahan Ami. Ami sedang bertemu keluarga Fatimah, membicarakan tentang pembagian surat undangan pernikahan mereka.

Setelah pembicaraannya bersama Fatimah, Ami mencari sosok Lian. Ami berencana mengatakan sesuatu padanya. Namun Lian sedang dirumah Nara. Dia tidak kaluar rumah seperti biasa, hanya menonton televisi. Masak, makan, main game atau ke lapangan di belakang rumah Nara. Setelah itu dia selalu tertidur di sofa saat menunggu Nara pulang. Nenek juga tak sempat meminta Lian untuk datang, nenek pikir Lian sedang sibuk dengan pekerjaannya.

Ketika Nara pulang, Lian langsung terbangun. Lian duduk di sofa, menunggu Nara istirahat sejenak. Dia pun mengeluhkan kerinduannya pada Ami. Kerinduan atau perasaan khawatirnya. Dia merasa sesuatu akan terjadi. Sesuatu yang membuatnya sedih, tapi tidak tahu apa itu?

Nara sedikit gugup mendengar pernyataan Lian tentang Ami. Nara tahu esok hari pernikahan Ami dan Fatimah. Rasa kecewa pun dirasakan Nara, saat melihat wajah Lian. Kecewa karena dia akan melihat senyuman itu berubah menjadi airmata.

Nara diam saja. Berpikir akan lebih baik Ami sendiri yang akan memberitahukannya. Berharap Aliani mengerti dengan keadaan ini. Berharap semua akan baik - baik saja.

Berharap esok kan hilang. Lenyap kedalam lautan yang dalam. Menenggelamkan duka dan lara. Mengubur asa yang menyakitkan.

Wajahnya, kian manis dengan senyuman. Parasnya ayu menggambarkan kebahagiaan. Tak ada kata keluh dari bibirnya. Meski kesedihan seringkali menghampirinya. Dia sembunyikan dalam - dalam kepedihannya.

" istirahatlah ke kamar, aku akan langsung tidur juga" tak berdaya lagi Nara memandang wajahnya.

Malam pun terus berlalu

Kesunyiannya menjadi saksi

Angin yang menghampiri, seolah bertanda

Bertanda akan kesedihan dan airmata

Kekhawatiran dalam sukma merobek lapisan kulit yang terdalam,

Perih,, tersayat - sayat

Tersenyumlah.....

Tetatplah tersenyum untukku.

Tak kuasaku melihatmu bersedih. Menyaksikan kesakitan hati

Jiiwa yang terluka, merusak segalanya.

Ingin kuselalu disampingmu...

Menghapus setiap tetes airmata kepedihanmu...

Menjadi sandaran dalam kelehanmu...

The Martial Art of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang