Part 4

289 28 0
                                    


Pagi hari saat mereka berdua terbangun, tanpa sengaja ujung mata Aliani tertuju pada ujung mata Nara, sejenak netranya pun terkunci tepat mengadukan keduanya. Saat menyadarinya, Aliani langsung mencoba terbangun, tapi tangannya yang masih terasa sakit membuatnya hampir terjatuh jika Nara tidak menangkap tubuhnya.

Dag dig dug... jantung berdetak kencang. Gemuruh hati manghampirinya. Bola mata Nara menangkap kegugupan Aliani yang terdiam tak terbergerak sedikit pun.

" bangunlah, tanganku pegal, kau ini makan apa sih, berat banget" sindir Nara menjengkelkan.

" maaf...." wajah melasnya menggelitik Nara, " aku kan belum makan, masa berat sih?" ujarnya perlahan tak percaya.

" mandi sana, lalu buatkan aku sarapan" perintahnya terdengar kasar.

" iya, iya, dasar cerewet" Aliani langsung ke kamar mandi.

Setelah mandi Aliani langsung menyiapkan makanan untuk sarapan. Sementara itu Nara duduk manis sambil menonton televisi. Aliani sedikit kesulitan saat memotong sayuran untuk dimasak. Dia pun menjatuhkan pisau dan beberapa sayuran ke lantai. Aliani berteriak dan mengejutkan Nara yang sedang asyik nonton.

" Liaaaann,,, kamu masak apa mau perang sih? Berisik banget." Kata Nara sambil berteriak dan memaki.

" maaf mas, aku tidak sengaja" Aliani hampir menangis karena digentak.

" sudahlah" Nara dengan menghela nafas pun beranjak menghampiri Aliani dan membereskan sayuran dan pisau yang jatuh.

Aliani menangis karena dia sangat terkejut dan tidak terbiasa digentak. Memang Aliani cengeng. bentar - bentar nangis.

Ditambah yang ternyata tangannya terkena pisau. Darahnya menetes ke lantai. Nara terkejut melihat darah tersebut. Dengan sigap Nara mengambil kapas dan plaster. Aliani terus menangis saat Nara mencoba membersihkan luka ditangannya. Sebenarnya Nara bukan tipe orang yang pemarah, dia terkenal baik, cerdas, hanya saja tidak semudah itu dia akrab dengan orang lain, dia tidak suka dengan hal – hal yang menurutnya tidak terlalu penting, dia juga tidak suka melihat perempuan menangis. Dia merasa sebal kalau melihatnya, seperti yang dilakukan Aliani.

" bisa berhenti gak sih, berisik tahu" tegurnya merasa risih dengan rengekan Aliani.

Spontan Aliani malah tambah menangis. Dengan tersendu – sendu Aliani merasakan sedih. Nara menjadi bingung menghadapinya. Dia baru teringat, meskipun sekarang Aliani adalah gadis yang tomboy, namunAliani cengeng, dia selalu menangis jika ditinggal teman, berantem sama teman apalagi dimaki dengan suara yang keras. Nara merasa bersalah melakukannya.

" ya Allah, hemmm maaf..." Nara pun menghelakan nafasnya dan langsung memeluk Aliani.

Perkataan kasar dan gentakan itu membuat hatinya terasa sakit dan sedih. Ayah dan Ibu Aliani tidak pernah memperlakukannya, jika Ayah marah, ayah diam dan meminta ibu agar aku tidak membuat ayah marah lagi.

Dalam pelukannya, Aliani merasa nyaman. Nara bersikap seperti seorang kakak yang bijak, tangan kekarnya perlahan membelai rambut Aliani, menyeka kesedihan yang terlihat di wajahnya.

Terselip benih – benih cinta dalam hati. Detak jantung yang berdegub kencang seketika saat berdekatan. Menjadikan salah tingkah di hadapannya.

Aku pun membiarkannya memasak. Memperhatikan cara yang masih kuingat. Seseorang yang aku kenal waktu kecil. Kini menjadi lelaki gagah nan tampan. Gayanya memikat setiap gadis yang melihatnya.

" taraaa....." unjuknya memecahkan lamunanku. " nasi goreng special buatan Nara, yang pastinya paling enak di dunia" Nara membawa nasi goreng di meja depan televisi.

The Martial Art of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang