Sore, hujan, dan hari sekolah adalah yang selalu ditunggu Agam akhir-akhir ini. Sebab, hanya dengan perpaduan tersebut lah sekiranya Agam dapat melihat gadis yang belakangan ini selalu mengunjungi mimpinya setiap malam. Iris, gadis yang kini memakai penutup mulut berwarna hijau tersebut terlihat sedang terpejam seakan menikmati percikan air hujan yang mengenai-nya. Agam tersenyum, dimatikannya mesin motor Nindja hitamnya yang telah berada dipinggiran trotoar tersebut sebelum menghampiri gadis imut yang tengah asik dengan dunianya sendiri.
Agam selalu berkata kalau hujan dan rokok adalah perpaduan sempurna yang pernah ia rasakan. Ia pikir cukuplah kedua kombinasi itu yang akan menemani masa-masa hidupnya. Namun setelah ia dihadapkan pada Iris dan hujan, rasanya batang sigaret tak cukup menarik perhatiannya lagi. Pemikirannya teralihkan pada perpaduan baru dalam hidupnya, bisa dibilang Iris dan hujan adalah perpaduan yang unik, seunik pelangi yang menjadikannya menarik.
"Nih," Agam menyerahkan sebuah kartu yang pernah ia temui.
Iris langsung membuka matanya, melihat benda yang disodorkan tepat didepannya. Kartu anggota perpustakaan yang belakangan ini ia cari, karena kehilangannya ia jadi tak bisa meminjam buku incarannya.
"Terima kasih, akhirnya ada yang berbaik hati mengembalikan." Kata Iris sambil mengambil benda kepunyaanya dan diselipkannya di saku baju seragamnya.
"Butuh tumpangan?" Tanya Agam sambil terus memandang wajah Iris.
"Terima kasih, tapi saya lagi nunggu jemputan." Balas Iris sambil memandang sekitar, barangkali jemputannya telah tiba.
"Oh gitu." Kata Agam dengan singkat.
Iris menunggu sambil sesekali melirik kearah Agam, ia pikir setelah ia menolak tumpangannya, Agam akan segera berlalu pergi, namun nyatanya tidak. Agam malah terlihat memejamkan matanya, sedang melakukan aktivitas yang biasa Iris praktekkan ketika hujan datang.
"Tadi saya baca puisi buatan kamu. Sedang ada pemikiran yang mengganggu ya?" Kata Iris yang mencoba membuka suara.
Sedangkan mata Agam spontan terbuka, memandang kearah Iris dengan alis bertaut.
"Lo itu nyeremin ya." Balas Agam dengan sarkastis.
"Belum pernah ada yang nyadar ya sebelumnya?"
Agam tersenyum sinis, lelucon macam apa ini?
"Gak penting, gue gak butuh belas kasihan palsu." Bola mata Agam memekat sempurna, seakan memberi tanda bahwa ada sulutan emosi disana.
"Hebat ya masalah itu, bisa ngebuat seseorang jadi keras kepala dengan kehidupan."
"Musuh gue itu bukan masalah, tapi kehidupan itu sendiri."
Iris tersenyum mahfum, bukankah terkadang manusia merasa diperangi oleh kehidupan?
"Kamu pasti capek banget, setiap hari memerangi kehidupan. Kenapa gak coba berteman aja? Bukankah kita harus mendekati musuh kita buat mengalahkannya?" Senyum Iris tak henti-henti tercetak diwajahnya, membuat Agam yang melihatnya mulai menebak-nebak, apakah sebenarnya Iris itu sesosok dewi yang dikirimkan untuknya?
Kemudian Iris memandang kearah jalanan, hampir lupa kalau ia disini hanya untuk berteduh. Terlalu asik berbincang dengan Agam membuatnya tak menyadari kalau hujan telah reda, hingga ia melihat ada sedan hitam berhenti tepat di seberang jalan dari halte yang ia singgahi. Itu jemputannya, segera ia berkemas dan mengeluarkan payung hitam kesukaannya, berdiri dan menepuk punggung Agam sambil tersenyum sebelum memekarkan payungnya dan berlalu pergi.
Punggung Iris selalu jadi yang paling menarik perhatiannya, ditambah pelangi yang muncul seakan tepat di atas kepala wanita yang berhasil mendistrak pikirannya. Untuk pertama kalinya Agam dapat memandang bahwa pelangi ialah indah. Memberi warna-warni pada syair kelam yang terus berputar dalam otaknya. Dan Iris adalah sang penyatu yang berhasil membuat abu jadi berwarna. Tak akan ia biarkan perpaduan tersebut lepas hilang dari hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iris
RomanceDia bukan pelangi, meski datang dengan sejuta warna kemudian berlalu pergi. Bukan pula retina, yang terkadang hanya memberi penglihatan semu. pun tak seperti mawar, yang memiliki duri untuk melindungi dirinya . Karena Iris tetaplah Iris She's like...