[4] -Penyamaran-

2.7K 211 8
                                    

Huang Lei memasuki istana dengan aura yang berbeda. Wajahnya kini terlihat lebih berseri-seri daripada biasanya yang terlihat dingin bagai es.

"Perdana mentri Yun" Huang Lei memanggil seorang mentri muda tampan, yang sedang sibuk memeriksa berkas-berkas tugasnya.

"Ya Yang Mulia? Ada yang bisa saya bantu?" Jawab Yun sambil menunduk hormat.

"Ada. Buatlah surat pertemuan dengan seorang Jiaoji dari rumah bordil dekat sungai wangshi. Katakan jika aku akan menemuinya hari ini" Kata Huang Lei sedikit sumringah. "Oh ya, namanya Ming Tian" tambahnya. Ia hendak pergi namun perdana mentri Yun segera mengajukan sebuah pertanyaan yang membuatnya langkahnya terhenti.

"Maafkan kelancangan hamba Yang Mulia. Tetapi untuk apa anda menemui seorang Jiaoji yang tidak pantas?" Tanya Mentri Yun dengan menundukkan kepalanya dalam. Ia memang tau bahwa itu sudah keterlaluan sekali. Seharusnya ia tak mempertanyakan keputusan pangeran.

"Kau itu memang banyak tanya ya perdana menteri Yun. Tapi karena kau temanku maka aku akan menjawabnya." Kata Huang Lei sambil mendekati mentri Yun. "Aku menginginkan seorang pria cantik" Bisiknya di telinga perdana mentri Yun. Ia tersenyum.

"A...apa Yang Mulia? Sejak kapan anda menyukai seorang pria?" Perdana mentri Yun kalap. Dia tidak lagi memperhatikan kesopanan terhadap pangeran. "Lalu apakah yang mulia raja Li Jun Wei tau soal ini?" Tanyanya lagi benar-benar tidak memperhatikan sopan santun.

"Tidak. Aku juga tidak tau apakah aku menyukainya. Aku tidak tau kenapa pria itu dapat memikatku. Ayah juga tidak tau tentang semua ini." Ucap Huang Lei sambil tersenyum.

Tidak ada hal lain yang dapat membuat perdana mentri Yun sebingung dan sekaget ini. Di depan matanya, Pangeran Huang Lei yang dikenal kejam dan sedingin es bisa tersenyum secerah matahari pagi.

"Oh... dan jangan katakan ini kepada ayah. Aku akan sangat berterimakasih jika ia tak tahu mengenai hal yang membuatku tertarik saat ini" Tambah Huang Lei lalu memberikan kertas perjanjian kepada mentri Yun. "Buat perjanjiannya dan sampaikan saat ini juga. Aku akan datang nanti malam" Ucapnya lalu pergi.

"Baik yang mulia"

***

Chen Ping melamun melihati pohon besar dekat gubuk kediamannya. Berbagai pikiran dan sebuah rasa menghantui benaknya. Perasaan apa ini? Batinnya sambil memukul pelan dadanya.

Ya, kejadian kemarin sangat tidak terduga. Bagaimana bisa seorang pria mencium pria lainnya. Namun, anehnya dia sendiri merasakan perasaan yang rumit, tidak bisa dijelaskan. Perasaan yang jelas-jelas tidak dimiliki seorang lelaki.

"Ping ping? Kenapa kau melamun" Ucap Jin sambil mengagetkan Chen dari belakang. Sontak hal ini membuat Chen kaget dan emosi.

"Kau bilang apa Hah? Sudah ratusan kali aku mengatakan kepadamu untuk tidak menyebut nama ping!" Bentak Chen kesal. "Lalu kau mengagetkanku. Apa salahnya melamun hah?" Tambahnya dengan emosi yang semakin besar.

"Kau itu. Cecunguk kecil tak tahu diri. Aku ini lebih tua darimu. Harusnya kau tak berkata seperti itu kepadaku. Dasar" Ucap Jin sembari melipatkan kedua tangan di dada. Mencoba membela dirinya.

Chen melihat Jin tak percaya. Matanya melotot melihati pria dihadapanya itu. Benarkah ini Jin? Pikirnya sambil menggaruk tengguknya yang tidak gatal. Jin yang merasa diperhatikan oleh Chen hanya bisa berdeham dan melanjutkan apa yang sudah diniatkanya untuk bertemu Chen.

"Aku ingin berbicara kepadamu" Katanya dingin.

"Untuk apa?" Tanya Chen datar. Ia tahu Jin sudah memasuki mode serius dengan kata-kata dinginnya barusan.

Cradle Tenjin : Blessings and CursesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang