Chapter 5, Neng

16 2 0
                                    

Neng

Hari menunjukkan pukul sebelas lewat tujuh belas menit. Kurasa Neng telah tertidur dengan lelapnya. Aku mengendap-endap menapaki lantai rumah, dan kemudian singgah ke dapur sebentar. Kuputar keran air yang berada di wastafel dan kubasuh sekedarnya kemejaku yang terkena air liur J. Ya, bekas ciuman panjang yang ia paksaan sebelum aku pulang tadi. Kulihat, ada beberapa tumpukan piring dan peralatan dapur lainnya yang belum dicuci oleh Neng. Kasihan, ia pasti lelah menghabiskan banyak makanan sendirian sembari menunggu aku pulang. Iseng, kukerjakanlah pekerjaan ringan namun berat ini, dan ketika kusibakkan lengan kemejaku sampai siku, kutemukan arloji J yang melekat pada tangan kiriku. Sial, sejak kapan ia melingkarkannya di pergelangan tanganku?

Aku duduk di tepi ranjang, menatap Neng yang tertidur dalam damai. Damai? Entahlah, kurasa Neng tak pernah merasakan kedamaian sejak hidup bersamaku. Aku mengenal Neng lima tahun yang lalu, ketika itu aku hanya seorang Gunna, dan tidak ada Gun. Neng tidak begitu mengenaliku, karena Gunna selalu terabaikan. Pada awalnya aku tak pernah berpikir untuk memperistri Neng ketika Gun menjadi bagian lain dari diriku. Namun berkat yang mereka sebut takdir, Nenglah wanita satu-satunya yang mampu menerima keadaanku seperti ini. Apa Neng mengetahui identitas asliku? Tidak, ia tak mengetahuinya. Tak ada yang mengetahuinya. Yang tahu, hanya aku, dan kau saja. Neng bisa menerima keadaanku―yang diketahuinya sebagai seorang pelatih sanggar drama dan seorang barista. Namun ia tak mengetahui sisi lainku sebagai Gunna, yang sempat menjadi teman kelasnya ketika duduk di bangku 2 SMP.

Aku menikah dengan Neng kurang lebih dua tahun yang lalu. Tepatnya pada tanggal 6 Mei 2012. Orang tua Neng mengenalku sebagai sarjana sastra yang yatim piatu. Sebab itulah sampai saat ini ia tak pernah menyinggung masalah orang tuaku, meski sesungguhnya mereka masih hidup, meski sesungguhnya mereka masih membiayai kuliahku sebagai Gunna, meski sesungguhnya sesekali aku masih mengintip rumah mereka. Namun apa aku berbohong pada Neng? Tidak. Aku tidak berbohong. Sebab kedua orang tua Gun memang sudah meninggal. Lalu kau pasti mulai bertanya-tanya, apa yang menyebabkan aku bisa menjadi Gun dan sekaligus bisa menjadi Gunna, bukan? Berharaplah kau akan menemukan jawabannya nanti.

Tak terasa acara tatap-menatapku yang menyaksikan Neng tertidur lelap telah memakan waktu sekian menit. Saat ini sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Aku pun ingin segera terlelap. Tak lupa sebelum tidur kulepaskan arloji milik J yang sengaja ia titipkan agar ia mempunyai alasan lagi untuk menemuiku dikemudian hari. Dengan tanpa kegaduhan yang akan mengusik tidur Neng, kurebahkan tubuhku di samping tubuh mungil itu. Sekilas kukecup keningnya. Dan kemudian kubisikkan kepadanya, "selamat malam, Neng".

GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang