"Hey!" Teriakan itu berhasil membuat kedua anak laki-laki yang tengah mengganggu anak perempuan itu menoleh, "Jangan gangguin temen aku!" Mendengar ucapan anak laki-laki itu, keduanya langsung berlari menjauhi anak perempuan yang kini tengah berjongkok sambil menenggelamkan wajahnya.
Anak laki-laki itu mendekat dan menepuk-nepuk kepala anak perempun itu dengan pelan. "Cup-cup, jangan nangis. Mereka udah pergi kok!" ucap anak laki-laki itu mencoba menenangkannya.
Anak perempuan itu mendongak dan menatap lurus kedua bola mata anak laki-laki yang tengah membungkuk di hadapannya. Melihat wajahnya yang basah karena air mata, anak laki-laki itu hampir saja tertawa. Ia segera menahannya dan langsung mengeluarkan sebuah sapu tangan berwarna biru muda. "Nih!" ucapnya sambil menyerahkan sapu tangan itu.
"Gak usah, nanti sapu tangannya kotor," kata anak perempuan itu. Ia menyeka air matanya dengan kedua telapak tangannya.
"Itu ingus kamu udah panjang, nanti kalo kemakan, asin loh." Anak perempuan itu langsung mengambil sapu tangan tadi dan mengelap cairan yang keluar dari hidungnya. Kemudian, ia mengembalikan sapu tangan itu ke pemiliknya.
Anak laki-laki itu menatap datar sapu tangannya yang basah. Namun, ia tetap mengambil sapu tangan itu dan memasukkannya ke dalam saku jaketnya, tanpa merasa jijik sedikitpun. Anak laki-laki itu berjongkok di hadapan anak perempuan tadi, "Nama kamu siapa?"
"Aku Nandya," jawabnya.
"Aku panggil Yaya, ya?" Nandya mengangguk, "Aku Adrian. Temen-temen manggil aku Iyang," jelas Adrian sambil mengulurkan tangan kanannya.
Nandya membalas jabatan tangan Adrian sesaat. "Nama panjang kamu apa?"
"Adrian Bayu Pratama, kenapa?" tanya Adrian.
"Aku panggil Yuyu, ya?"
Adrian mengernyitkan dahinya. Namun, tak lama ia mengangguk setuju. "Kamu nunggu dijemput?" Nandya menganggukkan kepalanya, "Ya udah tunggu di sana yuk!" ajak Adrian sambil menunjuk sebuah bangku panjang di taman itu.
Nandya menurut, ia mengambil tangan Adrian dan mulai berdiri. Kemudian, mereka berjalan mendekati bangku panjang itu sambil bergandengan tangan.
☕☕☕
Sejak pertemuan pertama di taman itu, setiap hari sepulang sekolah mereka selalu datang untuk bermain di sana. Seragam putih merah masih melekat di tubuh keduanya. Mereka bermain tanpa takut seragamnya kotor. Karena katanya, berani kotor itu baik.
Adrian terus mendorong ayunan yang dinaiki Nandya. Sesekali Nandya berteriak ketakutan karena Adrian mendorongnya terlalu kuat. Hingga ia terbang lebih tinggi dari sebelumnya.
Bukannya memelankan dorongannya, Adrian malah terus mendorong dengan kuat. Ia tertawa ketika mendengar Nandya yang terus berteriak. Namun, saat menyadari Nandya yang hampir menangis, ia berhenti mendorong ayunannya dan kemudian duduk di ayunan di samping ayunan Nandya. Melihat wajah kesal Nandya, membuatnya senang. Itulah mengapa menggoda Nandya, merupakan salah satu hobinya.
Setelah merasa puas bermain, mereka duduk di bangku panjang di taman itu sambil menunggu ada yang menjemput mereka. Nandya menggerak-gerakkan kepalanya sambil menyanyikan lagu Libur Telah Tiba dari Tasya. Sedangkan Adrian hanya memperhatikannya.
"Ya?" Mendengar namanya dipanggil, Nandya berhenti bernyanyi. Ia menoleh ke samping, tempat di mana sahabatnya duduk. "Tadi nilai ulangan matematika kamu berapa?"
Setelah mendengar ucapan sahabatnya ia langsung mengalihkan pandangannya ke pedagang yang ada di depan gerbang taman itu. "Yu, telur gulung itu enak deh. Beli yuk!" ajaknya.
Tanpa memperdulikan ucapan Nandya, Adrian mengambil tas ransel milik Nandya yang terletak di sampingnya. "Ih, gak boleh!" Nandya mencoba merebut tasnya dari tangan Adrian.
"Pelit!" cibir Adrian.
Nandya mendengus kesal, ia membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah kertas. Kemudian, ia memberikannya pada Adrian. Adrian mengambil kertas ulangan milik Nandya, ia melihat angka tujuh ada di pojok kanan atas kertas itu. Nilai ulangan nandya di pelajaran matematika.
Adrian melihat satu soal yang dijawab dengan salah oleh Nandya. "Yaya, masa enam dikurang dua tetep enam sih?" Yang ditanya hanya mengangkat kedua bahunya acuh. "Aku kan pernah ajarin."
"Aku lupa," jawab Nandya yang langsung merebut paksa kertas ulangannya dan hampir membuat kertas itu terbagi menjadi dua bagian.
"Kata aku juga hitung pake jari. Terus bayangin, kalau kamu punya coklat enam terus aku minta dua coklat kamu. Kamu jadi punya berapa coklat?"
"Enam!" jawab Nandya konsisten.
"Kok enam sih? Empat dong, Ya!" ucap Adrian.
"Enam, soalnya aku gak akan bagi coklat sama kamu! Mending aku makan sendiri," ucapnya yang kemudian berlari menuju penjual telur gulung yang sejak tadi terasa terus memanggilnya.
Adrian menghela napas panjang. Ia menatap sahabatnya yang mulai menjauh, tas ransel berwarna merah muda dengan gambar hello kitty itu bergerak ke kanan dan kiri, mengikuti gerakan tubuh pemiliknya.
Lalu, Adrian tersenyum. Bagaimanapun Nandya, ia sangat menyayanginya. Dan ia berjanji, akan terus berada di sampingnya dan menjaga sahabatnya itu sampai mereka besar nanti. Adrian bangkit dari duduknya dan langsung berlari mengejar Nandya. "Ya, aku juga mau!!!"
☕☕☕
hai, istri chanyeol kembali bawa cerita baru lagi wkwk ide cerita ini muncul di tengah tugas deadline yang bikin setres. Keira dan cerita-cerita yang lainnya bakal tetep aku up kok, cuma gak tentu waktunya hehe semoga kalian suka!❤
salam sayang,
istrinya park chanyeol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spithame
Teen FictionTerkadang kamu sering tidak menyadari; bahwa cinta yang kau kejar dan kau nanti hanya berjarak satu jengkal darimu. 01/05/2017