Guru fisika keluar dari kelas setelah bunyi bel tanda berakhirnya jam sekolah terdengar. Kemudian, seorang murid laki-laki masuk ke dalam kelas dan langsung menghampiri meja Nandya. Ia menempelkan kedua tanganya di atas meja sambil menatap wajah Nandya lurus.
"Lo," kata laki-laki itu masih menatap lurus mata gadis di hadapannya. "Hari ini jadi pacar gue," sambungnya dengan suara yang cukup keras.
Gadis di hadapannya terkejut bukan main, begitupun Sana yang duduk di samping Nandya dan murid di dalam kelas yang tadi sibuk bersiap untuk pulang kini malah menonton drama antara Adrian dan Nandya.
"Gila, baru tadi istirahat lo niat deketin si Nandya sekarang udah ketikung aja sama si Adrian!" kata Farhanㅡteman sebangku Niko.
"Mundur nih, Ko?" tanya Sean yang tiba-tiba nimbrung.
Niko merasakan panas di dadanya melihat Adrian dan Nandya yang masih saling pandang dan tidak bergerak sama sekali. Kesal, ia memutuskan bangun dan pergi meninggalkan kelas diikuti kedua sahabatnya.
"Nah, nanti kalo gue nembak cewek kaya gitu, Ya!" seru Adrian yang kind Didah duduk di bangku kosong di depan Nandya.
Nandya mengembuskan napas panjang, mencoba mebuang rasa kesal yang menumpuk di dalam dadanya. "Lo gila?"
"Kenapa?" tanya Adrian dengan entengnya, seolah tidak terjadi apa-apa. "Lo baper?"
"Nggak, lah!"
"Sinting emang si Adrian," ucap Sana yang dari tadi memperhatikan keduanya.
"Lah, jangan bilang lo yang baper, San?"
"Sebahagia maneh weh, Yan!" Sana langsung pergi meninggalkan keduanya.
Setelah Sana pergi, Adrian pindah duduk di samping Nandya. Tanpa rasa malu, ia merebahkan kepalanya di bahu Nandya. "Ya, gue capek banget masa hari ini," keluh Adrian.
Nandya menekan kepala Adrian dengan jari telunjuknya Dan mendorongnya agar menjauh dari bahunya. "Papa lo yang kerja aja belum tentu ngeluh, lo tinggal sekolah dan ngabisin duit Papa lo doang ngeluh capek. Mental tempe banget," ucap Nandya.
Adrian terkejut dengan ucapan Nandya yang tidak seperti biasanya. "Weh, barusan belajarnya serius, ya?"
"Iyalah, gue gak mau bloon terus! Nanti malem ajarin gue matematika, ya!"
"Ogah, tar malem gue mau maen game!"
"Lo gak usah ke rumah gue lagi!"
"Ih, ngancem!"
Nandya diam, tidak menanggapi Adrian.
"Iya, iya, nanti malem gue ajarin!" ucap Adrian sambil menepuk kepala Nandya dengan pelan. "Yuk, pulang!"
Nandya hanya bisa nurut pada sahabatnya itu. Ia mengekor di belakang Adrian. Kalau kata Adrian, biar Adrian jalan di depan soalnya kalau ada yang macem-macem sama Nandya kayak waktu di taman dulu, Adrian yang bakal hadang mereka duluan.
Adrian menghentikan langkahnya, menunggu Nandya yang tadi mengekor di belakangnya. Ia kemudian menggenggam tangan gadis itu dan berjalan di sampingnya. Nandya tidak menepis tangan Adrian seperti biasanya.
"Kayaknya gue salah ya selalu jalan di depan lo," Nandya mendengar suara Adrian walaupun suara laki-laki itu pelan, seperti tengah berbisik. "Gue fokus ngehadang siapapun yang bakal ganggu, lo. Tapi, gue lupa, kalo lo bisa aja diambil dari belakang tanpa sepengetahuan gue."
Nandya hanya diam.
"Jadi, buat sekarang gue bakal jalan terus di samping lo." Adrian menoleh sambil tersenyum, yang dibalas senyuman oleh Nandya. "Mau ada batu krikil, atau bahkan badai sekalipun. Gue bakal terus ada di samping lo, Ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Spithame
Teen FictionTerkadang kamu sering tidak menyadari; bahwa cinta yang kau kejar dan kau nanti hanya berjarak satu jengkal darimu. 01/05/2017