Pintu kamar terbuka, Nandya keluar dari dalam kamarnya dengan rambutnya yang basah. Ia mengusap rambut panjangnya dengan handuk dan kemudian melilitkan handuk itu di kepalanya. Katanya, agar rambutnya cepat mengering. Dan alasan lainnya karena ia tidak suka mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer.
Di dapur, Diana tengah menyiapkan sarapan. Ia membuatkan dua gelas susu vanilla hangat dan segelas teh manis. Lalu, ia meletakkannya di atas meja makan. Tak lupa, ia memanggang beberapa roti dan mengolesi selai cokelat di atasnya.
Nandya menghampiri Diana. "Pagi, Bunda," sapanya dengan tersenyum hangat. Kemudian ia duduk di kursi di hadapan bundanya.
"Pagi, Sayang," jawab Diana. "Ayo, kita sarapan. Bunda udah harus ke toko, nih."
Nandya menurut. Seperti biasa, sebelum memulai makan mereka berdo'a terlebih dahulu. Kemudian, Nandya menyuapkan roti panggang yang disiapkan bundanya itu ke dalam mulutnya.
Nandya melirik segelas susu vanilla di sampingnya. Milik siapa lagi, kalau bukan Adrian. Hampir setiap pagi, bundanya selalu membuatkan susu vanilla untuknya dan Adrian. Kalaupun Adrian tidak sarapan di rumahnya, ia akan membawa susu vanilla itu dan memberikannya di sekolah.
Nandya membatin, tumben belum datㅡ
“Pagi, Bundaaa!” teriak seseorang yang diduga baru saja masuk ke dalam rumah.
Panjang umur banget tu anak, batin Nandya.
Adrian menghampiri keduanya yang tengah sarapan. “Pagi, Yu. Ayo duduk, kita sarapan bareng!” ajak Diana.
Adrian duduk di kursi di samping Nandya. Ia kemudian menyeruput susu vanilla yang sudah disiapkan untuknya.
“Besok-besok lo kost aja di sini, Yu,” ucap Nandya berniat menyindir Adrian yang selalu sarapan, makan malam, dan bermalam di rumahnya hampir setiap hari.
“Wah, ide bagus tuh!” ujar Adrian menimpali candaan Nandya dengan serius. “Boleh, Bun?”
Diana hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
“Berapa perbulannya?”
“Gak usah bayar, kamu kerjain aja kerjaan rumah dan bantu bunda di toko ya!” ujar Diana.
“Ya udah, besok aku mulai kost deh, Bun. Sekalian ajak Nenek Surti biar ada yang kerjain kerjaan rumah, aku nonton aja sambil maen game!”
Nandya berdecak, enggan menimpali obrolan receh Adrian. Dan lebih memilih menikmati roti panggang selai cokelatnya.
“Itu kan bayaran Nek Surti, nah kamu?”
“Tugas aku kan jagain anak Bunda dan bikin dia bahagia,” jawab Adrian.
“Emang paling bisa anaknya Pak Ardi, nih!” goda Diana.
Adrian tertawa.
Diana sudah menyelesaikan sarapannya. “Cepet selesaiin sarapannya, sudah siang. Bunda ke toko duluan ya, kalian hati-hati.”
“Iya, Bun.” jawab keduanya.
“Nanti kalo pulang sekolah, ke toko ya bantu Bunda!”
“Wajib, Bun?” tanya Adrian.
“Gak, wajib cuma harus!”
“Siap!” jawab Adrian sambil memberikan hormat seperti kepada seorang komandan.
Setelah mendengar jawaban semangat dari Adrian, Diana pamit untuk pergi dan meninggalkan kedua anaknya itu. Adrian dan Nandya menghabiskan sarapan mereka dengan hening.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spithame
Fiksi RemajaTerkadang kamu sering tidak menyadari; bahwa cinta yang kau kejar dan kau nanti hanya berjarak satu jengkal darimu. 01/05/2017