Spithame #1

81 7 8
                                    

“Ya!”

“Yaya!”

Adrian melirik jam tangannya. Masih ada waktu setengah jam sebelum bel sekolah berbunyi. Ia memutuskan menunggu selama sepuluh menit sampai Nandya bangun dari tidurnya.

Tiga menit.

Tujuh menit.

“Yaa,” panggilnya lagi dengan pelan. Bahkan, cicak yang menempel di dinding tembok itu kesal melihat tingkah Adrian. Bagaimana bisa cewek itu terbangun jika ia membangunkannya seperti itu?

Tapi, Adrian tak peduli. Ia hanya tidak ingin mengganggu gadis itu dan akan terus menunggu sampai Nandya bangun.

“Santai, masih sisa satu menit lagi.”

Dilima detik terakhir.

“Aaaaaaakkkkkk!” teriak Nandya, membuat Adrian yang sejak tadi duduk di hadapannya sambil memainkan game di ponselnya itu terkejut. “Ih! Jijik banget, sih!” Nandya menatap tajam ke arah Adrian. “Kerjaan lo, ya?!”

Adrian menatap Nandya dengan heran. “Apaan, sih?”

“Lo yang lempar cicaknya ke deket muka gue, kan?” tuduh Nandya.

“Lah? Megang cicaknya aja gue jijik. Itu cicaknya aja gak pegangan, makanya dia jatoh.”

“Ish!” dengus Nandya kesal.

“Buru deh, lo mau sekolah atau mau bolos di hari pertama?”

“Sekolah lah!” sahut Nandya.

“Yaudah, ayo!” Adrian bangun dari duduknya hendak beranjak pergi. Namun, tangannya di tahan oleh Nandya. “Apa lagi?”

“Muka gue ada ilernya, nggak?” tanyanya polos.

Adrian merogoh tas Nandya yang ada di atas meja. Kemudian mengeluarkan benda bulat berwarna merah muda.

“Tuh, ngaca sendiri!” ucapnya yang kemudian pergi menghampiri sepeda motornya.

“Ish!”

🔅🔅🔅

Adrian sesekali menepis tangan Nandya yang sejak tadi menarik-narik ujung seragamnya yang keluar dengan kencang. Namun, setiap Adrian mempercepat laju sepeda motornya, Nandya kembali menarik ujung seragam Adrian dengan sama kencangnya.

“Ya, lo bisa nggak sih, gak narik-narik baju gue?”

“HAH?”

Adrian menghembuskan napas pelan. Menghadapi Nandya memang butuh kesabaran ekstra. Kadang ia juga bingung, entah apa yang membuatnya berhasil bertahan selama hampir delapan tahun menjadi sahabat seorang Nandya.

“LO BISA GAK BERHENTI NARIK-NARIK BAJU GUE?!”

“Ih, kok Yuyu bentak Yaya, sih? Jahat banget,” rajuk Nandya, yang kemudian melepas pegangannya.

“Siapa yang bentak, sih, Ya? Tadi kan gue udah ngomong pelan, lo nya aja yang nggak denger.”

“JADI MAKSUD LO, YAYA BUDEK?”

“Gak gitu, Ya.” ucap Adrian jadi serba salah. “Ya udah, iya, iya, gue salah. Maaf,” lanjutnya.

“Ya!”

Sabar, Adrian. Batin Adrian, sambil mengelus dadanya.

Adrian merasakan ada yang aneh dengan motornya, benar saja, motor besar berwarna merah itu berhenti begitu saja di tengah jalan. Beruntung, jalanan tidak begitu ramai.

Laki-laki itu mendorong motornya agar menepi dengan kedua kakinya.

“Kenapa?” tanya Nandya.

Adrian menggeleng.

SpithameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang