EMPAT

112 6 0
                                    

Seperti apa bahagia itu? Apa keadilan itu nyata? Rasanya aku tak merasakan itu semua. Kata orang dan bahkan Bunda sendiri selalu bilang janji-Nya itu nyata. Untuk kedua kali aku bilang aku tak merasakan itu semua.

Seperih inikah perjuangan untuk hidup? Bahkan untuk bernafaspun rasanya berat.

Penyakit yang aku derita terus menggerogotiku, menjadi musuh bagiku. Rasanya aku sudah tak sanggup untuk menyambut pagi lagi.

Tuhan.. tak pantaskah aku bahagia? Kesalahan apa yang aku buat hingga kau berikan aku cobaan bertubi-tubi ini?

Tuhan.. aku ingin seperti mereka, tersenyum bahagia tanpa merasakan sakit ini.

Tuhan.. aku juga manusia, yang Engkau ciptakan dari dua orang dengan penuh rasa cinta. Apa tak ada sedikitpun takdir untuk ku bahagia?

**

"Alula?"

Suara perempuan nan lembut ini, aku sudah hafal. Suara sahabat ku.

"Iya ris"

"Kamu kok nangis?"

"Gue kelilipan"

"Alula, dulu pertama mengenalmu aku salut padamu. Kamu wanita terkuat yang pernah aku kenal. Walaupun penampilanmu apa adanya, terkadang cuek dengan sekitarnya, tapi kamu tetap cantik dengan diri kamu sendiri. Bahkan aku yakin bukan aku saja yang mengagumimu banyak sekali diluar sana yang mengagumimu"

"Ah lo terlalu memuji ris, lo kalau mau menghibur jangan bohong juga kali"

Dan dia hanya tertawa mendengar jawabanku. Itu yang aku suka pada Risa dia sangat nyaman untuk jadi teman bicara. Bicaranya yang bijaksana dan ringan, ah.. rasanya tak ada kekurangan dari wanita sholehah ini.

"Alula, orang mengenalmu sebagai perempuan tangguh bahkan laki-laki di kelas banyak yang segan denganmu. Kamu tidak pernah memperlihatkan kesedihanmu sedikitpun. Aku sebagai sahabatmu saja harus bertanya berpuluh-puluh kali sampai kamu mau bercerita"

"Lo terlalu banyak bercerita ris, gue malah geli sendiri mendengarnya haha"

"Dengerin aku la, jangan mengalihkan pembicaraan. Kamu percaya padaku la?" Tanya nya serius.

"Kok lo jadi serius gini, kayak bunda aja kamu ris"

"Jawab alula"

Apaan sih Risa, aku malas membahas topik serius ini. Dia jadi serius gini, ah.. pasti gara-gara sering ngobrol sama bunda jadi ketularan gini.

"Alula aku serius ih kamu jawab dong" dia terus mengguncangkan bahuku.

"Iya risa gue percaya" jawabku kesal.

"Kalau begitu kenapa kamu gak cerita kamu kerja selama ini?"

Aku terperanjat mendengar pertanyaannya, ah sudah pasti bunda yang cerita.

"Ya ngapain gue cerita toh tidak akan berpengaruh juga kan?" Ah sudah lah jawab sekenanya saja, toh sudah kepalang ketahuan juga.

"Bukan begitu, kalau kamu cerita kan aku bisa bantu kamu. Rekomendasiin kamu kerja di kantor Abi aku biar kamu gak terlalu kecapean la"

Sudah kuduga pasti jawabnnya seperti ini. "Gue gak mau repotin orang dan tergantung sama orang lain ris, lo kan tahu gue orangnya kayak gimana"

"Tapi la, tempat kerja kamu itu gak baik. Aku yakin bunda ga tau kamu kerja di tempat itu, Alula tempat kerja itu mempengaruhi diri kamu sendiri. Walaupun aku yakin kamu tidak seperti itu" jawabnya pelan-pelan, seperti hati-hati mengucapkannya.

"Kamu terlalu kejauhan mikirnya ris, aku tidak seperti itu. Aku bisa menjaga diri ya walaupun kadang-kadang aku kesulitan"

"Ada yang harus kamu tahu la, Allah SWT telah melaknat khamar, peminumnya, yang menuangkannya, pemerasnya, yang diperas (bahan pembuat khamar), orang yang membawanya, dan orang yang dibawakan kepadanya, penjualnya, pembelinya, yang memakan harga (uang) nya dan orang yang dibelikannya"

"Maksud kamu ris?" Jujur aku bingung dengan perkataan temanku ini.

"Iya la, Dari Hadis tersebut sangat jelas sekali bahwa hasil dari penjualan khamar haram akan mendapatkan laknat dari Allah SWT dan Rasul-Nya.Oleh sebab itu, tempat tersebut dinilai bukan lah tempat yang baik untuk bekerja khususnya dalam mencari nafkah, mengingat di dalamnya pasti ditemukan banyak praktek maksiat yang berlangsung di sana"

**

Pandanganku menyapu setiap sudut ruangan di kamarku. Perkataan Risa terus berputar di memoriku. Apa ini laknat Alloh karena aku bekerja di tempat itu? Tapi aku terpaksa dan Alloh pun pasti tahu itu.

"Ah.. sakit"

Aku selalu menyalahkan takdir tapi nyatanya akulah yang memperburuk takdir itu.

Kanker payudara ini terus menyerangku. Aku tidak tahu kenapa penyakit terkutuk ini tiba-tiba datang di kehidupanku.

Jika ini takdir-Nya apa aku harus menerimanya?

---------- # -----------

Alhamdulillah bisa update lagi setelah beberapa hari memulihkan diri.

Dan beginilah.. mudah-mudahan berkenan.

Jangan lupa baca bismillah 😊

Sebening Embun PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang