"Chot- Nani!?" Teriakku kaget. Aku mundur beberapa langkah dari Mashiro.
"Aku menyukaimu, Kuro." Sekarang wajah Mashiro yang memerah."Maksudmu sebagai teman, ya kan?"
"Sebagai lawan jenis."
"Ke- kenapa, kenapa kau begitu yakin? Mana mungkin kau bisa jatuh cinta di hari pertamamu. Bahkan kau belum mengenalku."
Ia menatapku serius. Tatapan mengutuknya membuat kakiku seketika beku. Lain hal dengan jantungku yang berdetak sangat cepat."Mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama ?"
"Aku belum tau pasti, karena aku juga belum pernah merasakan jatuh cinta."
"Hm, begitu ya..."
"Aku tak bisa memaksamu saat ini... tapi perasaanku tak akan pernah berubah. Aku akan tetap menyukai Kuro, sampai kapanpun." Jawabnya.Seulas senyum terlukis di bibir tipisnya. Senyuman pertama yang ia berikan padaku. Dibawah indahnya matahari musim semi, untuk pertama kalinya ada seorang gadis yang menyatakan cintanya padaku.
1 Bulan Kemudian...
Semenjak kejadian itu, bukan rasa tenang yang kudapat, tetapi rasa jengkel sekaligus berdebar-debar. Semenjak hari itu, yang kuingat hanyalah seulas senyum dari gadis pertama yang mau menyatakan cintanya padaku. Kenapa harus jengkel? Ya, jengkel itu karena beban hidupku semakin menumpuk. Entah ada angin apa yang membuat Hinata-sensei, menyuruhku mengurus Mashiro, semacam pengasuh. Mencuci, menyetrika pakaiannya, dan menyiapkan bentonya.Akhir akhir ini, Mashiro mengaku sering begadang semalaman, tapi ia tak bicara apa alasannya.
Setiap aku tanya, ia hanya mengangguk dan menggeleng. Bahkan, ia pernah tidur sambil berjalan ke sekolah, tentunya kutuntun dia.
Pagi ini, menjadi pagi yang paling sial si sejarah hidupku. Saat aku membangunkannya, kamarnya berantakan, baju-baju luauh berceceran di lantai, dan yang paling sial adalah Mashiro yang tertidur tanpa dibalut sehelai kain. Spontan aku terlonjak, dan terjatuh. Memberikan suara gedebuk yang tak kecil.
"Mashiro, bisakah kau lebih cepat?"
"Tidak, aku lelah..."
"Sia-sia saja aku bicara seperti itu rupanya." Kataku memasuki salah satu Supermarket."Ah.. uang sakuku menipis. Kalau beli sandwich untuk aku dan Mashiro, 820 Yen. Kalau roti, 470 Yen." Gumamku menghitung uang.
"Mashiro, kau ingin apa?" Tanyaku pada Mashiro, sejenak tak ada jawaban. Lalu kulihat Mashiro sudah mengunyah melon pan.
"Kuro, kau mau?" Tanyanya.
"Hora! Apa yang kau lakukan? Kau harus membayarnya sebelum kau memakan roti itu." Pekik ku, tak tahan dengan kepolosannya.
"Aku menyukai melon pan, dan aku lapar. Tak salah bila kumakan." Jawabnya datar.
"Dan, aku yang membayar... huh!" Gerutu ku tak terima.Pelajaran berlangsung dengan sangat membosankan. Aku sedang tidak berminat mendengarkan penjelasan dari sensei, meskipun itu adalah pelajaran favoritku. Tuk! Sensei melempariku kapur, menyadarkanku dari dunia khayalan.
"Hasegawa-san, bila kau tak berminat mendengarkan pelajaranku lebih baik di luar saja."
Spontan kujawab, "Sumimasen, sensei aku akan mendengarkan kali ini"
"Kuro-kun, ayo kita makan bento, di atap sekolah." Ajak Tsubaki.
"Maaf, Tsu-chan aku lupa membawa bento ku, uang sakuku jaga tidak cukup bahkan untuk membeli setengah roti. " Jawabku.
"Demo Kuro-kun, Miyuki-senpai menitipkan dua kotak bento padaku." Jelas Tsubaki, membuatku tersenyum lega.
Kami berempat ya, berempat. Aku,Tsu-chan, Mashiro, dan Ueno. Makan bersama di atap sekolah. Angin sepoi-sepoi berembus lembut. Hening, hanya kami berempat disini. Tak salah, bila atap sekolah merupakan spot terbaik untuk bersantai. Pemandangan kota metropolis, Tokyo terlihat dari sini. Indah, itulah kata yang tepat."Mashiro-san. Bagaimana keadaan di kelasmu? Apa kau sudah pacar?" Tanya Ueno mencoba menggoda Mashiro. Ia menggeleng. Setiap pertanyaan yamg diajukan Ueno dijawab dengan anggukan dan gelengan.
"Nee, Mashiro. Apa kau sudah berteman baik dengan orang lain di kelasmu?" Tanyaku tiba-tiba. Terbesit kata tersebut di otakku.
"Ada, Oikawa Madoka dan Yukime Harumi. Mereka sangat baik, mereka sering membicarakan tentang manga dan uang. " jawabnya. Matanya terlihat berbinar sesaat, ketika kutanya tentang masalah teman.Pukul 4 sore, waktunya pulang. Aku melangkah di lorong panjang menuju kelas 11-A. Pelajaran terakhir kelas Mashiro adalah seni rupa. Sepertinya butuh waktu untuk menyelesaikan tugasnya. Aku menunggu di luar kelas, bersandar. Dua orang gadis melewatiku, mereka berdua tertawa cekikikan membicarakan sesuatu.
Samar-samar aku mendengarkan pembicaraan mereka, dengan tatapan membenci, dingin, tidak suka. Hanya dua nama yang terbesit dalam pikiranku. Oikawa Madoka, dan Yukime Harumi. Mereka seorang pengkhianat.
"Konnichiwa Oikawa-san, Yukime-san."
Mashiro keluar dari kelas dengan seragam belepotan cat dimana-mana.
"Oh, konnichiwa. Mashiro-san!" Jawab mereka berdua lalu pergi meninggalkan kami berdua."Mashiro, apa kau tidak merasa aneh dengan Oikawa-san, dan Yukime-san ?" Tanyaku saat makan malam.
Di rumah, kami hanya berdua. Onii-san masih belum ulang dari kuliahnya, dan Onee-chan entah bermain kemana dia.
"Memangnya kenapa dengan mereka?" Jawabnya merespon.
"Aku merasa mereka bukan orang yang baik untukmu."
"Mengapa kau berkata seperti itu? Merekalah satu satunya orang menemani ku saat pergi dengan dua orang teman mu itu." Jawabnya, nada suaranya mulai meninggi.
"Demo, Mashiro..." Byur! Mashiro mengguyurku.
"Kau orang yang tak bisa menghargai pertemanan orang lain." Katanya berlalu meninggalkanku mematung di ruang makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
kuro to shiro(black white)
Teen FictionIa menatap langit, ia mengangkat tangannya seakan ia ingin menyentuh awan. lalu berkata padaku. "Shiro... " "Putih ya... sama seperti namamu. Mashiro." Kataku. Lalu ia kembali menatapku. "Namae wa?" Ia menanyakan namaku. "Namaku, Hasegawa Kuro. Sa...