8

18 2 0
                                    

"Mashiro, gadis yang tak bisa mengurus dirinya sendiri, bahkan di umur 17 tahun ia masih butuh pengasuh adalah seorang seniman jenius!? Ia mengukir namanya sendiri di dunia sastra." Gumamku.
Aku sedang berendam di kamar mandi, sudah cukup untuk hari ini, aku lelah berputar - putar, dan bahkan bertemu seorang Miiko kecil yang ternyata menemukan dompetku. Aku memasukkan lebih dalam kepalaku ke air. Aku masih tidak terima, Mashiro yang bahkan tidak bisa hidup tanpaku (pengasuh) adalah seorang yang jenius? Bahkan aku yang merupakan murid terpintar nomor dua di sekolah, bingung bukan kepalang mencari jati diriku yang lepas entah kemana...
"Apa... aku harus kembali bermain basket?" Pikirku. Ahhh!! Aku semakin pusing!

Grek! Pintu kamar mandi terbuka.
"Kuro?" Aku terlonjak, Mashiro sudah berada di depanku.
"Apa yang kau lakukan!? Kau tidak lihat tulisan "mandi" di depan!?" Kataku kaget.
"Aku lihat, aku punya mata..."
"Oh begitu, jadi apa maumu?"
"Aku butuh adegan kamar mandi" Katanya duduk di kursi dekat bathtub.
"Aku akan membuatmu basah..."
"Bisakah kau katakan itu dengan sedikit seksi ?" Kataku. Ia mengambil shower, dan menyemprotkannya padaku.
"Aku akan membuatmu basah..." Katanya. Sepertinya ia mulai tergila - gila dengan kata itu, ia terus mengulanginya hingga hal itu terdengar cukup seksi di telingaku.
"Sudah cukup." Katanya, ia berdiri.
"Oy, setidaknya kau matikan shower itu..." Kataku. Sia sia, ia pergi begitu saja, dengan pintu yang terbuka!!? "Dasar!" Gumamku.

Kira kira pukul 9 malam, aku mendengar Seki Onii-san berbicara dengan seseorang di telepon. Saat itu, aku hendak mengambil jus di kulkas, tapi aku malah mengintip di balik pintu.
"Sudah kubilang, aku ini hanya editor manga! Tidak lebih." Katanya. Ia mendengarkan lagi sambil menenggak secangkir kopi. "Bukan! Aku bukan manager Miyuki, lagipula kalau kau ingin persetujuannya, tanya saja pada dia.." Lanjutnya. Ia menutup telepon itu.

"Kenapa tidak duduk saja?" Kata Seki Onii-san mengagetkanku.

"Kenapa wajahmu muram seperti itu? Kaget? Iri?"

"Apa maksud Nii-san?"

"Baka! Aku tau kau terkejut kalau Mashiro itu sebenarnya seniman berbakat. Iya kan?" Ujarnya. Perkataan Seki Onii-san sontak membuatku kaget. Rasanya seperti menohok hatiku, spontan aku mengangguk."Benar..." Kataku lirih, hampir seperti bisikan.

"Dulu aku juga merasakan hal yang sama pada Miyuki..." Katanya. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, dengan santainya menenggak kopi itu sampai habis. "Aku juga iri, dan terkejut saat okaa-san menyadari bakat Miyuki di umur 12 tahun, padahal kondisi kejiwaan Miyuki yang jauh dari kata 'normal'..." Lanjutnya. Aku mengangguk. Memang benar, Miyu Onee-chan memiliki kelainan kejiwaan yang berbeda 5 tahun dari umur aslinya yang membuatnya masih seperti anak - anak, dan sebuah keajaiban ia bisa sekolqh dengan normal. Ia mengeluarkan sebuah tiket dari sakunya, dan memberikannya padaku.

"Sebuah tiket?"

"Tepatnya dua buah tiket..." Katanya mengeluarkan satunya lagi.
"Satu untukmu, dan satunya lagi untuk Mashiro." Lanjutnya.

"Untuk apa?" Kataku.  Entah kenapa tatapan datarku keluar.

"Dia mengajakmu kencan untuk manganya."

"Manga? Kenapa, kau bisa tau?" Kataku terkejut. Kapan dia tahu?

"Karena aku editornya, tadi sore aku mengajaknya bicara. Aku tahu kau menguntit." Katanya. Ternyata orang berjas hitam itu adalah Seki Onii-chan. Aku cemburu dengan kakakku sendiri. Betapa bodohnya aku...

"Tidak bisa, lusa aku ada ujian, aku harus belajar." Kataku datar. Tiba tiba muncul entahlah, rasa iri, atau benci pada Mashiro yang membuatku enggan bicara dengannya, apalagi berkencan...

"Bukankah menurutmu, Mashiro itu mirip sekali dengan Wataru?" Tanyanya. Aku mengangguk kecil.

"Lalu kenapa kau menolaknya? Lagipula bukankah ia juga menyukaimu?"

kuro to shiro(black white)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang