11

23 3 1
                                    

"Hosh! Hosh! Kuro-kun lempar kesini!" Teriak salah satu rekan timku. Hari ini adalah waktu latihan bersama yang diadakan dua hari sekali. Setelah diseleksi oleh pak pelatih, aku layak masuk ke tim inti. Makin hari, jadwalku makin padat mengingat turnamen basket semakin dekat. Untung saja, kaki kiriku mau beradaptasi setelah tiga tahun tidak bermain basket. Yosh, ganbaro!

Latihan hari ini selesai pada pukul 3. Semua anggota satu per satu pergi meninggalkan aula. Tinggallah aku dan Tsu-chan disana, hening. Aku terlalu lelah untuk bicara, bahkan sekarang nafasku masih tak teratur.

"Mau minum?" Ujar Tsu-chan. Ia bicara sambil menempelkan botol air itu ke pipiku. Spontan kurebut botol itu, dan langsung kuminum. Tsu-chan duduk disampingku, dikelilingi bau keringat yang pekat di tubuh kami. Tsu-chan memandangku lekat lekat, mulutnya bergetar, seperti ada sesuatu yang ingin ia sampaikan.

"Eh? Tsu-chan?"

"Emmm..." Mulutnya bergetar, pipinya memerah, dan...

"Bwahahahaha! Kuro... aduh, aku ingat wajahmu hari itu, memalukan sekali, aku jadi ingin tertawa tiap melihat wajahmu I-N-I." Tawanya. Ia mencubit pipiku, menariknya bagai karet.

"E-eh. He-Ehe-hehe-he... bwahahaha!" Tawa kami bersamaan. Kami sudah lama tak tertawa bersama. Bertemu saja jarang, apa aku masih bisa dibilang sahabat? Dia yang selama ini menemaniku, tak terpisahkan.

"Tsu-chan, minggu ini apa kau ada waktu luang?" Ajakku. Seketika wajah Tsu-chan memerah. Agak canggung memang, mengajak seorang gadis pergi. Ia mengangguk. "Kalau begitu, ayo kita menonton bersama? Seperti dulu." Lanjutku.

"Ah... boleh, aku juga sudah lama tidak nonton denganmu." Jawabnya antusias.

"Baiklah, minggu ini pukul 1. Kutunggu di depan Toko buku." Ujarku senang. Kebetulan juga aku menemukan film action terbaru. Jadi mungkin Tsu-chan akan senang. Pergi menonton, bagiku hal ini mirip sekali dengan pergi "kencan". Tapi, apa yang harus dikhawatirkan? Takut tidak menyukai film? Itu mustahil, aku dan Tsu-chan memiliki selera yang sama. Kami ini sahabat.

"E-eto... Kuro-kun, sepertinya Mashiro sudah menunggu." Ujarnya menunjuk ke luar aula. Disana sudah berdiri Mashiro yang nampaknya sedang menungguku.

"Eh? Mashiro? Tsu-chan aku pulang dulu. Jaa~ ne!" Ucapku mengambil tas, dan segera menghampiri Mashiro.

"Gomen, Mashiro. Sudah lama menunggu?"
"Tidak. Aku hanya lewat."
"Ah, begitu. Gomenne."
"Kenapa kau meminta maaf?"
"Em, bagaimana kalau kita beli ramen? Aku lapar sekali."  Ujarku mengacak rambut Mashiro.
"Tidak adil, kau mengganti topik."

Tsubaki's POV
"...Aku lapar sekali..." Suara Kuro masih bisa kudengar dari balik pintu aula. Ah, aku menguping lagi. Lagi lagi, aku bertingkah seperti ini. Aku bertingkah layaknya mata mata. Hingga sekarang, bahkan sudah menjadi sahabat, mengapa ia masih tidak bisa melihatku? "Kalau begitu, ayo kita menonton bersama?" Mungkinkah, Kuro sudah mulai melihatku? Ia mengajakku kencan! Aku menutupi mukaku dengan tangan. Kencan ini mungkin menjadi awal kisah cinta kami. Apa aku benar? Bertemu saja jarang, diajak pergi ke suatu tempat itu hal yang super langka, dan akhirnya hal itu jatuh kepadaku. "Kuro-kun, memang apa yang telah kau lewati, hingga kau sama sekali tidak melihatku?" Ujarku. Hah! Aku melantur lagi. Aku menarik nafas panjang, merasakan udara disekitarku. Angin Tokyo berembus lembut, dan awan bergulung ringan di langit. Ramainya Kota Tokyo, terutama di Shibuya sudah menjadi kebiasaan disini. Aku mampir sejenak ke salah satu Cafe yang baru buka seminggu lalu. Teman sekelasku bilang, mereka menjual cheesecake yang enak.

"Hehe. Apa besok sepulang sekolah, Kuro-kun kuajak kesini? Hahaha, itu ide yang cemerlang Tsu-chan!" Pikirku membaca brosur yang kudapat dari temanku. Sekali lagi aku melantur :v. Oh, ya ampun inikah obsesi? Apa benar aku terobsesi pada sahabatku sendiri!?

BRUK!
Aku menabrak seseorang. Dia sepertinya  barusaja keluar dari Cafe. Terlihat dari cheesecake yang terjatuh itu. Apa? Jatuh!? JATUH!! >_<

"Gawat!Sumimasen! Aku akan mengganti kuenya, Segera!" Ujarku terus menerus. Aku menunduk, tak berani menatap orang kutabrak. Aku sungguh takut.

"Itu kue ulang tahunku. Harganya 7.000¥" Aku merasa kalau orang itu sekarang berdiri. Dunia itu tempat yang kejam, dan sekarang aku lupa kalau uangku tidak cukup.

"Aku akan mengganti kuenya, ta-tapi bukan sekarang. Sumimasendeshita!" Ujarku ragu. Itu sebabnya aku benci dalam keadaan bodoh seperti ini.  Tak berdaya, dan tidak berani menatap lawan bicaranya. "Kenapa tidak sekarang? Selagi aku masih disini." Kini aku merasa orang itu berlutut di hadapanku. Perlahan aku mencoba melihat siapa orang ini. Dilihat dari seragamnya, ia bersekolah di SMA yang sama denganku. Badannya besar sekali... Apa dia sejenis preman pecinta kue? Bagaimana kalau aku dipukul? Aku tidak punya pengalaman bela diri.

"I-itu karena aku tidak punya cukup uang! Gomenasai!" Ujarku. Aku mencoba berlari, tapi tanganku ditarik dengan kuat oleh orang itu.

"Tolong, lepaskan aku." Aku mencoba meregangkan tarikannya. Tapi tak berhasil.

"Tenanglah Hinami-san! Hahaha. Ini aku Ueno, Reichi Ueno. Teman satu kelasmu." Ujarnya tertawa. Lucu sekali rasanya.

"Eh? Ueno! Ya ampun kukira kau preman! Aku takut!" Hah! Aku malu sekali saat ini. Tapi rasanya sangat lega ternyata Ueno yang kutabrak, bukan seorang preman pecinta kue. Spontan kuraih bahu besarnya, dengan kata lain aku memeluknya. Tak peduli orang orang melihat kami.

"Eh? Hinami-san! Bukankah ini berlebihan?" Aku memeluknya. Menyembunyikan wajah malu ini dari semua orang.

"Daijobu. Lagipula kau tak sengaja menabrak, iya kan?" Ia mengelus rambutku. Dia ternyata orang yang perhatian. Tapi harganya 7.000¥, bukankah aku tanpa sadar membuang uangnya? Oh ya ampun!

"Tapi itu kue ulang tahunmu, bukan?"

"Tapi, tak ada yang mengingatnya. Jadi mungkin tidak berarti."

"Yosh! Untuk memperingati ulang tahunmu, aku akan memasak miso, ramen, dan kue! Mari kita buat pesta!" Ujarku bersemangat.

kuro to shiro(black white)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang