"Sore ini aku mengumpulkan kalian semua, penghuni kediaman Hasegawa untuk membahas suatu hal penting, yaitu gadis dalam foto ini, yap! Tsubaki Hinami. Kemarin aku menawarinya nonton minggu ini, dengan kata lain aku mengajaknya kencan." Ujarku mengawali rapat dadakan keluarga Hasegawa dengan anggota baru, Mashiro.
"Kencan! Ya Tuhan, Adikku berani sekali! Ganbaro, Kuro-kun!" Ujar Onee-chan bahagia. Mungkin dia bahagia adiknya ini sudah berani mengajak seorang gadis "berkencan".
"Lalu apa masalahnya kalau begitu?" Tanya Onii-san.
"Aku jarang sekali berkencan, dan aku bingung akan mengajaknya kemana setelah nonton." Ujarku terus terang, terdengar memalukan sekali.
"Kau tinggal bawa dia ke hotel." Ujar Onii-san tanpa berpikir.
"Usulan macam apa itu!? Dasar otak hentai." Spontan aku menolak. Aku tak ingin kencan kami jadi seperti kencan jebakan Onii-san kala itu.
"Bagaimana kalau ke restoran?" Usul Onee-chan. Aku mengangguk, usulannya cukup romantis untuk dilakukan. Tapi tiba tiba Onii-san sang pengelola keuangan, menyatakan keberatan.
"Keberatan! Itu akan menguras uang bulanan kita. Rasanya agak aneh kalau kau berkencan ke restoran dengan uang keluarga, kau harusnya pakai tabunganmu sendiri." Ujar Onii-san. Terlihat dari gaya bicaranya, ia tak ingin ada yang merubah pengeluaran bulan ini. Harus konstan. Tapi sayangnya, tabunganku habis untuk membelikan Mashiro melonpan, dan banyak kebutuhan belajarku.
Kami termenung, tenggelam dalam pikiran kami. Hening, hanya Mashiro yang terlihat sibuk menggambar kejadian di depannya. Beberapa hari setelah aku masuk ke basket, ia diundang ke kantor animasi untuk meminta persetujuan debut pertama Mashiro. Alhasil, dia begitu bersemangat, dan menggambar manga setiap saat.
"Kenapa kalian tidak mampir ke rumah, dan makan bersama disini. Dengan tanda kutip, kalian masak berdua. Kami akan siapkan meja khusus untuk kalian. Bagaimana!?" Ujar Onee-chan.
"Hoo... boleh juga idemu adikku. Bukankah adik bungsu kita ini pandai memasak? Ya... meski tak sesempurna punyaku, kami ingin tau rasanya kalau masakan kalian disatukan." Ujar Onii-san menyetujuinya segera. Secara, orang yang paling hemat di keluarga ini adalah Onii-san.
"Apa boleh begitu?" Tanyaku. Bukankah itu terlalu sederhana? Tapi bila mereka setuju, apa boleh buat.
"Boleh saja. Uang bulanan kita juga terselamatkan." Ujar Onee-chan dan Onii-san bersamaan. Bahkan wajah mereka berseri bahagia.
"Dou, Mashiro?" Tanyaku. Ia mengangguk, dan rapat di sore awal musim panas itu, selesai. Berakhir dengan kesepakatan mengajak Tsu-chan untuk masak, dan makan siang bersama. Ini mungkin sederhana, tapi aku yakin dia akan senang.
Esoknya.
"Ini yang kau sebut nilai!? Padahal kau jenius dalam menggambar. Enak sekali hidupmu." Ujarku marah. Aku tak habis pikir, bagaimana bisa seorang seniman jenius yang telah terkenal di seluruh dunia, dalam ujiannya memperoleh nilai nol!?
"Kejamnya." Jawabnya dengan muka innocent.
"Kau mirip dengan ibuku." Lanjutnya."Heh?" Ucapku spontan. Ia sukses mengagetkanku dengan kalimatnya itu. Sejak kapan aku punya sifat keibuan? Apa aku over peduli padanya?"Ada masalah?" Ia menengok padaku. Matanya mengingatkanku pada Wataru tapi tidak dengan kepolosan, dan sifat bergantungnya itu.
"Disana ada pembetulannya kan? Hafalkan itu." Ujarku.
Brak! Pintu terbuka dengan keras. Disana berdiri orang paling iseng di dunia. Siapa lagi kalau bukan Nee-chan. "Ohayo!! Bagaimana hari pertama libur musim panas kalian?"
"Kalau masuk ketuk dulu, kau mengagetkanku." Ucapku ketus. Nee-chan hanya menyeringai jahil padaku. Ia lalu menanyakan hasil ujianku,padahal ia sudah tahu jawabannya. Giliran aku bertanya padanya, ia hanya mengelak.
"Apa yang kau lakukan?" Nee-chan mengganti topik.
"Membantu Mashiro belajar untuk remidi. Nanti akan kuantar ke sekolah sekaligus latihan." Jawabku.
"Selesai." Ucap Mashiro. Kalimat itu sukses mengagetkanku dan Nee-chan. Untuk sejenis manusia jenius ini mungkin hal wajar, tapi secepat itukah?
"Bagaimana kau-" Ujarku.
"Aku membayangkannya sebagai lukisan." Jawabnya. Dia mungkin polos, tapi kecepatan mengingatnya luar biasanya.
"Baiklah, kalau begitu ayo berangkat." Ujarku mengambil setelan jas.
-
Remidi akan segera dimulai. Mashiro menuju ruang kelas sedangkan aku mengatakan untuk menunggunya di aula. Kuraih bola basket, dan mulai mendribble-nya dengan lihai. Anggap saja ini latihan, mengingat klub meliburkan latihan minggu ini. Duk! Duk! Aku melakukan latihan dasar. Hal itu akan membuat kaki kiriku lebih lincah. Tak lama, aku teringat dengan posisi dimana aku akan terjatuh saat di Chugakko. Posisi selendang, yang dimana tidak sembarang orang bisa. Duk! Aku mulai melompat dengan ringan layaknya selendang, dan ya! Aku memasukkanya. Mungkin bisa dibilang trauma, aku tak lagi mendarat dengan kaki kiri.
"Ah, yatta! Yosh! Aku akan mencetak banyak di turnamen nanti." Ucapku senang. Rasanya ada sedikit rasa keberhasilan yang membuatku semangat.
"Yokatta. Kami akan jadi terbantu kalau sang bintang basket kembali berjaya lagi." Ujarnya. Ya, Tsu-chan yang berbicara.
"Ah, Tsu-chan. Konnichiwa." Sapaku. Agak aneh kenapa dia ada disini, tidak mungkin dia remidi. Mungkin juga hanya melihat kelengkapan klub.
"Konnichiwa." Balasnya. Ia melihat peluhku yang bercucuran deras di atas seragamku. "Kau rajin sekali. Sekeras itukah, hingga kau latihan di hari libur?" Itu yang terlontar dari bibirnya. Aku jadi malu.
"Iie, a... aku hanya mampir menemani Mashiro ujian remedial. Mungkin beberapa menita lagi dia akan kembali. " Ujarku. Bertepatan dengan aku mengatakan itu, Mashiro benar - benar datang, lalu mengajakku pulang.
"Sampai bertemu hari minggu." Ujarku sambil melambai. Sekilas aku melihat seulas senyum di bibirnya disertai mata yang berbinar seakan ingin mengatakan 'aku sudah tidak sabar'.
Minggu pukul 8 pagi.
Kringg!!
"Wake up Kuro-kun! Inilah saatnya kau bertempur di medan percintaan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
kuro to shiro(black white)
Teen FictionIa menatap langit, ia mengangkat tangannya seakan ia ingin menyentuh awan. lalu berkata padaku. "Shiro... " "Putih ya... sama seperti namamu. Mashiro." Kataku. Lalu ia kembali menatapku. "Namae wa?" Ia menanyakan namaku. "Namaku, Hasegawa Kuro. Sa...