Prolog

17 1 0
                                    

Cowok berjas itu segera menaiki tangga menuju kamarnya.

"Mami tungguin di bawah ya, San," teriak suara wanita paruh baya dari bawah. Cowok itu mengangguk dan segera masuk kamarnya dengan rusuh.

Ia melemparkan tasnya dan segera melepas pakaiannya lalu segera menuju kamar mandi. Pasalnya ia daritadi sedang menahan sesuatu.

"Ahh, gila daritadi gue tahan-tahan akhirnya keluar juga. Leganyaa," ucap cowok itu. Setelah buang air, ia segera mandi lalu bergegas menuruni tangga dan menuju ruang makan.

"Hai, Mi, Pi, maaf ya lama," ucap cowok itu dan segera duduk di bangku, "hai, Aisha sayang," tangannya mengelus rambut putrinya, yang disambut dengan gerutuan.

"Papa lama, aku kan daritadi udah nungguin. Aku udah laper tau, Pa," Aisha mengerucutkan bibirnya, yang disambut tawa kecil seruangan.

"San, nanti abis ini Mami sama Papi mau ngomong ya sama kamu," ucap Mami. Ia hanya mengangguk.

"Aisha, makan yang banyak ya, nanti abis itu langsung naik ke kamar dan tidur," perintah Mami dengan lembut sambil menyendoki nasi ke piring Aisha.

"Kata Bu Guru, kalo abis makan itu jangan langsung tidur, Mi. Nanti nasinya nggak jadi masuk ke perut loh," ucap Aisha sambil menirukan gaya bicara gurunya di sekolah. Mami tertawa pelan.

"Ya sudah, sebelum tidur Aisha belajar dulu ya di kamar?" tanya Papi dengan kalimat retorik.

"Okeh, Pi," jawab Aisha mengacungkan jempolnya.

Setelah makan malam selesai, Aisha masuk ke kamarnya.

"Sandi, ayo kita ke ruang keluarga," ajak Mami. Sandi mengangguk dan mengikuti kedua orangtuanya.

"Ada apa, Pi, Mi?" tanya Sandi membuka obrolan.

"Sandi, umur kamu udah 20 tahun loh, kamu nggak ada keinginan untuk menikah?" tanya Papi pelan-pelan.

Sandi mengernyitkan dahinya, "nikah buat apa lagi? Aku kan udah punya Aisha."

Papi hanya geleng-geleng kepala, "kamu itu ya, pulang-pulang Papi dari Jerman udah langsung punya anak aja. Nikah sama siapa kamu? Nggak bilang-bilang lagi pas nikahnya. Mana mantu Papi sama Mami?"

"Ihh, Papi kepo banget deh," Sandi meledek papinya.

"Tau nih kamu, San. Mami kan mau liat menantu mami. Lagian kamu ada-ada aja sih, punya anak sebesar itu sedangkan umur kamu masih 20 tahun. Makanya kalo bikin anak itu liat-liat umur juga dong," ujar mami gantian meledek Sandi.

Sandi tertawa lepas, "ahh apaan sih Mami, kalo aku jadi perjaka tua kan Mami juga nggak mau kan?"

"Ya sudah, makanya kamu cari mantu buat Mami sekarang. Apa perlu Mami yang cariin? Lagian kamu bukannya cari pacar sih."

"Aku kan sibuk, Mi, ngurusin kantor. Aku juga kan ngurusin Aisha, aku pengen liat anakku besar lalu nikah sama orang yang dia cintai."

"Kamu ini, San. Udah mikirin Aisha nikah aja, kamu dulu tuh urusin! Aisha masih kecil, lagian juga Papi rasa dia cepet dapet pacar pas udah gede. Wajahnya aja udah keliatan cantik di umur segitu," gantian Papi yang bicara kali ini.

"Tapi kan Pi, aku sebagai Papanya pengen dong ngeliat anaknya bahagia," Sandi membela diri.

"Ya sama, Papi juga pengen liat kamu bahagia," ujar papi telak.

"Ehehe, aku kan udah bahagia sama Aisha," Sandi masih berusaha membela diri.

"Sudahlah, kita semua ini emang bahagia. Tapi kan Mami sama Papi pengen liat kamu menikah, San. Salah sendiri nikah nggak bilang-bilang. Lagi pula, emangnya kamu ngga malu jadi duda muda punya anak satu kaya gini?" tanya mami menaikan sebelah alisnya dan tersenyum jenaka.

Sandi tertawa, "engga dong, aku malah bersyukur punya Aisha. Dia seperti malaikat pelindungku dari lirikan wanita nakal, hahaha."

"Bukannya justru karna Aisha juga kamu jadi dilirik tante-tante?" kini giliran papi yang menaikan sebelah alisnya.

"Sudahlah, Pi. Jodoh itu nggak akan kemana kok dan nggak akan ketuker juga," ucap Sandi tersenyum hangat pada orang tuanya.

###

He-hey! Ini story kedua aku setelah Psikolog Cinta tamat. Yeay!

Sebenernya udah lama jadi draft, tapi aku nunggu first story selesai dulu biar lebih fokus.

Maaciiwww kleaannnn yang udah berkenan mampir, baca, ngasih bintang, dan komen. Mwahh~

Minggu, 26 Juli 2020
00.28 WIB

SPEAK NOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang