"Ayo, Pah, kita jalan," perintah Aisha sambil memeluk gue. Lahh, anak gue ngapa coba jadi begini?
Sepanjang perjalanan gue melamun memikirkan panggilan sayang dari Aisha. Biasanya dia gak gini ko. Jangan-jangan dia kesurupan kali ya di sekolahnya. Gue bergidik ngeri ngebayanginnya.
Gue berhenti tepat di depan rumah.
"Pah? Ngapain disitu? Kok, gak masuk?" gue mengerjapkan mata. Lahh, itu anak kapan turunnya, kok, gak berasa ya? Duhh, gue makin merinding deh.
Gue memarkirkan motor dan berjalan was-was masuk ke dalam. Aisha meletakan tasnya di sofa dan menatap gue heran.
"Papa kenapa, si? Kok, kayak gitu dari tadi? Gak jelas banget, deh," tanyanya dan mendekat ke arah gue.
"Hah? Papa gak kenapa-kenapa, kok. Ngomong-ngomong, kamu beneran Aisha anak Papa, kan?" tanya gue sambil memegang pundaknya. Dia menaikkan sebelah alisnya.
"Papa kenapa, si?" tanyanya cemberut dan memonyongkan bibirnya. Oke, gue percaya kalo ini emang anak gue.
Gue memeluk Aisha kencang dan lama, bersyukur kalo dia bukan makhluk jadi-jadian.
"Papa, ihh, lepasin! Aku sesek, nih!" dia merengek dan gue melepaskan pelukan gue.
"Hehe, maaf ya, Sha, tadi Papa kira kamu kesurupan, abisnya tadi kamu panggil Papa pake sayang-sayang" ujar gue malu.
Lahh, gimana ceritanya, gitu? Kenapa gue harus malu? Gue kan cowok umur 30-an. Lagian juga Aisha anak gue. Duhh, mungkin ini efek gue ngejomblo lama kali, ya.
Aisha makin cemberut, "ihh, kok, Papa jahat, sih! Aku ini Aisha anak Papa! Bukan setan. Aku marah sama Papa!" lahh, dia marah. Lahh, dia lari. Lahh, dia masuk kamar. Lahh, "Aisha!!" teriak gue saat dia menutup pintu kamarnya. Duhh, gue jadi gak enak, nih.
Gue harus apa, dong?? Udah seminggu dia gak keluar kamar. Ralat. Sejam maksudnya.
"Aisha? Buka pintunya, dong, sayang. Papa minta maaf, Sha."
Kok, hening?
Gue mengetuk pintu lagi, "Aisha, kamu jangan gitu, dong. Papa janji, deh, kasih satu permintaan."
"MAUNYA TIGA," teriaknya lantang.
Lahh, dia ngelunjak.
"Iya, deh, tiga. Tapi, buka pintunya, dong. Maafin Papa."
"Masuk aja, sih. Orang pintunya juga gak dikunci."
Ceklek. Fix, ini gue dikerjain apa gue emang blo'on, ya.
Mau gak mau gue senyum juga ngeliat wajah anak gue yang manis banget kaya gulali pasar malem.
"Aisha, mau apa emang?" tanya gue lembut.
"Aku mau beli jaket dengan foto Sehun, terus abis itu makan di Richeese, pulangnya ke pasar malem beli gulali," ujarnya tanpa ragu. Sepertinya, dia sudah merencanakan mau ngambek biar dikasih permintaan. Untung aku baik.
"Jaket Sehun? Kenapa gak jaket kamu aja di sablon foto Papa?"
"Nggak mau, aku udah bosen liat muka Papa," ujarnya sambil memeletkan lidah.
Gue tersenyum datar. Punya anak, kok, ngeselin.
"Iya, dehh, Papa beliin. Apa, sih, yang gak buat kamu. Yaudah, sana siap-siap. Gak usah lama-lama make up nya, anak Papa, kan, udah cantik."
"Iya, aku tau, kok. Aku emang cantik," ujanrya dengan pede. Anak gue baper banget dari tadi, mungkin dia lagi PMS.
Gue keluar dari kamar Aisha dan ikut bersiap-siap. Setelahnya, gue menuju garasi dan mengeluarkan mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPEAK NOW
Teen Fiction"Pernahkah lo berpikir punya bokap ganteng dan awet muda? Menurut lo gimana kalo lo ada di posisi gue?" Aisha Fardila, 15. "Ngga punya istri, bukan berarti hidup itu gak bahagia. Bersyukur masih dikasih anak." Sandi Sulaeman, 30.