6: Anywhere Else But Here

18 0 0
                                    

Ku buka mataku dan sinar matahari langsung menerpa wajahku. Aku menggerutu kesal dan langsung menutup wajahku dengan comforter yang menyelimuti tubuhku. Namun, ketika aku membungkus tubuhku kembali, aku mendengar seseorang terkekeh geli dengan gerutuanku. Aku membuka mataku dan menyembulkan kepalaku dari comforter berwarna biru laut itu.

Sosok Zack terlihat sedikit kabur ketika aku melihatnya yang sedang berdiri di hadapanku. Aku mengambil kacamataku dan melihat Zack sedang berdiri di depan lemarinya sembari mencari atasan untuk pakaiannya hari ini. Zack memang terlihat shirtless dan hanya memakai jins berwarna hitam legam. Entah mengapa aku tidak bisa melepas pandanganku dari Zack yang tidak memakai atasan ini. Jarang sekali dia melepas kaos atau kemejanya.

Aku terpaku cukup lama, bahkan sampai aku lupa kalau aku masih mengantuk dan membutuhkan waktu tidur lebih lama. Mataku tidak bisa menolak tubuh Zack yang berada di hadapanku saat ini. Zack bukanlah tipe laki-laki yang memiliki otot besar atau perut kotak-kotak. Tubuh Zack tinggi dan tidak terlalu gemuk. Tidak seperti Jesse yang tinggi dan kurus kerontang. Aku akui tubuh Zack cukup proporsional. Dia juga gemar olahraga meskipun itu hanya berlari di sekitaran kampus. Namun, Zack cukup unik. Meskipun tubuhnya proporsional, wajahnya terlihat cukup tembam. Pipinya cukup berisi dan itu membuat kesan lucu di tubuh Zack.

"Take a picture, it'll last longer," kata Zack ketika sudah menemukan kaos dan kemeja yang diinginkan. Aku melempar bantal yang ada di sampingku dan dia tertawa lepas. Wajahku sudah semerah paprika merah ketika dia memergokiku sedang mengamati tubuhnya. Benar-benar memalukan. Aku pun hanya menutupi wajahku dengan comforter.

"Bangun, Malas! Ayahmu meneleponmu tadi," kata Zack sembari menarik comforter yang membungkus tubuhku. Aku menggerutu kesal dengan perlakuannya terhadapku. Kini aku melihat Zack sudah benar-benar rapi. Dia memakai kaos berwarna putih dan kemeja kotak-kotak berwarna biru yang tidak dikancingkan sampai bawah. Lengan bajunya digulung sampai ke siku.

"Baiklah," jawabku sebal. Zack tertawa mendengar nada bicaraku. Menurutnya, suatu hal yang menyenangkan adalah mendengarkan suaraku di pagi hari karena suaraku akan terdengar seperti laki-laki belum menginjak masa pubertas.

"Aku tadi membeli sarapan di kedai makanan dekat-dekat sini. Langsung makan saja." Zack memberitahuku ketika aku masuk ke kamar mandinya untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Zack selalu memiliki sikat gigi cadangan di kamar mandinya. Jadi, aku ambil satu dan ku beri namaku agar tidak ada yang memakainya. Pertemanan kami memang seaneh itu. Tak heran banyak orang yang mengira kita memiliki hubungan khusus selain teman.

"Kau ada kuliah?" tanyaku sembari menggosok gigiku dari dalam kamar mandi. Aku bisa merasakan Zack berdiri di ambang pintu sembari bersandar dan menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.

"Aku ada kuliah satu jam lagi. Kalau tidak keberatan, aku akan mengantarmu ke apartemenmu. Eve pulang terlebih dahulu tadi karena dia harus mencuci bajunya," kata Zack. Aku membersihkan mulutku dari sisa pasta gigi dan mencuci mukaku. Aku menoleh kepada Zack yang menontonku melakukan rutinitas pagiku. Dia tersenyum jahil.

"Jadi, tadi malam kau tidur di mana? Maaf aku tadi malam tertidur di kasurmu," kataku dengan wajah yang mulai bersemu merah.

"Aku tidur di kamarku, tentu saja." Zack mengatakan hal tersebut seperti itu adalah hal yang paling wajar sedunia. Aku nyaris tersedak ludahku sendiri ketika mendengarnya. Jadi, tadi malam, aku tidur satu ranjang dengannya? Bagaimana bisa?

"Jadi... kau..."

"Tenang, aku tidak melakukan hal macam-macam, kok. Meskipun ketika kau tidur kau sama sekali tidak bisa diam," kata Zack sembari memutar kedua bola matanya. Aku hanya memelototinya dan mendorongnya agar aku bisa lewat dan keluar dari kamar mandi.

ANDREATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang