7: Night Like This

13 0 0
                                    

I loved you dangerously

More than the air that I breathe

Knew we would crash at the speed that we were going

Didn't care if the explosion ruined me

Baby, I loved you dangerously

Suara merdu nan lembut milik Charlie Puth terdengar di seluruh indera pendengaranku ketika aku berjalan menuju auditorium tempat aku latihan paduan suara malam ini. Earphone yang terpasang dengan manis di kedua telingaku memainkan lagu-lagu milik penyanyi yang alis kanannya terbelah tersebut. Sepanjang langkahku menuju auditorium, aku ikut bernyanyi walaupun hanya bergumam nada-nadanya saja.

Ketika aku akan membuka pintu auditorium, aku melihat ada beberapa temanku dari paduan suara sudah duduk-duduk di depan pintu yang rupanya masih dikunci. Aku melihat ketua paduan suaraku, Madeline Evans atau yang sering ku panggil Maddie, duduk bersila di lantai dengan beberapa lembar partitur di tangannya. Dia terlihat seperti mempelajari sebuah lagu dengan beberapa teman-teman satu suaranya, Alto, yang duduk di sekelilingnya dengan partitur di tangan mereka.

Tak jauh dari Maddie, ada beberapa kelompok kecil-kecil lagi yang rupanya melakukan hal yang sama. Mereka terlihat asyik sekali mempelajari lagu baru yang baru disebarkan hari ini. Aku pun langsung menghampiri salah seorang temanku, Cara, untuk meminta partitur. Dia memberikan partitur yang berisi sekitar tiga lembar. Aku membaca judulnya dan rupanya lagu yang kita pelajari adalah lagu Bohemian Rhapsody milik Queen yang diaransemen sesuai format paduan suara.

"Hai, Maddie!" sapaku sembari duduk di hadapannya. Dia yang sedang membenarkan nada salah seorang temanku pun mendongakkan kepalanya dan tersenyum.

"Andrea, kau baru datang?" tanyanya.

"Baru selesai kuliah. Dosenku memberikan tugas yang cukup rumit," jawabku. Aku pun mulai membuka-buka partitur yang ada di tanganku dan mulai mencoba untuk menerka-nerka bunyi nada yang seharusnya.

"Mengapa kita tidak latihan di dalam auditorium?" tanyaku sembari menunjuk pintu auditorium yang masih terkunci rapat.

"Stephen lupa meminjam kunci auditorium ke satpam tadi sore. Sekarang dia sedang meminjam kuncinya," jawab Maddie terdengar sabar. Aku memutar kedua bola mataku mendengar nama Stephen disebut. Stephen adalah salah satu public enemy di paduan suaraku. Dia terlalu membanggakan dirinya sendiri dan suka menganggap bahwa kualitas paduan suara terbaik ada di dirinya. Tak hanya itu, dia juga suka membicarakan hal-hal yang tidak penting. Itulah mengapa hampir semua anggota paduan suara di kampusku tidak menyukainya.

Ketika aku akan memulai komentar pedasku terhadap Stephen, mahasiswa bertubuh tinggi dan berkacamata itu tiba sehingga aku mengurungkan niatku. Dia membawa satu set kunci yang sudah dilabeli sesuai dengan ruangannya. Stephen memberikan kunci tersebut kepada Maddie. Perempuan bertubuh pendek itupun membuka pintu auditorium dan semua teman-teman paduan suaraku yang berjumlah hampir empat puluh orang langsung berbondong-bondong masuk ke dalam auditorium.

"Ayo, ayo, langsung berdiri melingkar di sekitar piano, ya!" teriak Jasmine, salah satu asisten pelatih, yang berdiri di balik grand piano. Semua anggota yang sudah hadir pun langsung berdiri melingkar di sekitar grand piano yang berwarna hitam tersebut.

Kami berlatih lagu Bohemian Rhapsody sekitar tiga jam. Meskipun sudah tiga jam berlatih, kami baru menyelesaikan setengah partitur tersebut dan belum menyelesaikan lagunya secara keseluruhan. Aku yang sudah mulai ngos-ngosan pun memilih untuk duduk di salah satu bangku auditorium yang mengarah ke panggung. Ketika aku sedang meminum setengah isi botol air mineral yang aku bawa, salah seorang teman yang cukup dekat denganku di paduan suara menghampiriku.

ANDREATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang