Go To School

297 50 47
                                    

Lizzy's note
Chapter ini dan selanjutnya bakalan ada flashback tanpa peringatan. Jangan bingung ya teman-teman :*
Dan terimakasih buat yang sudah mau membaca fict gaje ini. Bener-bener gaje, kan? Segaje authornya. Hehe.
Oke reader (kalo ada)
Happy reading, ne :)
Ikutin terus dedek chani yang nyariin bang dawon.









Mereka yang mengaku dewasa nyatanya tidak pernah bertindak dewasa.

Mau dilihat dari sisi manapun dia hanyalah anak yang polos. Dia bahkan hanya mengerjapkan matanya ketika dua orang dewasa itu saling berteriak dihadapannya. Berbeda dengan satu bocah lain yang lebih dewasa darinya. Bocah berumur 7 tahun itu bergetar ketakutan dengan air mata yang terus mengalir di pipi gembilnya.

.
.
.

Pagi yang cerah. Secerah suasana hati Chani hari ini. Lihat bahkan namja penyuka ayam goreng itu tengah mematut dirinya di depan cermin dengan sesekali bersiul. Tapi tunggu. Sepagi ini? Dan Chani sudah sangat rapi?

Baiklah akan kujelaskan. Rupanya perkataan tuan Kang beberapa hari yang lalu mengenai pendidikan formal untuk Chani, sama sekali tidak main-main. Chani berfikir bahwa tuan Kang yang licik itu hanya akan mempermainkannya. Memberi penawaran menggiurkan yang mematikan dan berakhir dengan kegagalan untuk Chani. Tapi lihat sekarang bahkan Chani sudah mengenakan seragam sekolahnya. Jadi sudah cukup menjelaskan, bukan?

“300 soal pengetahuan umum dalam waktu 2 jam? Apa itu masuk akal?“ gumam Chani.

Terkejut? Itulah kenyataanya. Chani harus melewati tes itu untuk mendapatkan pendidikan formalnya.

“Kurasa berhasil melewati tes itu lebih tidak masuk akal. Aku bahkan asal menjawab tanpa perlu repot-repot membaca soalnya,“

Jika orang lain yang mengalami ini, paling tidak orang itu akan berteriak heboh. Hey, siapa yang tidak heboh, jika dirimu berhasil mengerjakan 300 soal? Tapi sayangnya ini adalah Chani, Kang Chani. Seorang yang hanya memandang datar segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Sekalipun itu adalah sesuatu yang penting menyangkut hidupnya.

Aku hampir bebas hyung, segera.

Kita lihat saja, apakah kau masih bertahan dengan sudut pandang yang sama setelah ini Chani-ah?
.
.
.
Chani bergegas turun menuju meja makan. Dia baru saja ingin duduk. Tapi...
“Aku harus segera ke rumah sakit. Ada korban tabrak lari yang harus aku operasi. Kau ingin berangkat sekarang atau...“
“Aku ingin berangkat sekarang ahjussi,“ girang Chani dengan senyum bocahnya.
“Tapi kau belum sarapan Chani-ah,“ kata umma Chani dengan tatapan khawatirnya.
“Aku akan sarapan di jalan saja,umma.“

Deg

Umma

Umma

Kata terakhir yang diucapkan Chani seolah bergema di kepala yeoja yang berumur hampir kepala empat itu.
Pikirannya mendadak blank.
Umma, benar. Kapan terakhir kali dia dipanggil seperti itu? Sudah pantaskah dia mendapat panggilan semacam itu?

"Aku hanya melahirkan mereka. Dan bukan seorang umma," gumamnya dengan sorot mata kosong dan berkaca-kaca.
.
.
.

Chani mengunyah sandwich yang dibawanya dari meja makan. Chani terlalu bersemangat ingin cepat-cepat sampai di sekolah. Dia bahkan tidak menyadari tatapan kaget dari ummanya tadi terhadap perubahan sikapnya.
Tuan Kang yang kini duduk di kursi kemudi pun sesekali melirik ke sampingnya.

Apakah pendidikan formal sepenting itu Chani-ah? Lihat, bahkan dia tersenyum lebar. Wajah yang biasanya datar itu kini menampilkan ekspresi cerah.

“Kau terlihat senang sekali. Sepertinya sekolah mempunyai pengaruh besar untukmu,“ kata tuan Kang.
“Tentu saja ahjussi,“

HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang