Perlahan-lahan mata sang pangeran duyung pun terpejam. Ia telah memenuhi apa yang ia hasratkan; menjadi manusia, berada di sisi manusia yang ia cintai dan selalu mencintainya. Dibandingkan hidup selama ratusan tahun tanpa menemukan cinta, ia lebih memilih hidup lebih pendek namun dapat mencintai dan dicintai, begitu pikir Airyl.
Airyl menyerahkan nyawanya untuk Pangeran Arthur—kakinya sakit, suaranya merdunya hilang dan hatinya hancur, tapi ia tidak mampu membenci sang pangeran. Ia senang menjadi kesayangan sang pangeran, ia senang tidur di bawah kasurnya, ia senang berdansa dengan sang pangeran, itu semua kedengaran seperti sebuah mimpi indah yang tidak akan pernah ia dapatkan jika ia tetap berada di bawah hamparan biru tiada batas itu.
'Aku mengharapkan kebahagiaanmu, Arthur, aku mencintaimu'
Airyl pun memejamkan matanya—
Pangeran Arthur yang kesadarannya mulai nipis, seolah disengat petir, membelalakan matanya. Tepat di hadapannya, makhluk yang mempesona itu memejamkan mata, matanya terpejam bagaikan sebuah patung manusia paling cantik yang pernah ia lihat. Perlahan-lahan makhluk mempesona itu diseret oleh air laut tenggelam ke bagian yang lebih dalam.
Pangeran Arthur menggelengkan kepalanya, 'Aku tidak ingin kehilanganmu! Bagaimana aku harus menebus kesalahanku padamu! Airyl-ku, cinta-ku, jangan kau tinggalkan aku!' seru sang pangeran dalam hatinya. Ia berenang dengan sisa-sisa kekuatan yang ada dalam tubuhnya untuk menggapai Airyl. 'Aku mohon, berilah aku kesempatan untuk menebus rasa sakit yang aku sebabkan padamu!' seru sang pangeran. Lengannya ia julurkan, menggapai jari sang pujaan hati.
Kegigihan Pangeran Arthur berhasil mengantarkannya, menggapai Airyl. Ia menarik Airyl, mendekap tubuh sang pujaan hati itu. Dan dari belakang, ia merasakan ada seseorang yang menarik tubuhnya, begitu cepat menyeretnya sampai ia muncul ke permukaan.
Nepheyl dan para putri duyung menarik Pangeran Arthur beserta Airyl sampai ke permukaan. Badai masih belum lalu, hujan lebat dan ombak masih tetap meramaikan permukaan.
Kapal layar mewah itu telah hancur, awak kapal yang berada di atas kapal, tidak lagi terlihat, di sekeliling sang pangeran, hanya terdapat puing-puing kapal. Pangeran Arthur semakin pilu, tapi saat itu ia didera kepiluan yang lebih hebat daripada pilu kehilang kapal dan awaknya.
Bebba si paus raksasa, ia meminjamkan punggungnya yang lebar untuk Pangeran Arthur sehingga ombak tidak melemparkan ia ke sisi-sisi lain dan menyebabkan ia tenggelam lagi. Pangeran Arthur menarik tubuh Airyl bersamanya. Rasanya sangat aneh berada di atas punggung ikan, tapi ini satu-satu tempat di mana ia bisa aman dari badai.
Nepheyl dan para putri duyung lain mengelilingi Bebba, menatap sedih ke arah sang pangeran dan saudara tercinta mereka. Pangeran Arthur membawa Airyl di lengannya, ia membelai lembut pipi pucat sang pujaan hati. "Mengapa aku begitu bodoh meragukan hatiku meski sudah berkali-kali hatiku memberi tahu bahwa kau adalah dia..." ujar Pangeran Arthur, air mata mulai membasahi wajah sang pangeran. "Sekarang aku telah sadar bahwa kau adalah yang kucari, tapi aku sudah terlambat..." ujar sang pangeran lagi, tersedu-sedu.
Para putri duyung pun mulai menitikkan air mata, hati mereka pilu melihat manusia itu menangisi adik mereka begitu sedihnya.
Tidak hanya para putri duyung, Nepheyl sang raja pun begitu sedih. Apa yang sudah ia perbuat! Siapa yang begitu keras hati! Ia tahu putranya bahagia mski hatinya hancur, ia tahu kebahagiaan putranya bukanlah berada di dalam gua duyung. Namun ia menutup hatinya, sebagai seorang raja, ia melakukan hal yang benar. Menjaga para duyung untuk tetap aman, tapi sebagai seorang ayah, ia begitu buta.
Para putri duyung berenang sampai ke punggung Bebba, mereka menyeret tubuh mereka naik ke punggung Bebba. Pangeran Arthur masih menempatkan Airyl dalam lengannya, lalu ketika melihat par putri duyung menghampirinya, ia membaringkan Airyl di punggung Bebba supaya para putri duyung itu bisa melihat saudara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince Merman
FantasyKapal Pangeran kerajaan Welsh yang dihantam ombak besar dan hujan lebat ketika dalam perjalanan pulang, hancur dan menenggelamkan semua awak kapal termasuk sang Pangeran. Putus asa tidak adanya harapan untuk selamat, sang Pangeran memejamkan matanya...