Chapter 11: Yang Mereka Sebut Cinta

9.4K 1.5K 35
                                    


Suara lonceng yang berdentang keras membangunkan Pangeran Arthur dari tidurnya. Kepalanya terasa berat dan penglihatannya kabur. "Pangeran Arthur! Pangeran Arthur!" beberapa orang pengawal menggedor-gedor pintu ruang jamuan dengan keras. Pangeran Arthur mendengus kesal sembari berjalan menghampiri pintu ruangan. "Ada apa?!" tanya Pangeran Arthur kesal, "Pangeran Wilhem, Pangeran Wilhem ditemukan tewas!" para pengawal memberi tahu. Pangeran Arthur membelalakan matany tak percaya, ia bergegas keluar dari ruang jamuan dan berlari sampai di luar istana, di mana banyak orang berkumpul.

Pangeran Arthur mendesak gerombolan orang-orang itu, mendapati Putri Anette, istri Pangeran Wilhem menangis tersedu-sedu seraya mengguncangkan tubuh Pangeran Wilhem yang sudah berubah biru pucat. "Wilhem! Kenapa kau meninggalkanku!" tangisnya. Pangeran Arthur terlalu syok mendapati berita dan kenyataan pagi ini hingga ia tidak tahu harus berbuat apa. "Apa yang terjadi? Ada apa ini?" Pangeran Arthur menoleh ke belakang dan melihat Ibunya berjalan menghampiri mereka dengan para pelayan wanita. "Ya Tuhan...." Sang Ratu menutup mulut terkejut. "Oh, Wilhem..." Sang Ratu menghampiri Putri Anette dan memeluk tuan putri.

Yang Mulia Raja dan Ratu meminta semua tamu undangan dan pengawal berkumpul di ruang utama istana. Sang Raja bertanya, "siapa yang menemukannya?" Seorang pengawal mengangkat tangan dan maju ke depan. "Hamba, Yang Mulia." Jawabnya. "Di mana kau menemukan ia?" tanya Sang Raja lagi. "Saat hamba sedang berkeliling sampai ke tepian laut hamba melihat Pangeran Wilhem sudah tak bernyawa tersangkut di antara batuan karang." Jawabnya. "Bagaimana ini bisa terjadi.." para tamu undangan mulai saling berbisik. "Adakah di anatara kalian yang melihat Pangeran Wilhem sebelum tragedi ini terjadi?" tanya Sang Raja. Penasehat Kerajaan Pangeran Arthur pun maju ke depan. "Hamba melihat Pangeran Wilhem tengah malam setelah pesta selesai," jawab si Penasehat. "Apa kau melihat ada sesuatu yang aneh padanya?" Si Penasehat menggelengkan kepala, "tidak Yang Mulia. Pangeran Wilhem tampak seperti biasa, tidak ada yang pada dirinya." Sang Raja mulai terdiam sejenak. "Tapi semalam Pangeran Wilhem bertanya pada hamba tentang sebuah nama.." lanjut si Penasehat. "Nama?" para tamu mulai berbisik-bisik, "Siapa nama yang ia sebut?" tanya Sang Raja. "Pangeran Wilhem bertanya pada hamba sebuah nama yang Pangeran Arthur panggil dalam mimpinya. Tapi hamba tidak ingat nama tersebut... itu bukan nama yang sering hamba dengar." Jelas si Penasehat.

Semua mata beralih ke arah Pangeran Arthur. "Arthur, apakah kau mengenali nama yang dimaksud?" tanya sang Raja. Pangeran Arthur terdiam, 'Aku tidak tahu nama siapa yang aku sebut dalam tidurku... tapi jika benar itu nama yang asing...mungkinkah..Airyl..?'

"Arthur, jika kau punya jawaban, katakanlah." Perintah Sang Raja. Pangeran Arthur berlutut dan menundukkan kepala. "Aku tidak punya jawaban, aku bahkan tidak ingat siapa yang datang dalam mimpiku." Jawab Pangeran Arthur. "Apakah hanya sebuah nama saja?" Sang Ratu kini ganti bertanya. "Ah ah! Kalau hamba tidak salah, Pangeran Wilhem juga bertanya di tepian laut sebelah mana Pangeran Arthur sering menghabiskan waktu, hamba memberi tahu Pangeran Wilhem di sebelah timur, sebuah batu karang yang besar." Jawab si Penasehat.

Apa yang si Penasehat katakan mengundang banyak pertanyaan, tapi tentu saja bukan menunduh Sang Panegran membunuh Pangeran Wilhem. Para tamu dan pengawal tahu bahwa Pangeran masih tidur nyenyak bersama mereka di ruang jamuan. Lalu apa yang membuat Pangeran Wilhem berakhir merenggut nyawanya? Berbeda dengan para tamu yang bertanya-tanya, Pangeran Arthur malah merasa cemas, takut kalau-kalau apa yang ia pikirkan adalah kenyataan sebenarnya. Tapi hal itu tidak mungkin! Memang benar duyung adalah pertanda buruk, mereka jahat dan senang menyengsarakan manusia. Namun, duyung yang ia kenal sama sekali bukan makhluk seperti itu.

Pangeran Arhur diam-diam menyelinap keluar dari ruangan, ia membawa langkahnya sampai ke kamar mana Pangeran Wilhem dibaringkan. Pangeran Arthur melihat Putri Anette masih menangis meratapi suaminya. Pangeran Arthur pun merasa iba, baik Pangeran Wilhem dan Putri Anette adalah teman dekat, seperti seorang saudara baginya.

The Prince MermanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang