.
Author pov.
Jungkook, Saein dan Mingyu berada didepan kamar rawat dimana Jimin tengah terabaring disana. Beberapa menit yang lalu dokter keluar dan memberitau jika Jimin mengalami depresi yang sangat parah hingga membuatnya menjadi hampir gila. Jimin bisa disembuhkan dengan dirawat secara intensif dirumah sakit tersebut.
Jungkook berdiri dari duduknya. Menatap lurus kedepan. Pandangannya kosong tapi pikirannya penuh dengan berbagai perasaannya. Semua rasa kecemasannya menjadi satu dipikirannya.
"Kang ahjumma, kembalilah kerumah. Aku akan menunggu Jimin hyung disini." Jungkook berkata tanpa menoleh kearah Saein.
"Ye, doryeon-nim." Saein berpamitan kemudian pergi meninggalkan Jungkook dan Mingyu disana.
"Kau juga, Mingyu. Pulanglah. Maaf sudah merepotkanmu."
"Aniya, Jungkook. Kau tak pernah merepotkanku."
"Tapi, aku selalu menjadi sahabat yang penuh beban untukmu."
"Hey, apa aku pernah berkata kalau aku terbebani bersahabat denganmu?"
Jungkook menundukkan kepalanya kini. Benar, Mingyu tak pernah berkata kalau dirinya sangat terbebani dengan sahabat seperti dirinya. Apakah, Jungkook yang terlalu berburuk sangka dengan Mingyu?
"Aku ingin sendiri. Aku mohon, tolong tinggalkan aku."
"Geurae. Keundae, jika ada apa-apa, hubungi aku."
Jungkook tak menjawab. Mingyu melangkah pergi meninggalkan Jungkook didepan kamar rawat Jimin. Jungkook kembali duduk dan menangkup wajahnya, frustasi. Jungkook tak biasanya seperti ini. Kenapa masalah dalam keluarganya tak kunjung berhenti?
Apa yang sebenarnya ingin kau tunjukkan ya Tuhan?
Jungkook mengusak rambutnya dengan kasar. Saat ini Jungkook terlihat seperti seorang nerd dengan keadaan bad boy. Sangat aneh. Jungkook mengeluarkan ponselnya. Memasukkan beberapa digit angka disana dan menyentuh tombol dial.
"Yeoboseo, Seokjin hyung?"
.
.
Jungkook pov.
Aku terduduk dibangku tunggu. Aku masih berada ditempat yang sama. Didepan kamar rawat Jimin hyung. Beberapa menit yang lalu aku menghubungi Seokjin hyung. Aku bisa mendengar keterkejutan Seokjin hyung dari suaranya.
"Ya! hah.. hah.."
Aku mendongak ketika sebuah suara menghampiri telingaku. Suara yang tak lain milik Seokjin hyung. Ia terlihat terengah-engah. Apa Seokjin hyung berlari? Sebegitu cemaskah Seokjin hyung dengan Jimin hyung?
"Bagaimana keadaan Jimin?"
Aku masih diam. Pikiranku melayang kemana-mana hingga aku tak tau jika Seokjin hyung sudah merasa kesal karena tak aku dengarkan.
"Ya! Jawab bodoh!"
"K-kata dokter, Jim-Jimin hyung harus dirawat intensif disini. Jimin hyung mengalami depresi yang sangat parah hingga membuatnya hampir gila."
"Aish, sebenarnya apa yang terjadi pada si pendek itu? Kenapa selama ini tingkahnya aneh sekali?"
"M-mungkin ini karena Daerin nuna."
"Daerin? Daerin mantan Jimin itu?"
"N-ne."
Aku menceritakan semua kejadian hari ini. Dimulai ketika Jimin hyung pulang dalam keadaan mabuk. Merancau tak jelas. Amplop berisi hasil pemeriksaan Daerin nuna. Hingga keadaannya yang sekarang. Depresi dan hampir gila. Aku sengaja tak menceritkan penyelidikanku pada Seokjin hyung. Entah kenapa rasanya sangat berat sekali mengatakan hal itu.
Aku bisa melihat wajah Seokjin hyung menjadi putus asa. Seokjin hyung duduk dibangku dengan memijat keningnya. Aku tak berani bertanya banyak pada Seokjin hyung. Meski hanya sekedar tanya tentang keadaannya. Aku tau Seokjin hyung pasti sangat tertekan dengan masalah yang selalu datang silih berganti.
.
.
Aku berjalan dikoridor. Langkahku gontai. Aku tak bertenaga untuk kesekolah hari ini. Sudah hampir seminggu Jimin hyung dirawat dirumah sakit. Dan kata dokter masih belum ada perkembangan yang signifikan. Pikiranku selalu penuh dengan penjelasan dokter ketika aku berkunjung kerumah sakit untuk memastikan keadaan Jimin hyung.
Grep!
Aku terkejut ketika sebuah tangan merangkulku. Taehyung bersama dengan ketiga temannya mensejajarkan jalannya denganku. Perasaanku menjadi tidak enak ketika berada didekat Taehyung.
"Hey, nerd. Bagaimana kabarmu? Hampir seminggu aku tak bertemu denganmu. Ya, harus bagaimana lagi, aku juga harus pergi ke Jepang untuk menyelesaikan urusanku disana."
Aku diam tak menanggapi semua perkataan Taehyung. Aku melepaskan tangan Taehyung yang merangkulku.
"Mian, Taehyung-ssi. Aku harus ke kelas sekarang juga." Aku hendak berjalan pergi namun dihadang oleh tiga teman Taehyung.
"Mau kemana, hah? Kau lupa kalau kita ada urusan yang harus diselesaikan? Bawa dia."
Tanganku diseret oleh tiga teman Taehyung. Aku memberontak, namun apa daya aku hanya seorang diri dan Taehyung berempat. Aku dibawa kesebuah gudang tak terpakai dibelakang sekolah. Tanganku dilepaskan oleh tiga namja tadi.
"Aku ingin sekali menghajarmu nerd. Tanganku sudah tak sabar ingin membuat jejak kemenangan diwajahmu yang cupu itu."
Bugh!
Aku jatuh tersungkur ditanah. Aku meringis ketika pukulan Taehyung tiba-tiba mendarat dipipi kananku. Aku bangkit dan hendak membalas memukul Taehyung.
Deg!
"Akkhhh!"
Aku memegang dadaku. Kenapa harus sakit disaat seperti ini? Aku kembali terduduk ditanah. Nafasku tak karuan. "Akhhh! Hah.. aakkhhh!"
Taehyung hanya menatapku dingin dan tersenyum miring. "Ah, tidak seru jika menghajar orang yang lemah." Taehyung dan teman-temannya berjalan pergi.
Aku menyandar di dinding dan mencoba menetralkan nafasku. Sakit. Masih terasa sakit. Aku dengan gusar membuka tasku dan mencari botol kecil berisi pil disana. Aku membukanya dengan cukup panik dan segera meminum obat itu. Aku merilekskan diriku, menunggu hingga obat itu bereaksi sempurna didalam tubuhku.
"Ya Tuhan.. apa hidupku akan berakhir dengan cepat?"
Kemudian, rasa kantuk dan mata yang berat mendera tubuhku seketika. Kurasa obatnya sudah mulai bereaksi. Pandanganku mulai kabur, mataku perlahan-lahan mulai tertutup. Dan.. gelap.
.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Day For Me [END]
ФанфикPenyesalan akan datang di akhir. Sebelum kau menyesal nantinya, lebih baik menyadarinya dari sekarang. Tapi sepertinya itu tak mungkin terjadi. . "Mianhae, hyung. Aku tak bisa bersama kalian lebih lama. Aku sangat menyayangi kalian." Cast: - Park (J...