"Kau kalah lagi David, mungkin kau harus banyak belajar lagi untuk menang" Ujar Aldrin.
Ledek Aldrin kepada David yang selalu kalah dalam permainan PES itu.
"Mungkin aku kelelahan saja, naik pesawat dari Bologna ke Moskow membuat otakku tidak cekatan lagi hahah ...." David mencari alasan untuk kekalahannya. Aldrin hanya memasang muka remeh ke David.
"Ohh.. iya, bagaimana liburanmu selama aku pergi?" Tanya David yang penasaran.
"Tidak banyak yang aku lakukan selain membantu Ibu di rumah dan pergi ke taman" Mendadak Aldrin terbayang dengan Vivian, sudah lama tidak dilihatnya gadis itu semenjak mereka pulang malam hari itu. Sudah sering Aldrin pergi ke taman dan menunggunya tapi tak kunjung dilihatnya batang hidung Vivian, mungkin dia memang sudah jarang keluar rumah sejak kejadian itu.
"Hey jangan membuang waktu!" suara David membuyarkan lamunan Aldrin.
"Sebentar lagi akan masuk hari-hari sekolah, lebih baik kita manfaatkan waktu kita seperti ini Aldrin.." pinta David.
"Hahaha... baiklah bersiap untuk kekalahan mu yang berikutnya" ledek Aldrin dengan nada sombong.
Mereka kembali tertawa riang hari itu.
**
Aldrin duduk di halte di persimpangan jalan. Dirapikannya sweeter coklatnya, sekarang sudah masuk musim gugur dan hari ini adalah hari pertama masuk sekolah.
Udara dingin menelisik di antara sela-sela sweeternya. Ini masih sangat pagi dan Aldrin sudah sangat siap untuk berangkat ke sekolah. Tetapi, dia tidak berada di persimpangan jalan dimana Ia sering menunggu bus untuk menuju ke sekolahnya. Aldrin menantikan seseorang, diperhatikannya satu persatu orang yang lalu lalang namun tidak sekalipun dilihatnya gadis itu. Ini sudah hamper satu jam dan mungkin dia sendiri akan terlambat datang ke sekolahnya.
*
Dilihatnya Vivian berjalan di antara kerumunan orang itu. Moskow adalah salah satu kota terpadat di dunia, jadi tidak heran jika ada kerumunan orang berjalan kaki sepagi ini.
"Jadi kemana saja kau wanita hantu?"
Vivian langsung menoleh ke belakang dan secara acuh mengabaikannya, tampaknya dia sudah tidak terkejut lagi jika melihat Aldrin datang tiba-tiba seperti itu.
"Memangnya siapa yang lebih mirip hantu?, aku hanya terlalu malas untuk bertemu orang seperti mu" Ucapnya ketus."
"Kau terlalu malas atau terlalu malu...? hehehe" Aldrin tertawa.
"Kenapa kau tidak pergi saja ke sekolah mu sendiri?" tersirat nada mengusir.
"Aku kebetulan sedang lewat sini dan mungkin mengantarmu sebentar bukan ide yang buruk" Senyuman terlukis di wajahnya.
"Nanti kau bisa telat bodoh!"
"Kamu tau kan aku dapat berada dimanapun kapanpun aku mau" Aldrin menaikkan alisnya setengah.
"Terserah..." Ucap Vivian sinis.
*
Dilihatnya oleh Aldrin dari kejauhan sebuah gerbang sekolah besar.
"Cukup sampai di sini saja" Vivian bergegas meninggalkan Aldrin.
"Baiklah, semoga hari mu menyenangkan" Aldrin melambaikan tangannya, Vivian berbalik sesaat dan membalas lambaiannya.
Sekarang saatnya Aldrin untuk berlari secepatnya sebelum satpam penjaga gerbang sekolahnya menutup pagar besi itu.
**
"Bringg...bring..." bel pulang sekolah berbunyi. Vivian begegas merapikan tasnya dan ingin cepat-cepat pulang kerumahnya. Namu dilihatnya anak laki-laki berdiri tepat di depan gerbang sekolahnya. Ditatapnya Aldrin sangat sumringah melambaikan tangan dari kejauhan.
"Apa lagi yang kau inginkan? Bisakah kau hilang dari pandangan ku sebentar saja?"
"Hanya ingin menghabiskan waktu lebih bersamamu, sudah ku katakana berulang kali bahwa mata mu meninggalkan semacam efek adiktif di otakku" Aldrin kembali tersenyum.
Vivian hanya menjulurkan lidahnya. Tanpa basa-basi, Aldrin kembali menarik tangan Vivian namun kali ini dia menahannya, Vivian sedikit ragu.
"Ayolah, aku berjanji tidak akan terlalu lama kali ini"
Tetapi Vivian masih menunjukkan keraguan.
"Ayolah, kau juga lapar bukan?" Aldrin berusaha meyakinkan.
"Oke tapi janji tidak akan lama" Vivian mengeluarkan jari kelingkingnya.
Tanpa berfikir panjang Aldrin langsung membawa Vivian menyusuri padatnya jalanan Ibukota, blok demi blok mereka lewati sampai pada akhirnya berhenti dan masuk ke dalam sebuah kedai pizza.
"Paman Mario, dimana David? Dia tidak masuk sekolah pagi tadi" Tanya Aldrin kepada orang tua yang sedang memanggang pizza itu.
"Ohh... dia hanya sakit flu biasa dan sangat malas untuk pergi ke sekolah. Dia sedang pergi ke dokter sekarang" Paman Mario masih sibuk dengan pekerjaannya.
"Baiklah paman, tolong buatkan kami pizza" Aldrin memesan pizzanya.
"Satu atau dua?"
"Satu saja paman, kami bisa memakannya berdua" pintanya sambil menatap Vivian.
"Ohh iya, siapa nama mu Nona cantik?"
"Vivian paman, panggil saja Vivian" mereka berdua berjabat tangan.
*
Vivian memakan pizzanya dengan sangat lahap.
"Aku belum pernah memakan pizza sebelumnya, ini sangat nikmat tapi sedikit agak panas" Vivian berkomentar tentang makanannya dengan mulut penuh pizza.
"Kau memang tidak sabaran Vivian. Pizza paman Mario memang yang terlezat di kota ini" Aldrin membanggakan diri.
"Tapi sebaiknya kita pulang sekarang, aku tidak ingin kejadian kemarin terulang kembali" usulnya sambil memakan potongan terakhir dari pizza itu. Aldrin hanya mengangguk sambil mengikuti Vivian keluar dari kedai pizza.
"Terimakasih paman" ucap Aldrin sambil melewati pintu kedainya.
"Salam kepada keluargamu Aldrin" Paman Mario masih melanjutkan pekerjaannya.
"Apakah perlu aku mengantarmu?" Tanya Aldrin kepada gadis yang sudah berlalu pergi dari hadapannya.
"Tidak, mungkin lain kali" Tolaknya sambil terus berjalan cepat.
Diperhatikannya Vivian yang sudah mulai menjauh dari Aldrin, gadis itu menghilang di antara keramaian banya orang. Aldrin berbalik untuk pulang kerumahnya sendiri
**
Aldrin duduk diam tak sabaran di taman itu, pakaiannya rapi dan wangi. Mereka telah membuat janji 2 hari yang lalu. Aldrin sedang menunggu Vivian bersama biolanya. Dia sangat tak sabaran.
*
Vivian berjalan anggunmenyusuri barisan-barisan pohon maple tua, dia terlihat sangat exited menyambut hari ini. Tidak lupadia membawa biola kesayangannya yang dibungkusnya rapi di dalam tas hitam yangdigendongnya.
Sekarang adalah puncak musimgugur, daun-daun dari pohon maple yang sudah mulai menguning dan berguguranditiup angin menambah indah susana hari itu seperti pada film-film romantis.Vivian sudah tau dimana dia akan pergi dan dimana Aldrin sudah menunggunya.Hari ini udaranya cukup dingin, jadi dia menggunakan sweeter kuningnya.
Aldrin yang menyaksikan rambutVivian tertiup angin, terpesona dibuatnya. Dalam sekejap, Vivian telah sampaidan duduk tepat disebelah Aldrin.
"Jadi lagu apa yang kauinginkan?" Vivian bertanya sambil menyiapkan biolanya.
"Semua ku serahkan padaahlinya" Aldrin melemparkan senyum manisnya.
Dengan sangat lembut, senarbiola itu mulai digeseknya oleh Vivian. Nada minor terdengar jelas menemanigugurnya daun-daun maple tua dibelakang mereka. Daun-daun itu seolah menariditiup angin sepoi dengan efek warna kuningnya.
Gadis itu dapat menyulapsuasana. Dalam sekejap, permainan biolanya pada nada minor dapat membuatsuasana haru. Mata Aldrin mendadak menjadi berkaca-kaca melihat pemandanganseperti ini. Vivian terus memainkan biolanya dengan hikmat, alam selaras dengannada-nadanya. Benar-benar ciptaan tuhan yang memberikan semua anugrah-Nya.
Hinggah Vivian sampai pada not terakhirnya,kali ini dia tidaklangsung beranjak pergi. Dihirupnya nafas dalam-dalam oleh gadis itu dandiamatinya keindahan siluet musim gugur itu. Daun-daun merah menghiasi sejauhmata memandang, dilihatnya beberapa keluarga yang berpiknik dibawah pohon-pohonitu, mereka tampak bahagia.
Aldrin merapatkan duduknyadengan Vivian, dipegangnya kedua tangan gadis itu dengan sangat lembut.Ditatapnya dalam mata hijaunya. Vivian hanya diam dan membalas tatapan Aldrin,pipi mereka memerah.
"Aku terpesona karenamu, sejakawal mata ini melihatmu hingga saat ini aku bisa sebegitu dekat denganmu.Matamu menunjukkan sesuatu yang tak bisa aku jelaskan dan sialnya aku tidakbisa mengalihkan pandangan ku darimu. Aku ingin menjadi milikmu dan kuharapkaupun juga begitu. I'am Addicted to you."
MataVivian berbinar, tersanjung dia oleh setiap ucapan yang terlontar dari mulutAldrin.
"Aku ingin menghabiskan waktulebih banyak lagi bersamamu Aldrin, dan kurasa aku juga mulai menyukaimu" Mereka bepelukan diterpa angin musim gugur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astronot dan Violinis
RomanceAldrin dan Vivian. Seorang laki-laki yang bermimpi untuk menjadi Astronot dan seorang gadis yang ingin menjadi Violinis terkenal dipertemukan oleh takdir. Aldrin yang bersifat rasa ingin tahu. Vivian yang bersifat penyendiri dan malu untuk mengekspr...