CHAPTER FOUR

17 2 0
                                    

"Pernahkah hatimu terluka dan mencoba untuk sembuh? Pada akhirnya kamu akan terluka sekali lagi dan lagi di tempat yang sama, yang penuh dengan bekas luka"

●●●

Daniel menatap lama tulisan besar di gedung yang berada di hadapannya.
*YAYASAN PENDIDIKAN BINA NUSANTARA*.
daniel mengeja dalam hati dan tersenyum, ia tidak menyangka akan kembali ke tempat ini lagi, dimana ada tiga gedung besar berdampingan, gedung bagian timur adalah SD Bina Nusantara di bagian tengah SMP Bina Nusantara dan yang paling barat adalah SMA Bina Nusantara. Di setiap gedung di batasi tembok yang tinggi, tempatnya terpisah tapi masih di lingkungan yang sama dengan tempat parkir yang amat sangat luas. Jangan heran kenapa daniel bisa melihat selurug gedung tersebut karena sekarang ia masih berada di luar pagar utama.
Daniel melangkahkan kakinya ringan menuju gedung yang paling barat, sesekali tersenyum sok keren ketika para siswa maupun siswi di sana memperhatikannya.
Ada yang menyapanya ramah, ada yang menatapnya kagum dan juga ada yang memekik senang, ya pekikan pekikan itu tentu saja dari siswi siswi di sekolah tersebut.
Jangan tanya kenapa ia tidak canggung sama sekali dengan keadaan seperti ini, sejak sd hingga smp daniel sekolah di tempat ini dan memilih sekolah di luar negeri setelah lulus menengah pertama.
Tempat ini sangat berkesan baginya, bukan karena siswa dan siswinya yang luar biasa tampan dan cantik, tapi karena banyaknya kenangan dari yang terbahagia maupun yang tersedih. Namun ia tidak bisa memungkiri di sini adalah tempatnya cogan dan cecan yang tentu saja menyegarkan mata, bahkan murid murid dari sekolah lain menjuluki sekolah ini sekolah dewa dan dewi yunani yang terkenal akan parasnya yang rupawan.
Di sekolah ini kalian akan menemukan berbagai tipe idaman dari wajah bule bak cammeron dallas hingga wajah wajah asia timur yang bak idol idol korea yang akhir akhir ini begitu di gandrungi remaja remaja indonesia. Dan soal prestasi? Jangan tanya Bina Nusantara adalah juara sains tingkat nasional maupun internasional.

Daniel mengetuk pintu ruang kepala sekolah berkali kali, hingga suara yang menyuruhnya masuk terdengar di ambang pintu.

Daniel? Tanya pria berbadan agak bongsor sembari membetulkan kacamata bundarnya.

"Bapak lupa sama saya? Padahal saya dulu kan populer"

"Populer gara gara ganteng mah buat apa, populer karna prestasi dong"

"Lah bapak ngatain saya goblok" canda daniel

"Lah kamu ngerasa?"
pria bongsor itu tertawa dan entah kenapa daniel juga ikut tertawa.
Sejujurnya mereka sudah saling mengenal karena ayah daniel adalah salah satu donatur di sekolah ini.

"Kamu ini banyak berubah ya, bapak sampai pangling, ya sudah ayo bapak antar ke kelas kamu"
Pak edward berjalan lebih dulu di depan daniel, beliau kemudian berhenti tepat di depan kelas paling ujung.

"Ini kelas kamu 11 IPA V"
Daniel mengangguk mengerti lalu berterima kasih ke pak edward.

"Ya sudah bapak tinggal dulu, nanti biar wali kelas yang memperkenalkan kamu ke teman teman barumu".

●●●

"Aduh kepala gue sakit.." rengek zizi dia masih di dalam mobil kakaknya yang sedari tadi sudah sampai di depan sekolahnya.

"Nggak usah alasan lo, cepetan turun gue telat ngampus ini"

"Ih beneran bang, gue pulang aja ya.." sekali lagi ia merengek ke kakaknya berharap kakaknya itu menyetujuinya.

"Nggak" raka turun dari mobil membuka knop pintu di sebelahnya dan menyeret zizi keluar.

"Ya ampun bang... please sekali aja biarin gue bolos.. hari ini aja janji deh" zizi menangkup kedua tangannya tepat di depan dadanya lalu menatap memohon ke kakaknya,sejak dari ia berangkat dari rumah ia terus merengek pada raka agar pria itu mengizinkannya membolos, jika biasanya ia membawa mobil sendiri kali ini ia terpaksa di antar raka, kunci mobilnya di sita rina karena gadis itu secara terang terangan mengatakan ingin membolos sekolah, dan alhasil rina mengambil kunci mobil zizi, ia takut anaknya tidak sampai ke sekolah jika ia membawa mobil sendiri.

"Kenapa sih?" Tanya raka heran, tidak biasanya adiknya ini ngotot ingin membolos.
Zizi menghentak hentakkan kakiknya seperti anak kecil dengan wajah yang memberengut masam.

"Ayolah bang... gimana kalau bang raka juga nemenin gue bolos? Kita nongkrong di cafe kesukaan lo deh gue yang traktir"
Raka menjitak kepala adiknya keras lalu mendorong gadis itu hingga zizi hampir terjatuh. Zizi mengumpat tanpa suara lalu setengah berlari saat ia tahu gerbang utama akan di tutup.

~~~

"Dasar nyebelin, bolos sekali aja nggak boleh" zizi ingin sekali hari ini membolos bukan apa apa ia hanya tidak ingin bertemu murid baru tapi lama itu.
Penampilannya hari ini tidak seperti biasanya, jika biasanya ia rapi tapi hari ini dia hanya mencepol rambutnya asal dan agak berantakan, gadis berwajah oriental itu masih saja menggerutu kesal di sepanjang koridor sekolah, ia sesekali melotot tajam saat siswa lain secara terang terangan menggodanya.

"Anjir muka mah imut kayak idol korea tapi galaknya kayak macan pms" seorang siswa berbisik ke temannya yang lain saat ia baru saja di pelototi zizi.

Setelah ia rasa aman, ia kembali menormalkan tatapannya tapi sial baginya, seseorang yang menjadi alasan utamanya bersikokoh untuk membolos malah menatap ke arahnya.
Tatapan mata mereka bertemu, secara tidak sadar zizi meneliti wajah cowok yang berdiri tidak begitu jauh di depannya.
Mata yang masih sama, hidung mancungnya, bibirnya yang sexy dan tatapannya yang masih tajam.
jika pria itu menatapnya penuh rindu berbeda dengan zizi, gadis itu menatap cowok di depannya penuh kebencian.

"Zizi" daniel bersuara, tenggorokannya tercekat, tatapan zizi membuat ia sadar akan sesuatu, gadis itu masih membencinya.

Zizi segera berbalik setelah ia berhasil memutus kontak mata mereka yang cukup lama ia segera berlari ke toilet, menutup pintu toilet rapat rapat.

"Nggak, nggak mungkin gue sekelas sama dia, nggak gue nggak mau"
Zizi dengan cepat mengambil benda pipih di dalam tasnya, lalu membuka room chat marrin.

"Rin daniel sekelas sama kita?"

Selang beberapa menit marrin baru membalas pesannya. Rasanya ia takut untuk membaca pesan balasan marrin.

"Iya dia sekelas sama kita".

"Oh god...."
Zizi mengacak rambutnya frustasi, bagaimana bisa? Ia tidak ingin bertemu dengan cowok itu, tapi entah kenapa tuhan seolah olah sedang mempermainkan perasaannya, menguji apakah gadis itu berhasil menjalankan niatnya untuk melupakan cowok tersebut.

"Zi bel udah bunyi lo nggak ke kelas?"
Marrin lagi lagi mengiriminya pesan.
Zizi menatap pintu toilet lama lalu membuka knop pintu itu pasrah.

Zizi berjalan lesu menuju bangku tengah dimana ia dan yumna duduk.
Dahi yumna dan marrin berkerut heran melihat penampilan zizi yang berantakan.

"Kenapa lo? Tumben kayak gembel?" Kekeh yumna
Sesaat gadis itu mengangguk khitmat setelah marrin membisikan sesuatu di telinganya.

"Tenang zee, gue tau lo lagi ngehindarin dia, kalau lo keganggu gue pasti bakalan negur dia"
Zizi mendengus pasrah, ia menata tangannya di bangku menjadi bantalan yang nyaman untuk kepalanya, matanya terpejam membayangkan akan seperti apa hidupnya saat ini, apakah akan sama seperti dulu? Saat ia lagi lagi terjatuh di perasaan yang sama di saat ia terluka karena cowok itu.











"Kenapa kamu mesti balik? Tatapan matamu berhasil membuka luka lama yang belum sembuh sepenuhnya" ~~~ zizi

ZEEDANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang