Bersembunyi

1.5K 166 6
                                    

Dalam keadaan bingung dan hanya namanya yang ia ingat. Camelia mendongak menatap wajah Heron yang berjarak serentangan tangan penuh ketakutan.

"Tenanglah..." bisik Heron sambil mengeratkan dekapannya.

Mereka menuju mobil sedan yang terparkir dipekarangan markas. Heron membuka pintu mobil lalu meletakan tubuh Camelia dikursi penumpang dengan hati-hati. Camelia memundurkan tubuhnya saat Heron mendekat hingga hanya tersisa jarak sejengkal, wajahnya dan wajah pria itu. Namun percuma karena punggungnya tertahan sandaran kursi. Heron menatap sekilas Camelia yang gelisah dalam duduknya. Ia memasang self belt agar perempuan itu aman. Lalu menutup pintu dan berjalan memutari mobil. Kemudian duduk di kursi pengemudi. Sebelum menyalakan mesin, Heron merogoh sesuatu dikantung jaketnya. Sebuah papan elektronik persegi dengan satu tombol besar berwarna merah. Ia menekan tombol itu lalu membuang papan elektronik melalui jendela mobil. Beberapa detik setelah tombol tertekan dan mobil melaju menembus keheningan malam, markas yang berdiri kokoh dibelakang mereka meledak. Kobaran api melalap bangunan. Angin bertiup membantu proses pembakaran. Bangunan hancur lebur karena dihantam beberapa ledakan yang amat kuat. Nyala api dan suara ledakan yang saling bersahutan cukup untuk membangunkan warga-warga yang bermukim disana.

Tidak ingin tertangkap dan menjadi tersangka, Heron menekan pedal gas dan melajukan mobil dengan kencang namun tetap matanya sesekali melirik keadaan wanita disampingnya agar tetap aman.

Lamanya perjalanan membuat Camelia mengantuk dan terlelap. Dalam keadaan sadar dan tak sadar ia mendengar sebuah suara. Mungkin suara pria itu yang bernama Heron tapi yang membuatnya heran, suara itu diucapkan dengan nada penuh kerinduan dan keromantisan yang pantas diucapkan oleh seorang pria pada kekasihnya. Sementara mereka? Jangankan tau tentang pria itu, tentang dirinya saja ia hanya tau namanya.

"selamat tidur sayang...."

Setelah kalimat itu terdengar olehnya. Kini sesuatu terasa menutupi jarak pandangannya. Lalu bibirnya ditekan oleh benda yang lembut dan kenyal. Menjilati bibirnya yang kering. Kemudian benda itu menjauh, menciptakan jarak yang entah kenapa membuat Camelia kecewa?

"Aku janji, aku akan melindungimu sampai saat nyawa ini tak lagi bersemayan dalam badan. Kumohon bertahanlah dan tetaplah bahagia."

Bisik itu penuh kepedihan. Camelia ingin membuka matanya. Namun mimpi menariknya ke alam bawah sadar.

Tengah malam Camelia terbangun. Perutnya berbunyi kelaparan. Ia tidak ingat kapan terakhir kali makanan masuk ke dalam mulutnya. Ia meringis saat mencoba duduk. Matanya mengedar ke sekeliling, kali ini ia berada di tempat berbeda. Dinding yang berwarna kelabu, langit-langit yang bercat putih seputih awan, dan lantai yang berhiaskan keramik serta hanya ada sebuah ranjang didalam kamar yang masih kosong ini. Kebingunan terpecahkan saat pintu itu perlahan terbuka menampilkan sosok pria dengan mengenakan baju casual dan celana hitam panjang. Ditangannya membawa baki yang berisikan semangkuk sup jagung yang masih mengepulkan asap, segelas susu coklat dan ada botol-botol kecil yang ia tidak tau apa isinya. Heron melangkah mendekatinya lalu duduk disisi tempat tidur Camelia memundurkan tubuhnya mencari jarak terjauh antara dia dan pria itu. Darah dan orang-orang yang mati didepan matanya masih menghantui dirinya. Ia sangat takut pada pria itu. Tubuhnya selalu gemetar ketakutan tiap pria itu ada didekatnya.

Heron mencekal tangan Camelia, menghentikan pergerakan wanita itu, "Jangan mencoba mundur." ucap Heron dingin. Matanya memaku tatapan Camelia agar menuruti perintahnya. Setelah Camelia terdiam dengan tubuh yang kaku. Heron menarik tubuh wanita itu mendekati dirinya hingga mereka saling berhadapan. Kemudian meletakan baki diatas paha Camelia.

"makan." ujarnya datar namun sarat akan nada memerintah.

Dengan kepala tertunduk dan tangan gemetar, perlahan-lahan Camelia memasukan sup itu ke mulutnya. Ia tak dapat berkutik dibawah tatapan intimidasi Heron. Makanan telah habis begitupun susu coklat yang sudah ditengak sampai tandas. Heron menyingkirkan baki itu didekat kaki ranjang. Botol-botol kecil itu ia hamparkan diatas selimut yang merupakan antiseptik dan salep. Heron hendak melepaskan gaun yang penuh bercak darah itu namun dengan cepat Camelia menahan ujung gaunnya. Mereka saling menatap.

"Lepaskan!" Ucap Heron seraya melihat wajah Camelia yang cemas dan ketakutan.

"K...ku..mohon..j-jang---"

"Tenanglah..." potong Heron. Suaranya melunak, "aku tidak akan melakukannya. Sekarang lepaskan." Tambahnya dengan nada tegas tak mau dibantah.

Dengan ragu-ragu Camelia melepaskan pegangannya. Heron dengan lembut dan pelan tanpa menyakiti atau tergesek luka Camelia, menarik gaun itu ke atas melewati kepala hingga terlepas menyisahkan pakaian dalam dan semu merah dipipi Camelia.

Mata Heron menatap lekat tubuh setengah telanjang Camelia. Bibirnya mengatup rapat. Kedua rahangbya mengencang. Ekpsresi wajahnya keras dan kaku. Dan kedua tangan yang terkepal erat disisi tubuh. Jika kau berpikir Heron tengah bergairah maka analisamu salah. Ia tengah memendam amarah yang siap meledak kapan saja. Karena melihat sekujur tubuh Camelia penuh lebam. Astaga! Apa yang dilakukan bangs*at itu pada Cameliannya?!!

Heron menarik napas dalam-dalam. Matanya terpejam. Ia terus menyalahkan dirinya sendiri atas yang dilakukan oleh Camelia. Meyesal karena terlambat menolong dan lalai dalam menjaga Camelia. Dadanya  tak henti-henti dipukul oleh palu penyesalan dan membuat dadanya menjadi sesak.

Setelah beberapa menit menenangkan diri. Heron mulai mengobati luka Camelia diiringi ringisan wanita itu. Dengan pelan dan lembut ia mengoleskan antiseptik diatas luka dikening Camelia. Sedangkan Camelia memalingkan wajahnya karena malu dan juga takut pada tatapan tajam Heron yang sesekali bertemu dengan pandangannya. Waktu berlalu begitu cepat tak terasa Camelia tertidur pulas diatas kasurnya. Sementara Heron telah selesai mengoleskan salep pada lebam-lebam itu dan menarik selimut sampai batas bahu wanita itu agar terlindungi dari angin malam. Ia menyusup ke balik selimut dan berbaring miring menghadap Camelia. Sepanjang malam ia menghabiskan waktunya memandangi wajah tenang Camelia yang tertidur.

Hari-hari berganti, sudah seminggu mereka mendiami kontrakan kecil ini. Dan seminggu pula Camelia hanya berdiam diri di sana sebab Heron tak pernah membiarkannya keluar. Yang dilakukan Camelia ketika Heron tak ada dan mengunci  kontrakan itu, ia akan menghabiskan waktunya menonton tv ataupun memandangi kesibukan orang lain dibalik jendela trali.

"Sebenarnya aku ini siapa? Dan siapa dia?" bisik Camelia penuh tanya.

"Hubungan ini tak kumengerti" gumamnya. Uap tercipta dari nafasnya yang berhembus dijendela. Sehingga memburamkan pandangan. Matanya memandang orang-orang yang berlalu lalang diluar sana.

Remember Me? [Dark Series II] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang