Camelia menatap rumah didepannya. Sebuah pohon mangga tumbuh besar di sisi halaman depan. Dan sepetak jalan terbentang dari sisi jalan utama sampai ke undakan tangga pintu masuk. Rumah impiannya. Sederhana dan memiliki halaman depan dan belakang. Ia bisa mengisi beberapa bunga dan sayuran disisi kanan. Tapi itu khayalannya saja. Tak mungkin akan terealisasi.
Heron membuka pintu. Mempersilahkannya masuk. Camelia melangkah seraya mengeratkan sweater rajutnya.
Matanya terus memindai setiap sisi rumah. Belum ada perabotan. Masih kosong. Hanya dua pasang sofa dan tv cembung di ruang tamu. Selanjutnya ruang makan tak jauh berbeda. Empat kursi dan meja makan dan didekatnya ada dapur.
Camelia menaiki tangga menuju lantai dua. Ada dua ruangan. Kamar tidur dan gudang. Membuka jendela, wajahnya langsung disambut angin segar laut yang berhembus. Matahari nampak baru sepenggal naik. Cahayanya tak terlalu terik.
Walau rumah ini seperti tak pernah ditinggali. Tapi ia tidak melihat debu ataupun sarang laba-laba di langit-langit. Mungkin, setiap minggu ada yang membersihkannya.
"Aku akan ke pasar sebentar untuk membeli bahan-bahan makanan dan peralatan dapur. Kau, tetap disini. Jangan keluar rumah."
Camelia mengangguk dan menoleh lagi ke arah jendela. Menikmati pemandangan pedesaan di pinggir pantai.
Ditinggal sendiri, tidak ada yang Camelia lakukan selain membunuh waktu dengan mengamati pemandangan sekitarnya. Sampai bunyi derit pintu yang kembali dibuka, membuatnya menoleh. Seorang anak kecil tengah menyembulkan kepalanya di celah-celah pintu. Ia tertawa kala Camelia memergokinya. Alie Camelia menyatu bingung. Aak siapa ini? Mungkinkah adik Heron? Atau anak tetangga?
Kala anak itu menampilkan cengirannya dan menunjukkan beberapa giginya yang ompong. Seketika memori menyerbunya. Anak itu yang ada di dalam foto! Geo!
"Geo ..." Panggil Camelia memastikan.
Sekali lagi anak itu tertawa. Lalu menghilang dari balik pintu. Camelia mengejarnya. Geo berlarian dilorong. Dengan gaya khas anak kecil, ia berlarian zig-zag dan merentangkan tangannya seperti sedang terbang.
Kepala Geo menoleh. Ia menyunggingkan senyumnya lagi.
"Ayo tangkap aku, ibu." Gema suaranya terasa didalam kepala Camelia. Beberapa saat Camelia diam. Mencerna ucapannya. Benaknya berpikir, ibu? Siapa yang dipanggilnya?
Camelia menoleh ke arah sekitar. Hanya ia seorang. Lantas Camelia menunjuk dirinya, "Kau memanggilku?"
Terdengar tawa lagi. Geo tanpa menjawab masuk ke dalam sebuah ruangan Camelia menutup ruangan itu. Itu gudang. Kenapa Geo membawanya kesini? Apakah anak ini mau bermain petak umpet?
Camelia melebarkan celah pintu itu agar ia bisa masuk. Namun, saat didalam sana tidak ada siapapun. Seakan anak kecil tadi adalah bayangan fatamorgana yang ia lihat. Ruangan itu remang. Penerangannya hanya mengandalkan pentilasi udara kecil di langit-langit. Hanya barang-barang rongsokan dan tak terpakai didalam sana. Diselimuti debu dan sarang laba-laba. Matanya menangkap sebuah mainan mobilan diatasnya meja. Tidak ada debu. Seperti baru diletakkan. Camelia mengambilnya dan memandang sekitar. Apa halusinasinya saja tadi? Atau mimpi?
Ketika membalik badan mobil itu. Ada bercak darah dibannya. Pandangannya kini berganti sebuah kilasan kejadian. Dimana ia tengah menangis histeris sambil mendekap seorang anak kecil Geo. Kepala anak itu berdarah. Tangannya memegang mobil mainan. Matanya terpejam lelap. Dengan berurai air mata, ia menjerit lirih.
"Anakku ... anakku ... jangan tinggalkan ibu nak ... bangun ... bangun ... Geo. Ibu janji akan membelikanmu apapun. Jangan tinggalkan ibu nak ... ayo bangun ..." Terisak lirih, ia membelai rambut Geo yang lengket. Terduduk di lantai rumah sakit menangisi putranya.
![](https://img.wattpad.com/cover/108188039-288-k250883.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Me? [Dark Series II] [End]
Misterio / SuspensoMenceritakan seorang agen rahasia yang ditugaskan untuk membunuh Presiden Fredenmark. Tapi saat menjalankan rencana besar itu ia bertemu seorang gadis yang mampu mencairkan hatinya yang beku. Ia melupakan misi besar itu. Waktu berjalan cepat kejadia...