[5]

30 6 3
                                    

Kantin sudah penuh dengan para siswa yang kelaparan meskipun bel istirahat masih sekitar 5 menit lagi. Tadinya Kiana tidak mau ke kantin tapi karena Caca meminta mengantarnya untuk membeli makanan karena dia tidak membawa  bekal dari rumah.

"Buset dah, orang-orang belum juga bel udah pada disini aja."

"Lah kita juga Ca, belum bel udah disini."

"Eh iya juga ya. Bego ya gue Ki."

"Bukan gue yang ngomong loh ya. Ca gue nunggu disana aja ya males penuh." Kiana menunjuk bangku kantin.

"Iya Ki. Bentaran ya."

Kiana dan Caca berpisah, Caca menuju tukang nasi goreng dan Kiana menuju kursi kantin. Kiana hanya memperhatikan orang yang lalu lalang membeli makanan untuk mengisi perut mereka yang sudah meronta minta diisi hingga matanya menangkap seseorang.

Mata Kiana mengikuti gerak-gerik orang itu hingga dia duduk disebelah Kiana. Bahkan dia menoleh kearahnya, Kiana masih belum menyadarinya.

"Kenapa lu? Mau mi ayam gue?"

Suara Bagas menyadarkan Kiana.

"Hah? Engga lah."

Bagas kembali mengalihkan pandangannya ke mi ayam yang ada dihadapannya. Perutnya sudah tidak sabar minta diisi.

"Eh lo, gue mau nanya sama lo." Kiana memandang Bagas yang lahap memakan mi ayamnya. Bagas hanya melirik sekilas Kiana.

"Lo naro kopi di tas Pak Afif pas gue nyangka lo maling?"

Mendengar pertanyaan Kiana, Bagas kaget lalu meneguk es jeruknya. Bagas melihat sekeliling kalau-kalau ada yang mendengar pertanyaan Kiana tadi.

"Berisik lo, bukan urusan lo."

"Motivasi lo apa naruh kop..."

Pertanyaan kedua Kiana terhenti setelah Bagas menyuapkan sesendok mi ke mulutnya.

"Gue bilang bukan urusan lo dan jangan nanya begituan lagi didepan orang banyak."

Bagas kembali memakan mi ayamnya sedangkan Kiana jengkel sambil mengunyah mi yang tadi masuk ke mulutnya.

Caca menghampiri Kiana sambil membawa sepiring nasi goreng dan sebotol air mineral. Dahinya mengerut ketika melihat ekspresi Kiana.

"Kenapa Ki?"

"Gapapa. Yuk balik Ca, nambah kesel gue lama-lama disini."

Kiana beranjak dari duduknya lalu pergi menuju kelasnya disusul dengan Caca yang masih bingung meninggalkan Bagas yang sedari tadi berfikir darimana gadis itu tahu kalau dia menaruh kopi di tas Pak Afif.

--------

"Hati-hati di jalan anak-anak."

Setelah berpesan pada anak muridnya, Bu Yani pergi meninggalkan kelas. Jam menunjukkan pukul 14.45, bel pulang baru saja berdering. Kiana membereskan buku-bukunya hingga aktifitasnya itu terhenti akibat panggilan masuk ke handphonenya. Raut mukanya berubah setelah menerima panggilan itu.

"Kenapa lu?" Caca bertanya sambil memakai tasnya.

"Kakak gue nanti ngedadak gabisa jemput, ada urusan kampus katanya."

Caca memicingkan matanya, lalu tersenyum kecil.

"Gue minta Regi anterin lu ya? Oke Oke? Tunggu sini."

"Hah? Gausah Ca, eh Ca! Tuh anak gabisa dengerin gue ngomong sampe beres apa, gue kan mau belajar sama Vinny dulu."

Caca berlari kecil keluar kelas menuju kelas menuju kelas Regi. Kiana melihat Caca dari pintu kelas, gadis yang rambutnya diikat kuncir itu langsung memasuki kelas Regi. Caca memang orang yang 'tak tahu malu', dia bisa masuk kelas orang kapan saja dia mau tanpa permisi, dia bahkan pernah masuk toilet laki-laki tanpa merasa canggung.

Kiana menunggu Caca kembali bersama Vinny dan Piya di kelas. Beberapa menit kemudian Caca kembali dengan ekspresi kesal.

"Ki lu kok gabilang balik sekolah mau belajar bareng dulu? Udah cape nih lari-lari kesana."

"Lagian suruh siapa ga dengerin gue dulu. Mau ikut ga? Piya juga ikut."

"Iya gue ikut. Eh Ki, tadi Regi bilang katanya kan kakak lu gajadi jemput tapi nanti balik belajar dia gabisa anterin lu balik tiba-tiba ada urusan katanya."

"Iya iya, lagian gue ga minta dia anterin balik kan ntar? Udah yu ah."

--------

Sudah sekitar 3 jam lebih mereka berada di foodcourt sebuah mall. Mereka memilih belajar disana karena sekalian 'cuci mata', sebenarnya lebih banyak 'cuci matanya' dari pada belajarnya.

"Udah maghrib, sholat dulu yu terus balik."

Semua setuju dengan Piya, mereka memutuskan untuk sholat lalu segera pulang. Saat keluar dari mall, langit malam sudah menyapa.

"Kalian balik pake apa?"

"Gue dijemput, tuh diseberang."

"Lu dijemput Vin? Nebeng dong, yayaya?"

"Gue juga ya Vin?"

Vinny tentu memperbolehkan Caca dan Piya ikut bersamanya. Tetapi tidak dengan Kiana karena rumah mereka memang tidak searah.

"Lu gimana Ki?" Tanya Vinny.

"Ngangkot."

"Yakin? Udah malem, gue anterin dulu deh."

"Yakin Vin, gapapa kali belum malem-malem amat. Udah sana."

Kiana mendorong pelan tubuh teman-temannya. Setelah mobil Vinny berlalu, Kiana menunggu angkutan kota yang menuju rumahnya. Sudah lebih dari 5 menit tapi belum ada yang lewat.

"Tumben banget angkot belum ada yang lewat, biasanya cepet."

Kiana sedikit agak kesal. Dia melihat ke ujung jalan tapi belum ada tanda-tanda adanya angkot. Pandangannya beralih pada panggung kecil didepan mall, tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri. Diatas panggung itu seorang laki-laki tengah bernyanyi, mungkin usianya sama dengan Kiana.

Kiana memperhatikan laki-laki yang bernyanyi lagu Say You Won't Let Go itu. Tunggu, semakin dia menatap laki-laki itu dia seperti mengenali wajahnya. Dia mendekati panggung kecil itu. Tak sengaja pandangan mata mereka bertemu.

'Lah, dia kan yang nyimpen kopi di tas Pak Afif?'

--------

AroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang