Bagas turun dari panggung sesudah dia selesai dengan nyanyiannya. Kiana berjalan mendekatinya.
"Bagus juga suara lo."
"Iya lah sesuai sama muka gue, muka gue juga bagus."
Kiana hanya memutar bola matanya.
"Ngapain lo disini? Ngikutin gue lo?"
"Dih ngapain, abis belajar gue tadi."
"Belajar di mall? Paling 1/4nya doang belajar sisanya rumpi."
Bagas memakai jaket jeansnya lalu berlalu pergi.
"Eh mau kemana lo?" Kiana berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Bagas.
"Parkiran ngambil motor."
"Anterin gue balik lah ya?"
Bagas menoleh lalu menggelengkan kepalanya dengan cepat. Kiana terus memohon pada Bagas, dia tidak mau menunggu angkot yang tak pasti datangnya kapan, mending kalau datang kalau engga?
"Lo kata gue ojek apa? Eh iya lo malah masih punya utang sama gue 9500. Mana bayar." Bagas menyodorkan tangannya pada Kiana.
"Dih utang apaan? Oh bayaran lo nganter gue balik waktu itu?"
Bagas menggangguk.
"Lah berarti lo ojek dong kalau minta bayaran."
Bagas menarik tangannya.
'Bener juga dia. Gue manfaatin aja sekalian, lumayan.'
"Oke gue tukang ojek, mau gue anter balik? Bayar. 12.500. Deal?"
"Ogah. Apaan."
"Yaudah. Gue duluan."
Bagas pergi meninggalkan Kiana. Kiana berfikir, dia tak punya pilihan lain. Dia berlari kecil menuju Bagas lalu menyetujui untuk membayar.
--------
Udara malam cukup dingin, menusuk kulit Kiana yang tak memakai jaket seperti Bagas. Ingin cepat-cepat rasanya dia sampai rumah. Tetapi dia menyadari sesuatu, ini bukan jalan menuju rumahnya. Kiana panik mau di bawa kemana dia.
"Eh eh ini kan bukan jalan kerumah gue. Kok lewat sini? Lo tau rumah gue kan? Kan lo pernah anterin sampe gang. Lo mau nyulik gue? Parah lo! Gue laporin polisi sekarang juga."
"Lebay lo. Ngapain juga gue nyulik lo, ga guna."
"Terus kenapa kesini?"
"Gue mau beli sate langganan gue dulu, laper."
"Terus gue harus nungguin lo makan gitu?"
"Iyalah."
Kiana jengkel, maksud ingin pulang cepat malah semakin lama.
"Tau gini gue gaakan minta anterin."
"Yaudah gue turunin disini."
"Eh jangan-jangan! Gila lo nurunin cewek sendirian dijalan."
Kiana 'menoyor' helm Bagas. Bagas hanya mendesis kesal karena kalau dia protes urusannya bisa lebih panjang.
--------
"Bang, satenya 15 pake lontong 2."
"Siap!"
Abang tukang sate itu segera mengerjakan pesanan Bagas. Kiana memasuki warung sate tersebut lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Bagas. Dia mengeluarkan handphonenya, untuk memberi kabar pada ibunya bahwa dia pulang lebih terlambat lagi.
"Makasih bang."
Bagas segera memakan sate yang terlihat menggiurkan itu.
"Nengnya ga pesen?"
"Eh engga Bang, saya masih kenyang."
"Oh yasudah."
Abang tukang sate itu kembali melayani pembeli lain. Kiana memperhatikan Bagas yang kini menyuapkan satu potong lontong plus satu tusuk sate ke mulutnya. Tanpa dia sadari, dia baru saja menelan ludah. Merasa diperhatikan, Bagas melihat ke arah Kiana lalu menyodorkan satu tusuk sate kepadanya.
"Nih gue kasih satu. Ambil sebelum gue berubah pikiran."
Kiana menatap Bagas yang ekpresi nya saat ini datar. Dia ragu untuk mengambil sate itu tapi lidahnya memaksanya untuk mencicipi sate itu. Dia pun mengambil lalu memakan sate itu.
'Asli, enak parah!'
Dia pun menarik piring sate dihadapan Bagas ke arahnya. Tanpa basa-basi dia memakan sate itu tanpa meminta izin dari yang punya. Bagas hanya cengo melihat gadis itu lahap memakan satenya. Dia memutuskan untuk memesan lagi dari pada harus berdebat dengan Kiana.
"Eh gue tanya sekali lagi sama lo, motivasi lo apa naro kopi di tas Pak Afif?" Kiana bertanya dengan tetap asik memakan sate yang telah jadi miliknya.
"Gue bilang kan bukan urusan lo. Lagian lo tau darimana?" Bagas ikut memakan sate pesanan barunya yang baru saja diantar.
"Pak Afif. Gue nanya sama dia ngerasa ada yang ilang ga barang apa kek gitu tapi dia bilang nalah dapet kopi."
"Eh lo ga bilang gue kan yang naro?"
"Engga, ngapain juga."
"Awas lo kalau sampe bilang siapapun."
"Dih siapa lo ngancem-ngancem."
Percakapan mereka terhenti keduanya asik menikmati sate dihadapan mereka masing-masing.
"Eh btw, gue ga kenal lo. Siapa sih lo?" Kiana membuka kembali percakapan mereka.
"Lo yang siapa."
Kiana dan Bagas memang tidak saling mengenal meskipun mereka satu sekolah. Kiana bahkan pertama kali melihat Bagas ketika kejadian mengira Bagas adalah maling. Aneh juga mereka sudah bertemu beberapa kali sejak kejadian itu tapi tak tahu nama masing-masing.
"Biasa aja dong. Gue Kiana, lo siapa?"
Kiana mengulurkan tangannya. Bagas menatap gadis didepannya lalu menjabat tangan Kiana.
"Bagas."
--------

KAMU SEDANG MEMBACA
Around
Teen FictionTidak perduli akan sekitar memang menyenangkan. Tak usah pusing memikirkan orang lain, tak perlu mengeluarkan tenaga dan pikiran hanya untuk hal-hal yang mungkin 'tak penting'. Tapi dibalik itu, ada seseorang yang mengharapkan kehadiran dirimu untuk...