("Ammora adalah tuan putri dari kaum peri tetapi dia juga merupakan tuan putri dari kaum putri duyung. Jika dirinya lama di daratan, jantungnya bisa mengeras, mengakibatkan kematian untuknya."
"Jadi apa yang harus kulakukan? Aku tidak ingin melihatnya kesakitan lagi." Kata Aaron sambil berdiri dari kursinya.
"Anda harus melepaskannya ke lautan atau anda berikan dia kehangatan dan kasih sayang padanya. Itu bisa membuatnya menghilangkan rasa sakit.")
Aaron tersenyum melihat mata itu terbuka dan langsung menatapnya. "Sudah baikkan?" Gadis itu mengangguk sambil menyandarkan dirinya dikepala tempat tidur.
"Kenapa kamu tidak berkata yang sejujurnya kamu bukan manusia?" Tanyanya to the point. "Karena aku yakin manusia tidak akan mau bersama dengan makhluk sepertiku."
"Apa kamu bisa mengembalikan ingatannya?" "Ya, tapi aku tidak ingin membuatmu ketakutan lagi padaku. Kumohon, jangan memaksaku untuk melakukannya."
Ammora beranjak dari tempat tidur melihat kalungnya diatas meja. "Aku tak sengaja mengambilnya ketika aku pertama kali masuk kerumahnya."
Ia mengangguk, mengucapkan terima kasih sambil memasang kalung itu di lehernya. "Kamu membawaku ketempat yang sangat tepat, sekali lagi terima kasih."
"Kamu ingin pergi?" Katanya mengikuti langkah gadis itu keluar dari kamar. Langkahnya terhenti dan tersenyum melihat lelaki itu. "Aku harus pergi. Tak ada gunanya lagi aku berlama-lama disini."
Ia kembali melangkah ke belakang villa menuju pantai. "Kamu tidak ingin disini dulu? Menetap bersamaku beberapa hari?" Tanya Aaron.
Ia ingin, masih ingin bersama lelaki itu. Tapi mengingat rasa takut lelaki itu, membuatnya harus pergi apalagi identitasnya sudah terbongkar.
"Ingatlah satu hal, aku akan tetap mencintaimu sampai kapanpun. Aku akan selalu ada di dekatmu" Ammora memejamkan matanya sambil mengucapkan "episkey." yang membuat lukanya menghilang.
Ia melangkah mendekat lelaki itu dan menggenggam tangannya sambil, "afortina archanum." Ia membuka tangannya dan menemukan kalung kristal berwarna hijau. "Gunakan ini jika kamu membutuhkanku, aku akan datang menemuimu secepatnya."
"Sekarang aku sudah bisa menggunakan kekuatanku karena aku sudah berumur 17 tahun, kamu tidak perlu menjagaku lagi. Terima kasih."
Aaron hanya diam melihat gadis itu memasangkan sebuah kalung kristal berwarna hijau dileher, tangannya menggenggam erat gadis itu agar ia tidak pergi. "Aku harus, Aaron. Benar, kita memang tidak bisa bersatu."
"Kembalikan ingatanku sebelum kamu pergi agar aku bisa mengingat apa yang telah kita lakukan sebelumnya." Pintanya. Ammora menghela napasnya lalu mengayunkan tangannya didepan wajah Aaron "legilimens." Katanya.
"Pararo tempo." Seketika ombak yang terus menghantam bibir pantai berhenti dengan burung- burung yang mengitarinya berhenti. Ya, dia menghentikan waktu untuk sementara.
"Aku mencintaimu, Aaron. Sangat mencintaimu." Katanya. Ia mendekatkan wajahnya hendak mencium lelaki itu tapi langkahnya terhenti karena ia tak ingin lelaki itu hilang ingatan yang kedua kalinya.
Ia pun mencium pipi lelaki itu sambil tersenyum menatap seluruh wajah lelaki itu untuk di ingatnya.
Aaron mengedipkan matanya dan langsung terkejut melihat gadis itu tidak ada didepannya. Ia mencari sekitarnya hanya ada beberapa nelayan berjalan menuju perahunya.
*****
Ammora hanya diam di kamarnya sambil menangis tak bisa bertemu dengan lelaki itu. Berapa kali pelayan meminta izin untuk masuk, ia tidak menjawabnya.
"Kamu tidak bisa mengurung dirimu terlalu lama di kamar, Ammora. Hidupmu masih panjang dan masih banyak lelaki lain yang bisa menjadi pasanganmu. Jika kamu seperti ini, aku tidak akan tinggal diam."
Ia duduk dengan malas ketika Aurellia masuk ke kamarnya dan langsung memarahinya. "Kamu tidak mengetahui apa yang aku rasakan dan bagaimana rasa ssakitnya kak." Jawabnya.
"Aku bisa merasakannya tapi kamu-lah yang terus membuat perasaanmu menjadi buruk seperti ini. Lupakan dia! Aah.. seharusnya dari awal kamu itu ikut bersamaku di lautan daripada bersama dengan Sean yang bodoh itu!"
Lagi-lagi Aaron berjalan menuju tepi pantai mengingat terakhir kali ia bertemu dengan gadisnya itu. Ia sedikit kesal mengetahui waktu itu Ammora telah menghentikan waktunya tapi ia tidak mempersalahkannya.
Yang terpenting baginya, ia sudah mendapatkan ingatannya kembali dan juga bisa merasakan kedekatannya bersama Ammora selama ini. "Anda bisa memintanya untuk datang."
Ia menoleh dan mendapatkan Vanya berdiri tak jauh darinya. "Tidak, aku tidak akan mau melakukannya." Jawabnya dan dia berjalan menuju villanya cepat tanpa memperdulikan Vanya yang masih berdiri disana.
Betapa terkejutnya ia melihat Edsel berdiri tidak jauh darinya sambil tersenyum sinis dengan tatapan tajam kearahnya. "Hai, man. Ah gue ketahuan datang kemari." Katanya sambil mengacak rambutnya.
"Lo ingin mencarinya, kan? Dia sudah tidak ada lagi disini." Kata Aaron sambil memasukkan kedua tangan disaku celananya. "Siapa yang nyuruh lo untuk membawanya keluar?"
Seketika Edsel langsung membekap Aaron hingga ia tak bisa lari kemana-kemana. "Jika seperti ini, gue tidak akan memperdulikan lagi pertemanan kita, man."
Satu pukulan tepat di perut Aaron membuat tubuhnya ke belakang dan ditangkap anak buah Edsel yang entah sejak kapan ada di dekatnya.
"Gue tidak suka ada orang yang merusak apa yang gue lakukan!" Edsel memukulnya beberapa kali di perut dan wajah Aaron.
Membuatnya mengeluarkan darah dari mulutnya. "Gue bisa saja bunuh lo sekarang, tapi tidak untuk saat ini. Gue masih membutuhkan lo!" Katanya.
Aaron melihat lelaki itu melambaikan tangannya dan seketika matanya membulat melihat anak buah Edsel membawa ibunya.
"Bawa kembali padaku jika kamu tak ingin melihatnya mati ditanganku, dalam tiga hari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Marmaid-fairy (Completed)
FantasyAmmora Anthea Orlin, bukanlah seorang manusia melainkan putri duyung setengah peri yang ingin menjadi manusia. Cinta yang tumbuh dalam dirinya membuatnya menjadi terobsesi menjadi manusia. Akankah ia bisa menjadi manusia dan memiliki lelaki itu? At...