Baru saja keluar dari mobil, mereka sudah disambut kembang api yang menghiasi langit. Mereka berjalan dengan hati-hati menerobos kepadatan pengunjung.
Langkah Ammora terhenti melihat ada sebuah permainan yang menarik perhatiannya. "Mau mencobanya? Ayo."
Mereka mendekat ke permainan itu lalu melihat seorang lelaki bersiap menembak kaleng dengan jarak jauh demi mendapatkan boneka besar.
Raut wajahnya begitu sedih sama seperti kekasih lelaki itu yang tidak bisa mengenai sasaran hingga mereka pergi dengan perasaan sedih. "Hem.. Aku akan memberikannya untukmu. Tolong pak."
Orang itu memberikan senapan pada Aaron. Ammora terus melihat Aaron yang sedang berkonsentrasi untuk mengenai sasaran didepannya. DORR..
Wajahnya kembali sedih melihat Aaron tidak mengenai sasaran itu. "Peluru anda tinggal satu lagi." Kata orang itu. Aaron menoleh kearah Ammora yang berharap bisa mendapatkan boneka besar itu.
DORR.. Seketika Ammora melompat kearah Aaron dengan senangnya karena lelaki itu berhasil mengenai sasaran itu tepat digulingkan merah kecil itu yang langsung menjatuhkan semua kaleng di sekitarnya.
"Selamat, ini bonekanya." Ammora langsung mengambil boneka itu lalu berterima kasih pada orang itu sebelum melangkah pergi.
Mereka berjalan sambil tertawa menceritakan kejadian tadi hingga mereka menemukan sebuah tenda yang bertulisan AHLI PERAMAL. "Aku ingin mencobanya."
"Kamu percaya dengan ramalan? Itu tidak benar adanya, Mora." Tidak dihiraukannya, ia menarik tangan lelaki itu memasuki tenda itu dan melihat sekitar mereka yang dipenuhi benda mistis.
"Selamat datang, kalian ingin di ramal apa?" Tanya seorang wanita paruh baya. Mereka duduk didepan wanita itu sambil melihat satu sama lain.
"Kami ingin di ramal apa yang terjadi nanti pada kami." Kata Aaron. Wanita itu mengangguk dan mulai membaca mantra dengan tangannya mengitari benda bulat dan didalamnya terdapat serabut yang bisa berubah warna.
Ammora mengerutkan dahinya mendengar kata demi kata wanita itu yang pernah didengarnya. "Hubungan kalian berakhir dengan salah satu di antara kalian mati."
Aaron langsung kaget mendengar ramalan hubunganya dengan Ammora. "Kalian saling mencintai tapi kalian tidak bisa bersama." Ia langsung tertawa mendengar ucapan wanita itu.
"Maaf, aku sama sekali tidak percaya dengan ramalanmu. Kita pergi sekarang, sebentar lagi festival lampion akan mulai." Kata Aaron sambil menarik tangan Ammora yang masih setia duduk didepan wanita itu.
"Kamu bisa menungguku diluar? Ada yang ingin kutanya satu hal lagi." Kata Ammora yang raut wajahnya sudah berubah. Aaron terdiam sejenak lalu mengangguk.
"Apa yang mati itu aku?" Tanya Ammora setelah memastikan Aaron keluar dari tenda. Wanita itu mengangguk pelan, "ya tuan putri. Anda lah yang akan mati demi manusia itu."
"Sebaiknya anda menjauhkan diri darinya sebelum itu terlambat. Anda sudah tahu anda tidak bisa hidup bersamanya, tapi kenapa anda masih bersih keras untuk bersamanya?"
"Ketahuilah, ramalan bisa berubah karena saya bukan sang pencipta. Anda harus berjaga-jaga untuk masa depan anda dan juga dirinya, bisa jadi dialah yang menggantikan anda mati."
Ammora keluar dari tenda itu dengan wajahnya yang pucat. Ia begitu takut dengan tindakannya sekarang. Ternyata benar, ia tak bisa hidup bersama manusia.
Jadi apa yang harus dilakukannya? Ia mencintainya dan ia juga percaya Aaron adalah pasangan hidupnya kelak. "Hei, kenapa dengan wajahmu?"
Ia tersenyum lebar lalu menarik tangan Aaron untuk mengalihkan perhatiannya. "Aku tidak mau ketinggalan festival itu." Katanya.
Sesampainya, mereka berdiri didepan pembatas sambil melihat panitia mengeluarkan lampion ke lapangan. "Kalian boleh masuk."
Ammora menunjuk dirinya setelah salah satu panitia menunjuk dirinya dan Aaron. Dengan cepat, mereka masuk ke lingkaran itu lalu mengambil lampion itu.
"Kamu bisa memegang boneka itu? Aku bisa memegang nya." Ammora menggeleng dan semakin mempererat pelukanya pada boneka itu.
Puluhan pengunjung memenuhi lingkaran yang sama dengan mereka sambil mendengarkan pengarahan dari panitia. Aaron terus menatap Ammora yang juga menatapnya sambil tersenyum lirih.
Ingin sekali ia bertanya apa yang terjadi pada gadis itu tapi ia mendengar panitia memberi aba-aba untuk melepaskan lampion itu.
Dalam hitungan ke satu mereka langsung melepaskan lampion itu dan terbang bersamaan menyinari langit malam. "Aku akan seperti lampion yang akan menyinarimu. Percayalah."
Aaron mengecap dahi Ammora lalu melepaskannya sambil tersenyum. "Atas namaku, Aaron bersumpah akan tetap bersamamu, mencintaimu, menerima perbedaan dan kekuranganmu selamanya!"
Ammora menatap nanar kearah Aaron yang berjanji tidak akan meninggalkannya. "Terima kasih." Tapi sampai kapanpun kita tidak akan bisa bersama, lanjutnya dalam hati.
Aaron menyematkan cincin di jari manis Ammora dengan pelan. "Apa ini?" Tanya Ammora bingung.
"Itu cincin yang sangat berharga di keluargaku ketika kami ingin melamar seseorang untuk menjadi pasangan hidupnya. Ya, aku memilihmu menjadi pasangan hidupku."
*****
Ammora terus mengikuti langkah lelaki itu keluar dari rumah. "Kamu istirahat saja, lihat wajahmu pucat begitu." Lagi-lagi Ammora menggeleng.
"Hanya sekali saja dan itu permintaan terakhirku." Kesal melihat gadis itu masih bersih keras untuk mengantarnya membuatnya mengacak rambut asal.
"Setelah mengantarku, beristirahat jangan kemana-mana, mengerti?" Katanya yang langsung disambut anggukan.
Sepanjang perjalanan Ammora terus menggenggam tangan Aaron dengan kepala ia disandarkan dibahu. "Kamu kedinginan?" Ia menggeleng sambil menatap tepat dimata Aaron.
Kesempatannya merasakan kebahagiaan bersama Aaron sudah cukup baginya walaupun itu tidak cukup untuk bisa melupakan Aaron.
"Pagi ini kamu aneh sekali. Katakan padaku, ada apa? Kamu ada masalah?" Tanya Aaron lagi.
"Aku hanya tidak ingin kehilanganku dan jauh darimu." Jawab Ammora ambil menelusuri setiap inci wajah Aaron.
Aaron meraih tangan Ammora lalu menciumnya. "Dengar kami tidak akan kehilanganku dan sebaliknya aku juga tidak akan kehilanganmu. Kutanyakan selalu bersama selamanya."
Setetes air mata keluar dari matanya membuat Aaron merasa bersalah pasalnya ia sudah janji tidak akan membuat gadis itu menangis.
"Mora, Kumohon jangan menangis. Aku ada salah padamu hem? Kalau iya katakan apa salahku." Katanya sambil menghapus air mata itu.
"Aku sama sekali tidak bisa mengatakannya padamu."
Setelah mengantar lelaki itu, ia meminta supir untuk mengantarnya sampai di persimpangan empat menuju rumahnya. "Terima kasih, pak."
Mobil itu meninggalkannya yang masih berdiam diri sambil melihat kendaraan yang lalu lalang didepannya.
Dengan langkah pelan, ia mulai melangkah menuju rumahnya melihat setiap bangunan untuk di ingatnya disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Marmaid-fairy (Completed)
FantasyAmmora Anthea Orlin, bukanlah seorang manusia melainkan putri duyung setengah peri yang ingin menjadi manusia. Cinta yang tumbuh dalam dirinya membuatnya menjadi terobsesi menjadi manusia. Akankah ia bisa menjadi manusia dan memiliki lelaki itu? At...