Dulu, ketika Re pertama kali diajari menyelam, ia tak bisa melupakan perasaan bernapas yang dingin mencekik, ketika air bermain-main dan berputar di depan matanya.Perasaan panik dan takut yang mendadak menyerbu –mungkinkah ia akan pingsan, meliputi sekujur tubuhnya justru pada saat jari-jari tangannya akan menyentuh kima di dasar laut.
Juga berbagai rasa ngeri lainnya ketika tubuhnya seakan terseret arus bawah. Belum lagi, memikirkan bagaimana harus bermanuver di antara terumbu karang yang bergerigi dan rapat seolah ia terjebak dalam labirin di planet lain.
Tapi sekarang nyeri dan ngilu di hatinya bukan lantaran terkenang akan hal itu, tapi karena lelaki ini. Seseorang yang makin ia berusaha lupakan, makin tajam otaknya mengingat. Lebih mengerikannya, lelaki ini mulai menggeser Mailo dan mengikisnya sedikit demi sedikit.
Lamunannya terputus.Seremonial dengan para perwakilan dari NGO asing akan segera dimulai. Pidato yang membosankan dan biasanya sukses membuat ia mengantuk itu, tak terjadi. Di luar dugaannya, Re mendadak melotot dan tersedak.
Bagaimana tidak. Lelaki itu yang menyelamatkannya dari badai, ada di sana, di antara jajaran para penyelam berwajah orang asing.
Dia tampak sangat menonjol karena satu-satunya yang berwajah Asia.
Re hampir saja jatuh terjengkang. Pantas saja lelaki itu begitu ingin tahu mengapa ia enggan menyelam.Rupanya dia salah satu di antara penyelam yang dikirim NGO asing itu. Saat ini Re lebih memilih menjadi burung unta agar ia bisa membenamkan kepalanya dalam pasir daripada nanti harus bertatapan muka dengannya. Memalukan saja.
Beberapa jam kemudian mereka sudah berdesakan menaiki kapal motor untuk menuju ke sebelah timur pulau.
Re melirik heran pada wetsuit yang dikenakan lelaki ini. Merek dan warnanya sama persis dengan yang biasa dipakai Mailo. Siapa menyangka, kalau lelaki ini juga seorang masterscuba diver.
Kenapa semua kebetulan ini bisa terjadi? Batin Re bingung.
“Aku tak akan memaksamu menyelam hari ini atau besok. Aku akan menunggu sampai kau bisa menyelam. Dan maaf mengejutkan...,” sapa lelaki itu setelah bermenit- menit dalam kebisuan.
Re enggan menjawab. Ia merasa dipermainkan. Sebal rasanya, namun dia cuma bisa pasrah sambil menahan malu.
“Kau masih marah?” tanya lelaki itu lirih.
Tentu saja, siapa yang tidak jengkel dipermainkan seperti ini. Gerutu Re dalam hati.“Aku tak bermaksud konyol hanya…,” lelaki itu menggantung kalimatnya.
“Apalagi mempermainkanmu.”
Sebenarnya Re ingin mencoba tersenyum, meski kecut, agar membuatnya tak terlihat jauh lebih konyol.
Namun, ia tak bisa menahan diri lagi. Re menyentakkan kepala ke belakang dengan gusar.
“Kenapa kau tak bilang sejak awal kalau kau salah satu penyelam yang bekerja sama dengan kami?”
“Kupikir lebih baik aku mengenalmu secara pribadi sebelum kita melakukan penyelaman,” jelasnya.
“Apa bagimu aku begitu lucu? Apa aku seperti orang yang bisa dipermainkan?” protes Re.
Lelaki itu menggeleng cepat.
“Itu karena aku peduli,” jawab lelaki itu tegas. Tak ada keraguan di sorot matanya.
Re memalingkan wajah dan segera sibuk mengatur detak jantungnya yang tak keruan. Mendadak ia merasa telah mengkhianati Mailo ketika menyadari jauh di dalam hatinya, ia bahagia dengan jawaban lelaki itu.
Hari itu berjalan lebih lambat dari biasanya. Dan tentu saja, lebih melelahkan bagi Re yang cuma duduk membatu di atas kapal dengan gelisah.
Lelaki itu bersama para penyelam lain berdiri di salah satu sisi kapal, melakukan giant step–melangkahkan sebelah kakinya lebar-lebar dan menenggelamkan diri.
Tabung oksigen menggantung di rompi BCD yang seolah menyatu dengan punggung mereka.
Air di kawasan itu jernih dan biru. Bila air laut sedang tenang, maka orang bisa melihat dengan jelas sampai ke dasarnya.
Tampak berbagai bentuk terumbu karang tersaput lumut laut yang seperti terapung-apung dekat permukaan air.
Padahal, sesungguhnya lumut-lumut itu berada di bagian yang paling dalam. Laut yang seolah tak bosan bergerak melemparkan bayang-bayang batu karang dan berhias buih putih.
Kemudian ombak besar datang bergulung dan menyeretnya hingga bibir pantai, menimbulkan gema yang seakan-akan membanjiri seluruh pantai dan menenggelamkan para penyelam.
Penyelaman hari pertama usai. Mereka muncul dengan rambut basah yang kusut, sedikit gimbal karena garam laut sehingga sulit memisahkannya.
Kulit mereka tampak menyeramkan di bawah sinar matahari,
menggelap dengan kombinasi pucat. Dalam perjalanan pulang, Re merasa dirinya seperti mayat yang baru saja mati tenggelam.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Blue
RomanceRe, seorang pekerja LSM lingkungan, memiliki trauma atas meninggalnya kekasihnya, Mailo, yang tewas saat menyelamatkan rekannya saat diving. Re pun tidak bisa melupakan Mailo, hingga kemudian datang seorang pria yang mengingatkan Re pada kekasihnya.