Tentang Malam

60 4 1
                                    


Pantulan bayanganya di kaca kereta terlihat sangat cantik namun tetap tak dapat mengalahkan sosok aslinya. Gadis itu sangatlah cantik, kulitnya sawo matang, matanya hitam berkilau, dan rambut hitamnya yang lurus terkibas dengan sangat anggun. Aku duduk di sebelahnya, mengaguminya diam-diam.

Malam, namanya.

Senja, namaku.

Aku cinta padanya, namun siapakah aku?

Kami tak dapat bersama, takdir akan berkata lain aku telah melihatnya sebelumnya. Entah di kehidupan ini atau di kehidupan sebelumnya, kami akan selalu berpisah dan pada akhirnya aku hanya akan membuatnya menangis. Lebih baik begini, melihatnya dari pantulan cermin, mengaguminya dari jauh dan berdoa kepada yang maha kuasa untuk memberikanya kebahagiaan yang seharusnya ia pantas dapatkan beratus-ratus tahun yang lalu.

Di stasiun Bogor kami disambut oleh hujan yang sangat deras, aku lupa membawa payungku dan begitu pun Malam.

Kami berdiri berdampingan namun tak saling sapa. Aku mengingatnya namun ia tak begitu. 

Ia melangkah masuk ke dalam sebuah cafe sementara aku berdiri bersandar di selasar stasiun Bogor mengamatinya dari jauh.

Kami telah mati dan terlahir kembali puluhan kali dan entah telah berapa puluhan kali aku selalu meminta Sang pencipta menghapus ingatan Malam tentang Senja, tentangku. Akhir cerita kami akan selalu sama, aku akan lebih dulu pergi meninggalkanya dengan beribu-ribu cara, waktu dan tempat yang berbeda-beda. Tak peduli seberapa erat aku memeluknya, aku akan kehilanganya lagi, lagi, lagi, dan lagi. Terus menerus kehilanganya; membuatnya menangis. Ia adalah sebuah anugerah untuku namun aku adalah hukuman baginya atas dosa-dosa yang ia miliki.

Tentang Malam, ia adalah gadis cantik, mencintaiku dengan tulus, berhati lembut namun punya beribu dosa dari masa lalunya. 

Malam punya beribu dosa, maka Sang pencipta menciptakan aku sebagai hukuman baginya. Air mata yang jatuh dari tangisnya adalah pelebur dosanya. Aku harus terus menerus membuatnya menangis untuk melebur dosanya. Malam akan terus menerus dilahirkan dan dimatikan kembali hingga semua dosanya telah terlebur.

Aku tersenyum, ia tak sendirian rupanya. Di cafe itu, ia bersama seorang pria. Malam tersenyum tulus. Senyumnya sangat manis.

Hujan di stasiun Bogor semakin deras, udara semakin dingin namun senyum Malam menghangatkanku.

"Aku merindukanmu" ucapku dalam hati lalu tersenyum bodoh mengingat aku hanyalah lelaki yang selalu membuatnya menangis.

Semenjak aku pergi dari kehidupanya, Malam tak pernah lagi menangis. Dosanya masih menumpuk tak terlebur. Aku dan Malam akan dibangkitkan dan dimatikan kembali selama-lamanya di dunia ini, namun aku tak keberatan selama Malam selalu tersenyum.

Malam, gadis cantik penuh dosa.


Senar SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang