Eight

6K 521 24
                                    


Delapan

Pagi hari ketika Naruto bangun, tenggorokannya terasa gatal, sangat tidak nyaman. Pengalamannya bertahun tahun membuatnya sadar ia tengah terserang flu. Sasuke sudah pergi bekerja. Dengan lemah ia mencari kotak obat dan mengaduk aduk kulkas untuk mencari sarapan. Setelah menyingkirkan setengah bubur instan yang masih tersisa dan meminum obatnya Naruto kembali ke kamar dan tidur.

Ketika ia bangun lagi,  hari sudah kembali gelap. Sasuke berdiri di samping ranjang, dia meletakkan tangannya di kening Naruto, raut mukanya nampak khawatir.

Naruto menatap Sasuke, berfikir apakah sekarang ia bermimpi.

"Bangunlah, aku akan membawamu ke dokter." ucapnya dengan pelan

"Uh... Tak perlu, ini bukan sesuatu yang serius. Aku hanya sedikit demam."

"Tubuhmu panas seperti terbakar."

"Aku sudah minum obat." ujar Naruto keras kepala.

Sasuke mengerutkan keningnya, tidak berkata apapun dan mulai berjalan menjauh. Naruto fikir dia tak lagi memaksanya, jadi Naruto merasa sedikit kecewa.

Anehnya, Sasuke malah menuju lemari baju, mengambil baju Naruto dan meletakkannya di atas pangkuan Naruto.

"Apa kamu ingin ganti baju sendiri atau harus aku bantu?".

°°°°°°°°°°°°°°°°

Setelah kembali dari rumah sakit, Sasuke menggendong Naruto ke tempat tidur. Setelah memastikan Naruto tertidur, dia mematikan lampu dan pergi ke ruang kerja.

Tak tahu apakah karena ia sudah tidur terlalu banyak tadi siang ataukah efek dari infus yang tadi sempat diberikan padanya di rumah sakit, Naruto merasa lebih baik. Dia tak merasa mengantuk. Terbangun sendirian, berguling guling gelisah setelah beberapa waktu, tiba-tiba ia teringat sesuatu.

Oh tidak!

Dia harus pergi ke Hong Kong besok tapi ia belum menyiapkan apa-apa. Naruto tak tahu apa yang di lakukannya belakangan ini. Bagaimana ia bisa melupakan sesuatu sepenting ini.

Naruto buru-buru bangkit dari ranjang, menarik keluar koper miliknya dan mulai menata barang-barang yang dibutuhkannya.

Gerakannya begitu buru-buru, jadi beberapa dokumen ikut terjatuh di lantai. Naruto menunduk untuk mengambilnya. Tetapi sepasang tangan lain lebih cepat dan mengambilnya lebih dulu.

Ketika ia menegakkan tubuhnya, Sasuke tiba-tiba menyambar lengannya erat.  Sambil melemparkan dokuken yang di pegangnya ke ranjang di berkata dengan galak. "Apa yang kau pikir kau lakukan?"

"Menata barang..." cengkraman Sasuke sangat kencang, Naruto berusaha melepaskannya tapi Sasuke malah makin erat mencengkram.

"Kemana kau akan pergi?" desisnya berbahaya, matanya berkilat marah menatap koper yang hampir penuh di lantai.

Naruto teringat ia belum memberitahu Sasuke tentang perjalanan bisnisnya, jadi Naruto langsung menjawab. "Hong Kong."

Hong Kong?

Kemarahan di hati Sasuke semakin besar. Jika ia tidak sengaja datang ke kamar, tidak itu bukannya tidak sengaja. Jika ia tak datang untuk mengecek apakah Naruto masih tertidur, apakah dia akan pergi tanpa jelak lagi besok pagi, seperti tujuh tahun lalu, tanpa Sasuke tahu?. Apakah Naruto pernah paham apa artinya menjadi seorang istri! Apa ia paham ia sekarang adalah istrinya? Dia tak bisa membuang dan pergi meninggalkannya sendiriam seperti sebelumnya.

Luka lama di hatinya serasa di paksa terbuka kembali. Matanya menyorot marah dan menatap Naruto penuh tuduhan. "Baiklah, beritahu aku berapa tahun kau berencana pergi kali ini?"

Oh, Baby! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang